kisah-cinta-yang-salah

Aminah: Cinta Yang Salah

Memang tidak mudah melupakan sesuatu yang bertahun-tahun telah menjadi bagian dari kehidupan kita. Butuh waktu yang panjang untuk memulihkan ingatan agar kita tak mengingat lagi sesuatu yang telah  terlepas. Mungkin di situ akan ada rasa sakit yang memaksa kita untuk menahannya, tapi apa mau dikata ketentuan Tuhan itu di atas segala-galanya. Kita tidak boleh mengeluh apalagi marah. Sebaliknya kita diharuskan untuk ikhlas menerima dengan apa yang telah ditentukan oleh Sang Khalik.

Aminah menyadari itu, kematian suami dan anaknya pada kecelakaan motor adalah bagian dari takdir yang harus diikhlaskannya. Menjalani hidup sebagai janda memang tidak mudah, terlebih sang suami yang dulu menafkahinya kini tak lagi di sisi. Maka karena itu Aminah pun bekerja menjadi pekerja lepas sebuah konveksi rumahan. Dia merantau di kota Jakarta, menyewa kamar kost dan nyambi berjualan kopi pinggir jalan di malam hari. Meskipun warung jualannya cuma berisi kopi dan gorengan-gorengan titipan orang, tapi pengunjungnya sangat ramai. Entah karena racikan kopi Aminah yang enak atau karena Aminah yang cantik dan ramah.

Karena Aminah merasa takut menjalani hidup sendiri di Jakarta maka dia menjemput adik sepupunya dari kampung untuk menemaninya sekalian bantu-bantu di warung kopi miliknya. Ratna, demikian nama adik sepupunya itu. Wajahnya tidak lebih cantik dari Aminah, namun sangat cekatan dalam  bekerja. Hal itu pula yang membuat Aminah semakin sayang padanya. Ratna pun pandai bergaul dengan tetangga atau pun dengan pelanggan. Dan yang pasti Ratna tidak mengubah sikap dan perlakuan meskipun telah tinggal di kota besar. Ratna tetap menjadi gadis sopan dan berhati-hati dalam bergaul.

Warung Aminah makin hari makin ramai. Dari sekian banyak pelanggan ada beberapa diantaranya yang datang dengan niat menggoda Aminah dari mulai bujangan hingga ubanan. Jika ada pelanggan  yang mulai menggombali kakaknya, Ratna segera menarik Aminah ke belakang. Ratnalah yang kemudian melayani pembeli. Ratna menyadari betul pesona kakaknya memang luar biasa. Akan kacau jadinya jika dia terus-terusan berinteraksi dengan pembeli yang notabene-nya seorang  penggoda.

“Rat, kakakmu mana?” Tanya seorang pria pada suatu hari tatkala Ratna sibuk menyiapkan kopi pesanan para pelanggan.

“Teteh baru ke toko Bu Tatat membeli gula, persediaan sudah habis.”   Jawab Ratna sembari sibuk menuang air panas ke dalam gelas-gelas kopi.

“Sehari tidak lihat wajah kakakmu rasanya kangen.” Ucap kaki-laki itu sedikit nakal.

” Bapak kan sudah punya istri, mana mau Teteh saya sama bapak.” Timpal Ratna ketus.

“Jangan marah, Rat! Aku cuma bercanda. Tapi… kalau kakakmu bersedia jadi istri keduaku tempat jualanmu ini akan kubuat menjadi sebuah kafe bukan cuma warung kecil seperti ini.”

Mendengar perkataan laki-laki paruh baya itu Ratna merasa ingin muntah. Dia segera meninggalkan pria itu tanpa menanyai pesanannya terlebih dahulu. Ratna memilih mencuci gelas-gelas kotor di belakang tempat jualannya.

Sekian bulan telah berlalu sejak kedatangan Ratna ke Jakarta. Dan selama itu pula laki-laki yang mengejar-ngejar Aminah tiap malam selalu nongkrong di warungnya Aminah. Sebenarnya Ratna sudah sangat malas melihat kedatangan pria penggombal itu, tapi apa mau dikata seorang pelayan harus bersikap ramah kepada pembelinya.  Ratna tidak senang jika pria itu menggombali kakaknya, terlebih kakaknya yang dulu lugu itu mulai termakan rayuan laki-laki yang selalu mengaku dirinya sebagai pengusaha. Akhirnya, Ratna mengingatkan kakak sepupunya itu agar tidak termakan rayuan pria yang gak jelas asal-usulnya. Namun, rupanya sekian juta uang dari pria tersebut telah mendarat di saku Aminah tanpa sepengetahuan Ratna. Dan hal itu pula yang membuat Aminah semakin terikat. Ratna semakin tidak nyaman tatkala tingkah laku kakaknya mulai berubah. Tidak ada pakaian yang sopan yang dikenakan, sudah sering keluar malam bersama pria itu, dan berani mengganti rambut hitam legamnya dengan warna merah atau yang lainnya. Ratna merasa ingin pulang, tapi dia merasa bertanggung jawab untuk membawa kembali kakaknya ke jalan yang benar. Ratna bertahan di situ, hingga pada satu waktu pertengkaran antara Aminah dengan dirinya terjadi.

