novel-eka-kurniawan-cantik-itu-luka

Cantik itu Luka

Dari kesekian novel yang saya baca tentang wanita, mungkin novel inilah yang paling menonjolkan sisi kekuatan sekaligus kutukan kecantikan wanita. Eka Kurniawan menggambarkannya dalam Cantik itu Luka secara apa adanya tanpa mengesampingkan konsep cantik itu sendiri. Ibaratnya, kecantikan yang digambarkan itu begitu memikat sampai-sampai membuat para laki-laki berkelahi untuk menghirupnya. Bahkan saking kuatnya kecantikan itu, para penderita cantik sendiri tidak kuat menanggungnya–kecantikan itu justru menjadi kutukan bagi keluarganya dan membuat hidup mereka sengsara.

Adalah Dewi Ayu, pelacur tercantik di Halimunda yang telah membuat cemburu para istri. Dewi Ayu lahir dari hubungan inses, yakni dari Henri Stammler dan Anneu Stammler–saudara beda ibu. Bapak Anneu Stamler adalah Ted Stammler, seorang Belanda asli, dan ibunya adalah Ma Iyang, seorang pribumi yang dijadikan gundik. Tak heran kalau rupa Dewi Ayu begitu memukau: seorang gadis blasteran berkulit putih dengan rambut hitam dan mata biru. Waktu bayi, dia ditinggalkan begitu saja oleh kedua orang tuanya di depan pintu kakek dan neneknya. Di bawah asuhan kakek-neneknya, dia tumbuh menjadi gadis cantik dan belajar banyak hal. Dia cukup cerdas dan sering mengeluarkan komentar bernada sarkas yang membuatnya sering dihukum oleh guru-gurunya.

Namun hari-harinya yang indah dengan segera berubah menjadi suram, ketika Belanda mengalami kejatuhan di Indonesia. Meskipun seluruh keluarganya meninggalkan Halimunda untuk kembali ke Belanda, Dewi Ayu menolak dan memilih untuk tetap tinggal. Pada akhirnya dia ditangkap dan dijadikan tawanan ketika masa pendudukan Jepang. Dari sinilah bagaimana awalnya dia menjadi pelacur secara tidak sengaja; beberapa gadis terpilih dibawa ke Mama Kalong, seorang pribumi yang sudah lama mengurusi hal-hal seperti itu. Dewi Ayu akhirnya hamil. Anaknya yang pertama bernama Alamanda, yang kedua bernama Adinda, dan yang ketiga bernama Maya Dewi. Ketiga anak itu sangat cantik, seperti ibunya.

Kecantikan itulah yang memicu berbagai peristiwa tragis di Halimunda. Alamanda yang terkenal sebagai seorang wanita yang suka mencampakkan lelaki, terpaksa menikah dengan Sang Shodanco, seorang pemimpin gerilyawan, Komandan Rayon Militer Halimunda. Shodanco nyaris gila karena cintanya pada Alamanda; dia memperkosanya karena Alamanda mempermainkan hatinya. Gantian Alamanda yang dibuat nelangsa karena dia sudah mempunyai kekasih tampan bernama Kliwon, dan karena tidak ingin mengkhianati Kliwon, dia terpaksa menikah dengan Sang Shodanco. Setelah dua kali hamil angin, akhirnya pasangan itu dikaruniai seorang anak perempuan cantik bernama Nurul Aini (Ai).

Giliran Adinda, adik Alamanda yang mengejar-ngejar Kliwon yang sedang patah hati karena pernikahan itu. Di saat-saat seperti itu, Kliwon memutuskan untuk menjadi seorang komunis seperti ayahnya. Mengenakan topi pet peninggalan ayahnya, Kamerad Kliwon menjadi orang nomor satu Partai Komunis di Halimunda. Dia jugalah yang memimpin Serikat Nelayan; yang memimpin pembakaran kapal-kapal besar milik Sang Shodanco. Sang Shodanco menjadi begitu dendam pada Kamerad Kliwon, apalagi setelah dia mengatakan bahwa kandungan Alamanda hanya berisi angin. Ketika tiba masanya pemberontakan komunis, Sang Shodancolah yang menangkap Kamerad Kliwon. Kamerad Kliwon tidak jadi dieksekusi karena cinta Alamanda padanya. Setelah itu, Kamerad Kliwon melamar Adinda dan mereka menikah, mempunyai anak tampan bernama Krisan.

