membaca-ebook-dan-buku cetak

Akankah eBook Mengancam Keberadaan Buku Cetak?

Buku sebagai cerminan budaya. Daya tahan cetakan dalam bentuk buku melebihi daya tahan media tradisional lainnya seperti ebook. Perpustakaan-perpustakaan universitas diukur berdasarkan banyaknya buku di raknya. Buku dapat berumur panjang yang membuatnya menjadi sarana utama untuk menyampaikan pengalaman, observasi, dan pemahaman generasi dulu kepada generasi masa kini. Buku adalah tempat penyimpanan utama kebudayaan manusia[1]. Akankah ebook mengancam keberadaan buku cetak ini?

eBook Mulai Mengancam Bisnis Buku Cetak

Di awal tahun 2011, Borders, salah satu toko buku terbesar di Amerika Serikat resmi mengumumkan bahwa mereka mengalami kebangkrutan. Menurut harian The Washington Post, kebangkrutan ini memaksa Borders melakukan pengajuan pailit pada Februari kepada pengadilan setempat. Tak tanggung-tanggung, akibatnya toko buku berusia 40 tahun tersebut harus menutup 30 persen gerainya yang waktu itu sudah mencapai 600-an gerai. Ribuan karyawan pun terpaksa dipulangkan dari tempat kerja.

Penyebabnya tak lain dalah perubahan selera konsumen. Konsumen di Amerika lebih suka membeli dan membaca eBook dibandingkan buku-buku konvensional (kertas). Peralihan selera ini juga berimbas pada jumlah kunjungan ke toko buku. Saat ini, para pembeli lebih banyak melakukan transaksi pemesanan buku lewat internet[2].

Faktor terbesar yang mempengaruhi kolapsnya toko buku ini adalah ketidakpekaannya terhadap perkembangan buku kontemporer. Borders tidak peka terhadap eBook. Setelah Amazon sukses menggempur banyak gerai toko buku dengan menciptakan tren belanja buku online, toko buku online terbesar tersebut juga sukses menumbangkan banyak pesaingnya dengan mengeluarkan Tablet Kindle. Kindle adalah sebuah perangkat untuk membaca eBook (eReader) produksi Amazon yang memudahkan pembeli eBook untuk membeli dan membaca buku digital. Kindle yang dibandrol mulai berkisar $159 atau 1,6 juta sudah sukses menyedot banyaknya konsumen eBook di Amerika. Tingkat penjualan Kindle berbanding lurus dengan jumlah buku yang terjual setiap tahunnya di Amazon. Semakin lama penjualan eBook telah jauh melampaui jumlah penjualan buku kertas dengan sukses memberi sumbangan 8 persen dari total penghasilan Amazon.

Usaha eBook mulai mengancam bisnis penjualan buku cetak, termasuk berbagai penerbitan, koran, majalah dan buku. eBook telah menjadi sebuah peluang bisnis baru dalam lingkup kemajuan industri teknologi komunikasi informasi.  

Keunggulan eBook

Beberapa keunggulan eBook dari buku cetak adalah karena formatnya dalam bentuk digital. eBook berupa softcopy bukan hard copy, baik dalam format PDF (Portable Document Format) atau ePub (electronic Publication) sehingga lebih ringkas, tidak memerlukan tempat penyimpanan yang besar, seperti halnya buku, yang memerlukan rak atau lemari dan ruangan untuk menyimpannya. eBook hanya memerlukan media penyimpanan seperti hard disk dalam PC atau laptop, disket, CD dan sekarang ada Flash Disk yang bentuknya mungil dan bisa dibawa kemana-mana.

Biaya untuk mencetak eBook sangat murah. Bahkan bisa jadi gratis jika memiliki komputer dengan program MS-Word atau PDF Writer. Dibandingkan  bila mencetak buku dengan tebal 200 halaman sebanyak 1000 buku, biaya cetak dapat mencapai puluhan juta rupiah.

Untuk distribusi dan promosi, sistem pengiriman eBook sangatlah cepat, hanya memerlukan waktu beberapa menit bahkan dalam hitungan detik dibandingkan bila mengirim buku cetak, yang bisa memakan waktu berhari-hari. Dari sisi kepraktisannya para penikmat buku tidak perlu lagi mendatangi toko buku untuk membeli buku cetak, karena buku digital dapat dipesan melalui online atau mengunduhnya di beberapa website penyedia eBook. Buku digital tidak harus berebut tempat di rak toko buku, buku ini dijual melalui website (toko virtual). Sedang untuk promosi, rekomendasi dari penyuka buku di media sosial seperti facebook, twitter dan forum online dengan menyebarkan link dari buku yang mereka sukai.

