alibaba-buka-pintu-alakazam

Alakazam, Buka Pintu!

Berita Buku – Salah satu kisah dalam The Arabian Nights[1] adalah “Alibaba dan 40 Penyamun”. Alibaba adalah sang tokoh utama yang kebetulan melihat datangnya para penyamun ke sebuah gua dan mendengar sang pemimpin penyamun mengucapkan mantera yang bisa membuka dan menutup pintu gua tersebut. “Alakazam, buka pintu!” Lalu, pintu gua yang terbuat dari batu itu terbuka dengan sendirinya. Kemudian, ketika para penyamun itu sudah masuk ke dalam gua, Alibaba pun mendengar sang pemimpin berteriak, “Alakazam, tutup pintu!”. Lalu, pintu gua itu tertutup rapat lagi. Dari persembunyiannya, Alibaba mencatat mantera yang diucapkan sang pemimpin penyamun itu dalam hatinya. Saat para penyamun meninggalkan gua itu, Alibaba pun mencoba untuk masuk ke dalam gua itu. Ia berdiri di depan pintu gua, lalu ia pun meneriakkan mantera seperti yang diucapkan pemimpin penyamun tadi, “Alakazam, buka pintu!” Surprised! Alibaba pun takjub dengan isi gua itu, tapi tetap rasional.

“Alakazam, buka pintu!” adalah sebuah metaforis tentang pentingnya penyiapan-mental dalam pembacaan sebuah karya sastra, terutama cerita fiksi. Apapun bentuk cerita fiksi itu biasanya memberikan kesempatan bagi pembacanya agar terlebih dahulu mempersiapkan mental untuk memasuki dunia fiksi tersebut. Seperti halnya Alibaba yang menemukan berbagai bentuk perhiasan yang tidak diduganya di dalam gua penyamun, dalam cerita fiksi, kita pun akan menemukan berbagai hal, baik itu kesedihan, kegembiraan, perjuangan, seksualiatas, perang, maupun kematian yang direncanakan. Tapi, apakah ketakjuban kita terhadap cerita dibarengi rasionalitas, seperti halnya Alibaba sehingga bisa kembali keluar dari gua itu, atau justru kita takjub terus-menerus sehingga ingin memuaskan semua hasrat kita dalam cerita itu sehingga melupakan rasionalitas? Apabila yang terakhir yang terjadi pada kita, maka kita seperti Kasim, kakak Alibaba, yang lupa mantera pembuka pintu gua sehingga terkurung di dalam gua sampai akhirnya para penyamun menemukannya.

Sering tanpa kita sadari bahwa penulis atau pencerita sendiri telah menyediakan sebuah “ruang” yang memungkinkan kita sebagai pembaca dapat menyiapkan mental untuk masuk ke dalam cerita yang dibuatnya. Pada dongeng, misalnya, kita selalu menemukan bentuk pembuka “Pada zaman dahulu….” Frasa itu adalah “ruang” yang disediakan penulis atau pencerita agar kita siap-siap dan menyadari bahwa kita sudah masuk ke sebuah dunia yang berbeda dengan realitas keseharian yang ada di sekeliling kita. Frasa itu pun memaksa agar segala sesuatu yang terjadi kita logiskan sebagai sesuatu yang bisa terjadi dengan alasan kefiksionalitasannya. Bahwa ada manusia yang sanggup membuat candi dalam satu malam atau memindahkan sebuah istana ke tempat yang berbeda dengan membawanya terbang, maka itu logis atau masuk akal jika itu bagian dari fiksi.

Pada karya sastra modern, “ruang” yang disiapkan untuk kita menyiapkan mental adalah pemasukan hasil tulisannya itu ke dalam genre tertentu, seperti novel atau cerpen. Dengan menyebutkan bahwa karyanya itu sebuah novel atau cerpen, baik penyebutan secara eksplisit, seperti pencantuman subjudul sebuah novel atau implisit, seperti berada di kanal/kolom cerpen, maka penulis sudah membuat ruang penyadaran itu.

Akan tetapi, sebagaimana saya sampaikan di atas, rasionalitas kita harus tetap terjaga, kita harus bisa kembali ke dunia nyata kita, dunia realitas sehari-hari kita. Biarkan kita mengalami katarsis saat membaca, tak masalah bila kita ikut terbawa arus cerita sehingga kita ikut menangis, gemas, kesal, bahkan marah akan apa yang terjadi di dalam cerita. Tapi, setiap waktu, di setiap bagian cerita, kita harus bisa melompat dan mengembalikan ingatan kita kepada mantera, “Alakazam, buka pintu!”. Lalu, kita pun sadar ada kopi kental hangat yang menemani kita membaca dan menanti kita untuk menikmatinya.

Wallahu a’lam

Mei Akhir, Mampang Prapatan

[1] The Arabian Nights, di Indonesia, dikenal dengan sebutan “Kisah 1001 Malam” dan dikategorikan sebagai cerita berbingkai, yakni cerita yang memiliki cerita-cerita sampingan di samping cerita utamanya.

, , ,

Belum ada tanggapan.

Tinggalkan Balasan