membunuh-tokoh-cerita

Bagaimana Membuat Cerita Menarik dengan Membunuh Tokoh Cerita

Ada yang bilang jika seorang penulis harus menjadi kejam terhadap karyanya. Kejam yang dimaksud di sini adalah kejam dalam memperlakukan tokoh-tokoh dalam ceritanya. Menurut saya pernyataan tersebut benar adanya. Penulis memang seseorang yang kejam, seseorang yang mampu mempermainkan mental, fisik, perasaan, dan bahkan membunuh seorang karakter yang hidup dalam cerita. Pemenang nobel sastra sekaligus novelis William Faulkner bahkan mengatakan “In writting, you must kill all your darlings” yang mengindikasikan bahwa seorang penulis harus tega membunuh tokoh yang telah ia ciptakan sendiri.

Tentu kita sudah banyak membaca karya dari penulis yang  membunuh tokoh-tokoh ceritanya dengan kejam. Misalnya saja seri novel A Song of Ice and Fire atau yang lebih dikenal dengan judul Game of Throne karya George R.R. Martin. Novel fantasi yang menceritakan perebutan kekuasaan ini memuat banyak sekali adegan kekerasan dengan banyak tokoh cerita yang terbunuh hampir di setiap chapter cerita. Sang penulis tidak segan – segan membunuh tokoh cerita yang penting atau bahkan disukai oleh para pembaca dengan cara yang sangat brutal. Membaca novel ini seolah membaca sebuah petualangan kematian yang tidak ada habisnya.

Membunuh atau meniadakan satu tokoh pada sebuah cerita bukanlah hal yang mudah, ada banyak hal yang harus dipertimbangkan dengan matang. Membunuh salah satu tokoh cerita bisa saja mengubah jalan cerita menjadi lebih baik atau seru pun juga bisa membawa cerita menjadi lebih buruk. Semua itu tergantung pada keputusan penulis tentang bagaimana, kapan, dan kenapa karakter tersebut harus dibunuh. Saat akan membunuh satu tokoh, penulis harus berpikir mengenai cara terbaik membunuh tokoh cerita tersebut serta bagaimana menyalurkan kekejamannya itu dalam setiap baris kalimat. Meskipun penulis berhak menjadi kejam, bukan berarti kekejaman itu harus membabi buta. Menurut saya kejam pun harus jelas dan memang perlu. Membunuh satu tokoh hanya demi mendatangkan kesedihan dan efek terkejut pada pembaca adalah salah satu alasan membunuh yang menurut saya tidak bisa dibenarkan. Hal seperti itu sama saja dengan mengorbankan nyawa seseorang dengan sia – sia. Kadang saat membaca suatu karya saya merasa jika satu tokoh tidak seharusnya dibunuh karena masih banyak konflik yang bisa dikembangkan dari keberadaan tokoh tersebut. Namun penulis terburu-buru membunuh tokoh tersebut demi menciptakan klimaks yang dramatis.

 Menurut saya ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar kekejaman penulis bisa diterima pembaca dan mampu menyatukan rangkaian konflik yang sudah dibangun dari awal. Adapun beberapa yang saya maksud adalah sebagai berikut.

Memperkuat plot cerita. Apabila dengan kematian tokoh tersebut maka plot dan konflik bisa menjadi makin kuat dan menarik, maka penulis tidak perlu ragu untuk membunuhnya. Kesan mendalam yang timbul akibat kematian satu tokoh adalah cara paling mulia untuk mengenang tokoh tersebut. Misalnya saja kematian orang tua tokoh protagonis Harry Potter pada seri populer Harry Potter and The Philosopher’s Stone karya J.K Rowling. Kematian kedua orang tua Harry sangat membekas sepanjang cerita serta menjadi kekuatan tersendiri bagi Harry Potter saat menghadapi masalah. Menurut saya J.K Rowling sangat tepat dalam mengambil keputusan membunuh tokoh orang tua dari tokoh utama karena mampu mengaitkan kematian tersebut hingga ketujuh seri ceritanya.

·         Memberikan tujuan untuk tokoh lain. Alasan lain yang bisa digunakan penulis untuk membunuh tokoh cerita adalah apabila kematian itu bisa mendatangkan tujuan hidup bagi tokoh lain. Tujuan itu tidak harus tujuan mulia atau tujuan yang besar, tujuan yang buruk pun dapat menjadi pilihan, misalnya saja tujan untuk balas dendam, memecahkan misteri/kasus, atau membuat tokoh protagonis mampu menemukan jati diri yang sebenarnya. Kematian tokoh bernama Rue pada novel The Hunger Games karya Suzanne Collins adalah contoh yang tepat untuk alasan ini. Berkat kematian Rue, sang tokoh utama Katniss Everdeen mampu menemukan tujuan perjuangannya yakni mengehentikan acara Hunger Games yang sama sekali tidak manusiawi.

Membuat tokoh lain kembali kepada jalan yang benar. Kehilangan seseorang kadang dapat menyadarkan seseorang untuk kembali menemukan kebenaran. Begitupun saat membunuh seorang tokoh dalam cerita. Dengan meniadakan satu tokoh, tokoh lain mampu menyadari kesalahannya dan kembali pada jalan yang seharusnya. Contoh yang paling mudah dan paling terkenal mungkin adalah kematian tokoh Uncle Ben pada komik Amazing Spiderman karya Stan Lee. Kematian sang paman membuat pahlawan kita Peter Parker berhenti menggunakan kekuatan supernya untuk perbuatan yang tidak terpuji dan memilih menggunakannya untuk membantu orang lain.

Sepakat dengan pembaca. Yang terakhir adalah penulis dan pembaca sepakat apabila tokoh tersebut dibunuh. Meskipun sebuah karya seratus persen berada dalam kendali penulis, tapi tidak ada salahnya untuk menghilangkan seorang karakter untuk memenuhi kepuasan para pembaca. Biasanya hal ini berkaitan dengan kematian seorang tokoh antagonis, tokoh penjahat, atau tokoh yang dibenci pembaca. Kematian tokoh penjahat yang paling dinantikan  mungkin adalah kematian sang penyihir Lord Voldemort dalam seri terakhir Harry Potter and The Deadly Hollows karya J.K Rowling. Tidak ada hanya membuat semua tokoh di dalam karya tersebut bahagia, pembaca pun ikut senang dengan dibunuhnya penyihir berjulukan He –Must –Not – Be – Named itu.

 Begitulah kekejaman seorang penulis pada karyanya yang bisa saya tuturkan. Menjadi penulis yang kejam ataupun tidak kembali pada penulis itu sendiri. Perlu diingat jika seorang tokoh sama saja dengan sebuah nyawa yang menghidupkan sebuah cerita. Tidak ada salahnya menjadi kejam jika itu memang diperlukan untuk memperkuat cerita.

sumber gambar : http://68.media.tumblr.com/

, , , , , , , ,

Belum ada tanggapan.

Tinggalkan Balasan