Belum lagi, salah satu unsur penting dari penerbitan adalah proses pencetakan. Berbeda dengan mesin cetak offset, sistem digital printing dapat menyelesaikan proses cetak dalam waktu terbilang sangat cepat daripada menggunakan cara mencetak offset, biaya produksi lebih murah terutama untuk jumlah yang sedikit, apalagi digunakan dalam digital printing sistem POD (Print On Demand) yang lazim digunakan dalam penerbitan mandiri (self publishing) yang bahkan dapat mencetak dengan jumlah minimal satu eksemplar. Percetakan dengan cara ini juga merupakan cara yang lebih ramah lingkungan karena prosesnya hemat dalam menggunakan kertas, tinta dan yang lainnnya.

Bangkitnya Bisnis Penerbitan Mandiri (Self Publishing) di Indonesia

Digitalisasi dalam dunia penerbitan menjadi sebuah tantangan berat bagi mereka yang bergelut dalam dunia penerbitan buku. Padahal, kurang lebih sepuluh tahun yang lalu, penerbit buku cetak masih memiliki kekuasaan dalam membuat pilihan bagi pembacanya. Mulai dari promosi di toko buku hingga ulasan di media cetak. Yang terjadi saat ini adalah mereka harus bekerja keras membangun kembali hubungan dengan pembaca karena arus digitalisasi.

market-share-ebookPenjualan eBook diramalkan akan terus meningkat dari tahun ke tahun seiring makin tingginya penggunaan telepon pintar. Laporan penjualan eBook periode Februari 2014 sampai September 2015 berdasarkan data penjualan buku di Amazon telah menunjukkan peningkatan yang signifikan terhadap penjualan eBook yang terus meningkat sebanyak 1% setiap tahunnya. Termasuk buku yang diterbitkan secara mandiri, bahkan buku yang tidak memiliki standar ISBN juga mengalami peningkatan penjualan.

Sama halnya dengan di Indonesia, perkembangan eBook seiring dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi global. Transformasi buku cetak menuju bentuk digital yang ditampilkan melalui media internet memudahkan pembaca dalam mencari informasi yang tersedia sekaligus memudahkan penulis untuk menjual dan mempromosikan buku mereka. Digitalisasi dalam dunia penerbitan akhirnya juga mendorong terbukanya lini usaha baru, yaitu penerbitan mandiri (self publishing). Hal inilah yang kemudian menjadi perhatian tersendiri bagi beberapa penerbit besar di Indonesia. Sebut saja Gramedia dan Penerbit Mizan. Kedua penerbit besar ini berlomba-lomba melebarkan sayap dalam dunia penerbitan mandiri (self publishing) yang mana penerbitan ini menggunakan sistem Print On Demand. Sistem ini sekarang lebih banyak dipilih oleh penulis yang ingin segera menerbitkan tulisan mereka karena proses penerbitan bukunya yang mudah dan cepat dibanding menerbitkan buku dengan cara konvensional yang akan memakan waktu yang jauh lebih lama hingga buku terbit.   

Jadi apakah eBook akan dapat mengancam eksistensi buku cetak? Bisa jadi. Bila kita lihat ke belakang saat banyaknya toko kaset tutup karena penjualan musik digital serta proses pengiriman pesan yang dulunya menggunakan pos kemudian digeser dengan surat elektronik, tidak menutup kemungkinan bila di masa akan datang akan terjadi hal yang serupa pada buku cetak. 


[1] John Vivian, Teori Komunikasi Massa, Prenada Media Grup, Jakarta, 2002, hal. 41

[2] Michael S. Rosenwald. Borders files bankruptcy and plans to close 30% of stores as book market changes.http://www.washingtonpost.com/wpdyn/content/story/2011/02/16/ST2011021606779.html?sid=ST2011021606779.

, , , , ,

Satu tanggapan ke Akankah eBook Mengancam Keberadaan Buku Cetak?

  1. Arif Saifudin Yudistira 28 September 2016 pada 05:45 #

    Lah terus kak,inti artikelmu mau sependapat yang mana? Mengancam atau tidak jelas mengancam, kira2 condong kepada eliminasi buku cetak atau bku ebook akan jaya

Tinggalkan Balasan