Aminah tidak mau diingatkan terus oleh adik sepupunya itu. Dia tidak segan membentak Ratna dan mengusirnya keluar tanpa diberi uang sedikitpun. Ratna tak mampu berbuat apapun, kecuali keluar dari rumah itu tanpa tujuan yang jelas. Niatnya sudah bulat, dia tidak boleh pulang dalam keadaan tak layak, dia harus mendapatkan kerja dan pulang ke kampung dengan membawa uang. Karena sampai detik ini orang tuanya mengira bahwa dia masih bekerja di tempat Aminah.

Empat bulan berlalu, Ratna pun telah bekerja sebagai pembantu rumah tangga di rumah seorang polisi. Meski menjadi seorang pembantu dia sangat bahagia, selain gajinya sangat lumayan dia pun memiliki majikan yang baik dan taat beragama. Sekali waktu Ratna berpamitan kepada majikannya itu untuk pergi menemui kakak sepupunya, Aminah. Ratna merasa rindu dan khawatir akan keberadaan Aminah. Maka dihampirinyalah rumah kontrakan Aminah. Namun kemudian Ratna tidak mendapatkan apapun di sana. Beberapa orang mengatakan bahwa Aminah sudah jarang pulang ke kontrakannya itu. Dia pun tak lagi berjualan kopi. Terakhir Aminah datang dengan seorang pria paruh baya yang membawa mobil mewah. Ratna kebingungan, kemana harus mencari. Ingin rasanya dia menyusul Aminah ke tempat pria yang dulu meracuni otak kakaknya. Tapi apa daya dia tidak punya info apapun tentang keberadaan pria itu. Ratna pun menyerah, akhirnya dia memilih pulang kembali ke rumah majikannya.

“Kita makan disini saja sama ibu, Rat!” Ajak nyonya rumah kepada Ratna.

“Ah, tidak enak Bu. Saya kan cuma pembantu.” Ratna menolak halus, ada rasa tidak percaya diri jika harus makan satu meja dengan majikan.

“Tidak apa-apa, temenin ibu. Bapak baru ada tugas mendadak.”

“Tugas kemana Bu, kok bisa dadakan gitu?”

” Ada mayat di kamar hotel. Katanya sih mayatnya wanita…tapi pakai mukena.” Jelas majikan Ratna.

Mendengar perkataan majikannya itu, Ratna semakin penasaran. Dengan kening berkerut dia bertanya, “Apa dia lagi sholat ya Bu?”

“Wallahu Alam, tapi dia di bunuh karena ada banyak darah. Terus di samping mayatnya itu ada Al-Qur’an yang terbuka kaya sedang dibaca.”

“Ya ampun Bu kok berani banget ya bunuh orang yang lagi beribadah, gak takut di adzab apa?” Ucap Ratna merasa gemas ingin menghakimi si pembunuh itu.

“Gak tahu lah, entah apa motifnya. Ini lagi diusut sama kepolisian.”

Obrolan seputar kematian wanita di kamar hotel itu pun berlanjut ke meja makan. Ngalor ngidul hingga akhirnya makan malam mereka pun selesai.

Kabar kematian wanita dalam hotel pun lenyap seiring berjalannya waktu. Ratna pun tidak tertarik lagi dengan berita yang bikin ngeri itu. Ratna memilih fokus dalam pencarian Aminah. Mulai dari berselancar di media sosial hingga menanyai banyak orang. Namun semua itu hasilnya nihil. Hingga pada satu obrolan malam bersama Tuan dan Nyonya majikannya terungkap satu cerita yang seketika menyayat hati dan mematahkan semangat Ratna dalam mencari Aminah. Majikan laki-laki Ratna yang seorang atasan polisi berhasil mengidentifikasi mayat di dalam hotel yang beberapa tempo lalu menjadi tranding topik. Mayat itu diidentifikasi sebagai Aminah, yang tak lain kakak sepupu Ratna. Ratna tak mampu mengucapkan kata apapun, kecuali tangis dan tangis. Tapi diantara tangis dan kedukaannya itu ada setitik kebahagiaan yang dirasa oleh Ratna, bahwa Aminah mati dalam keadaan baik, dia mati tatkala membacakan ayat suci Al-Qur’an seusai melaksanakan sholat.

Detik-detik kematian Aminah terekam jelas oleh CCTV: Seorang pria paruh baya memencet bel kamar hotel yang ditempati Aminah. Dengan mukena yang dikenakannya tampak Aminah membuka pintu. Dan kemudian terjadi dialog antara keduanya. Aminah tampak menyuruh pria paruh baya itu keluar, namun pria itu menolak. Pria itu kemudian tampak memaksa Aminah untuk membuka mukenanya. Aminah bertahan dengan pendiriannya, dia mempertahankan mukena yang dikenakannya. Pria itu semakin buas. Aminah pun nampak membela diri dengan memukulkan pas bunga ke kepala pria itu. Namun pria itu malah membalasnya dengan tindakan yang lebih sadis. Dari balik sepatu boothnya dia mengambil pisau belati yang sepertinya telah dipersiapkan dari awal. Aminah terkena hunusan belati berulang-ulang. Aminah tumbang dan tersungkur tepat di pinggir kitab suci Al-Qur’an yang sedang di alunkannya….

Ratna menarik nafas berat menyaksikan kronologi kematian kakaknya. Ada rasa marah yang tak terbendung terhadap pria pembunuh itu, yang tak lain adalah pria yang dulu meracuni otak Aminah dengan rayuan haramnya. Dan di kemudian hari terungkap, bahwa Aminah sudah bertobat namun laki-laki bejat itu terus datang merongrong hidup Aminah agar kembali ke dunia kelam.

, ,

Belum ada tanggapan.

Tinggalkan Balasan