achdiyat-k-miharja-penulis-novel-atheis

Achdiyat K Miharja: Bermodal 1 Novel Sudah Jadi Sastrawan Terkenal

Hasan adalah seorang pemuda  yang beragama islam namun kemudian meragukan agamanya sendiri setelah Hasan bersinggungan dengan penganut faham Marxisme -Leninisme serta seorang penulis penganut nihilisme. Ke-atheisan Hasan tersebut tertuang dalam sebuah novel fenomenal karya seorang novelis kelahiran Garut yakni Achdiyat Karta Miharja.

Achdiyat K Miharja lahir pada tahun 1911, dia adalah novelis yang langsung terkenal ketika novel perdananya ATHEIS diluncurkan. Novel ATHEIS ditulis dengan tiga gaya naratif yang ciamik. Siapa pun yang membaca novel ini akan langsung terpesona dengan gaya penuturan yang dipengaruhi Bahasa Sunda. Namun dalam penuturannya Achdiyat lebih dipengaruhi oleh gaya para penulis minang dari masa sebelumnya, di sini nyaris tidak nampak gaya penulisan Achdiyat yang kontemporer.

Tahun 1972 ATHEIS  diterjamahkan ke dalam Bahasa Inggris. Selain Bahasa Inggris, ATHEIS pun diterjamahkan ke dalam Bahasa Melayu. Kepopuleran novel karya Achdiyat ini membuat sineas film tanah air mengadaptasinya menjadi sebuah film layar lebar pada tahun 1974. Selain itu, oleh UNESCO ATHEIS dimasukan kedalam UNESCO COLLECTION OF REPRESENTATIVE WORKS. Hebat bukan?

BACA JUGA: Mengapa Orang Indonesia Malas untuk Duduk dan Membaca Buku Bagus?

Selain seorang novelis, Achdiyat merupakan seorang redaktur, guru dan dosen. Achdiyat pernah menjadi dosen untuk fakultas sastra UI, dan sejak tahun 1961 hinga pensiun Achdiyat mengabdikan dirinya sebagai dosen sastra  di Australian National University, Canberra, Australia. Dan di Canberra juga Achdiyat menutup perjalanan hidupnya di dunia pada usia 99 tahun yakni pada 8 Juli 2010.

Novel ATHEIS karya Achdiyat memang telah memberi warna tersendiri bagi dunia kesusastraan Indonesia. Di satu sisi novel ini mendapat tentangan dari kaum marxis-leninis dan juga nihilis karena dalam novel ini tidak terlalu menjelaskan tentang ideologi mereka masing-masing, namun di sisi lain masyarakat menerima dengan antusias kemunculan novel ini.

BACA JUGA: Menafsirkan Marxisme dan Setelahnya

Oleh para satrawan Indonesia seperti Pramoedya Ananta Toer ATHEIS  dikatakan sebagai “well made novel” karena kisahnya diakhiri dengan sebuah kebaikan di mana di akhir hayatnya Hasan yang atheis kembali menyebut nama Tuhannya lewat kalimah “Allahu Akbar”. Dan oleh Teeuw ATHEIS karya Achdiyat dipandang sebagai satu-satunya novel yang paling menarik setelah perang kemerdekaan.

Prestasi Achdiyat dalam menelurkan novel fenomenal patut diapresiasi oleh para penulis sekarang. Ada pelajaran yang bisa kita ambil bahwa untuk menciptakan sebuah karya besar tidak harus menunggu hingga puluhan karya. Jika kita bersungguh-sungguh dan sepenuh hati dalam mengerjakannya, bukan tidak mungkin karya pertama kita akan menyusul kesuksesan ATHEIS Achdiyat K Miharja.

, , , ,

Belum ada tanggapan.

Tinggalkan Balasan