bekerja-dalam-team

Bekerja dengan Karakter dan Meresapi Keragaman

Setiap kelompok kerja atau team yang merupakan bagian dari sebuah instansi ataupun perusahaan, sudah pasti akan selalu diwarnai oleh keragaman di dalamnya. Jika keragaman itu diresapi dengan baik, bisa memunculkan penghargaan terhadap setiap perbedaan dalam team. Namun, jika diacuhkan, bisa menimbulkan ketidakpedulian terhadap perbedaan yang dimiliki oleh sesama anggota team.

Masalahnya, meski kita mengetahui hal tersebut, kita belum mampu menerapkannya dengan baik. Yang sering terjadi adalah: “Kita lebih mudah menghargai orang yang memiliki banyak kesamaan dengan kita, tetapi sulit untuk menghargai orang yang tidak memiliki banyak kesamaan dengan  kita.” Padahal, berusaha menghargai mereka yang berbeda dengan kita merupakan wujud dari menghargai perbedaan. Jadi, apa yang mesti dilakukan agar mampu menghargai perbedaan dalam sebuah team?

Sehubungan dengan pertanyaan tersebut, salah satu yang perlu dilakukan adalah menerapkan kemampuan bekerja sambil meresapi nilai-nilai perbedaan. Hal ini bisa disebut dengan kemampuan “Bekerja dengan karakter.”

            Karakter hampir mirip dengan kepribadian, tetapi sebenarnya ada pula hal yang membedakan keduanya. Dalam karyanya berjudul “The Real You is The Real Success, ” Samuel. S. Lusi berusaha membedakan antara karakter dan kepribadian. Menurutnya, “ Karakter adalah identitas unik Anda apa adanya. Sedangkan kepribadian berasal dari kata latin, yaitu persona, yang merupakan konsep teater atau seni peran dalam kebudayaan Yunani dan Romawi. Secara harfiah persona berarti topeng yang dikenakan untuk menutupi wajah sang aktor.”

            Lebih jelasnya, persona bisa kita ibaratkan mirip dengan pementasan drama yang digambarkan Erving Goffman dalam teori dramaturginya. Setiap aktor yang siap pentas diberi peran yang berbeda-beda. Mungkin saja sang aktor berperan sebagai malaikat, pelawak, dan sebagainya. Apapun peran si aktor, pastinya, keaslian dari karakter si aktor tetap tersembunyi dan tertutup rapat. Karakter yang ditampilkan di atas panggung bukanlah murni karakter sang aktor.

Sesuai penjelasan tersebut, sebenarnya, pementasan drama tidak hanya terjadi di atas panggung, tetapi juga terjadi dalam dunia nyata, khususnya dalam dunia kerja. Bekerja menggunakan persona (topeng) masih sering terjadi.  Banyak orang yang mencoba menjadi orang lain, atau bahkan memaksakan orang lain mengikuti nilai suatu kelompok atau individu tertentu. Fenomena drama seperti ini, mampu menunjukkan apakah dalam dunia kerja kita  bekerja dengan kepribadian atau karakter.

            Bekerja dengan karakter adalah bekerja sesuai dengan nilai-nilai Anda. Kendali berada di tangan kita dalam membuat keputusan yang tepat sesuai dengan nilai-nilai yang kita miliki. Itulah sebabnya, setiap anggota team dari sebuah instansi ataupun perusahaan, perlu menghargai pendapat, gagasan, dan ide dari rekan kerjanya tanpa mempermasalahkan etnis, budaya dan kemampuan yang dimiliki rekan kerjanya. Sebab, setiap anggota memiliki karakter berupa identitas unik  yang berbeda-beda.

            Jika dalam pementasan drama seseorang dituntut untuk berkarakter sesuai perannya dalam drama, maka untuk setiap anggota atau individu dalam team kerja tidaklah demikian. Mereka seharusnya tidak dituntut untuk menjadi orang lain, dan tidak dituntut  bergaya dan berperilaku sesuai dengan kemauan atau persepsi satu orang saja. Mereka tidak harus menggunakan topeng yang menampakkan persona seperti halnya dalam pementasan drama. Justru sebaliknya, mereka semua mesti memaklumi dan dimaklumi akan identitas unik yang dimiliki masing-masing individu dalam team. Mereka dibebaskan untuk meresapi nilai-nilai mereka sendiri.           

            Singkatnya, setiap anggota team bebas bekerja dengan karakternya  sendiri-sendiri. Ketika ada cara berpenampilan atau  berbicara  yang salah dari salah satu anggota team, maka hal itu tidaklah perlu menjadi gosip, tetapi mesti dirundingkan bersama demi solusi yang lebih baik. Begitu pula ketika ada anggota yang lambat dalam bekerja. Tidak perlu direndahkan ataupun dianggap remeh, tetapi  diusahakan untuk memberinya bantuan. Dibutuhkan niat saling memaklumi dan melengkapi setiap kekurangan dan kelebihan dari masing-masing anggota team.

            Semua hal tersebut sudah pasti melalui proses yang cukup lama. Mungkin akan terasa sulit diterapkan di awal percobaan, tetapi setelah mampu untuk diterapkan pada diri sendiri, maka sudah tentu akan mempengaruhi yang lain, dan bisa mendukung kerjasama team.

            Akhirnya, seperti kata Hindranata Nicolay,  “Jika ada remote kontrol pengendali pikiran dan perasaan Anda, siapakah yang akan mengendalikannya? Tentu Anda sendiri.” Kita tidak mungkin membiarkan orang lain yang memegang remote diri kita,  ataupun mencoba untuk memegang remote kontrol orang lain.  Berarti, jangan gunakan topeng yang membuat kita menjadi orang lain. Kita harus selalu bekerja dengan karakter dalam sebuah team, yaitu bekerja dengan nilai-nilai yang kita pegang teguh. Kita harus bebas menyampaikan ide, gagasan, dan pendapat tanpa dibatasi oleh masalah etnis, budaya, gender, dan sebagainya. Dan kita pun harus membuat orang lain bebas dalam menyampaikan pendapat, ide, dan gagasan mereka tanpa melihat budaya, etnis, ataupun gender yang mereka miliki.

BACA JUGA:

Belum ada tanggapan.

Tinggalkan Balasan