Anak Dewi Ayu yang ketiga yakni Maya Dewi. Atas ide gila Dewi Ayu–karena ketakutannya kalau Maya Dewi akan mengikuti jejak dua kakaknya yang badung, Maya Dewi menikah dengan kekasih ibunya sendiri, yakni Maman Gendeng. Maman Gendeng ini dulunya juga bersiteru dengan Sang Shodanco karena shodanco itu berani meniduri Dewi Ayu; padahal sejak Maman Gendeng datang ke Halimunda, tak boleh ada seorangpun yang menyentuh Dewi Ayu. Atas cintanya pada Dewi Ayu, Maman Gendeng akhirnya menikahi Maya Dewi, anak Dewi Ayu yang paling cantik. Waktu itu usianya masih dua belas tahun sehingga Maman Gendeng tidak berani menyentuhnya. Setelah beberapa tahun, pasangan itu dikaruniai anak paling cantik se-Halimunda, yang menjadi pemenang kontes Putri Pantai Halimunda, bernama Rengganis si Cantik.

Krisan jatuh cinta pada Ai. Tapi dia juga ingin sekali meniduri Rengganis si Cantik. Rengganis si Cantik ini, meskipun cantik, orang-orang mengatakan kalau dia memiliki keterbelakangan mental. Adalah Ai yang berusaha menjadi pelindungnya dari orang-orang yang hendak nakal padanya. Namun Ai juga tidak tahu kalau Krisan menyetubuhi Rengganis si Cantik, dan si Cantik akhirnya bunting. Rengganis si Cantik hanya bilang kepada orang-orang kalau anjinglah yang memperkosanya.

Suatu ketika, anak tukang kubur, Kinkin, mengaku-aku kalau dialah yang memperkosa Rengganis si Cantik. Pada malam sebelum pesta pernikahan, Rengganis si Cantik kabur karena dia tidak ingin mengawini Kinkin. Ai sangat sedih mendengarnya, dan dia kemudian jatuh sakit dan mati. Krisan menggali kuburnya dan menyimpan mayat Ai di kolong tempat tidur. Ketika Rengganis si Cantik menampakkan diri di depan Krisan, dia berkata bahwa bayi yang dilahirkannya mati, dan dia melemparkannya pada ajak-ajak. Krisan kemudian mengajak Rengganis si Cantik dan Ai ke tengah laut. Di sana, dia membunuh Rengganis si Cantik, dan melemparkan mayatnya ke laut.

Ai dan Rengganis si Cantik tidak pernah ditemukan, dan hal ini membuat orangtua mereka menjadi gila. Sang Shodanco sendiri yang sudah dibuat gila karena hantu-hantu komunis yang dulu dibantainya, mencari mayat anaknya ke mana-mana sebelum dia berakhir menjadi santapan ajak-ajak. Adalah Krisan yang pada akhirnya membuang mayat Ai ke tengah laut seperti Rengganis si Cantik.

Si Maman Gendeng, marah kepada semua anjing di kota, melakukan pembantaian besar-besaran pada anjing. Dia akhirnya moksa karena sahabat-sahabatnya sendiri sudah dibantai mati oleh para prajurit kota karena tindakan pembantaian itu. Sedangkan Kamerad Kliwon, jauh sebelum kejadian itu, sudah mati. Ketika Sang Shodanco sedang tak di rumah, Kamerad Kliwon bercinta dengan Alamanda. Karena malu pada Adinda yang tahu perbuatannya, Kameran Kliwon bunuh diri.

Bagaimana dengan Dewi Ayu? Dia mati setelah melahirkan anaknya yang keempat, yang dia beri nama si Cantik–meskipun nama itu sungguh-sungguh ironi karena anaknya yang ini sangat-sangat buruk rupa seperti seonggok tai. Dua puluh satu tahun setelah kematiannya, Dewi Ayu bangkit dari kuburnya, dan menemukan bahwa si Cantik bunting dengan entah siapapun. Namun alasan Dewi Ayu bangkit dari kubur bukan karena hal itu. Dia berniat untuk membunuh roh jahat yang sudah mengganggu kehidupan anak-anaknya. Roh jahat itu adalah Ma Gedik, kekasih Ma Iyang. Dia begitu dendam pada Ted Stammler yang telah mencuri Ma Iyang darinya, bahkan menjadikannya gundik.

Namun, meskipun roh jahat itu sudah dibunuh Dewi Ayu, kejadian buruk tetap terjadi. Yang membuat bunting si Cantik adalah Krisan; yang dia sebut sebagai pangeran. Roh jahat itu memberi tahu Kinkin, si anak tukang kubur sekaligus pemain jailangkung, yang masih menyimpan dendam kepada pembunuh calon pengantinnya. Kinkin membunuh Krisan ketika dia sedang bercinta dengan si Cantik. Dan pada usia keenam kehamilannya, si Cantik mengalami keguguran. Meskipun ketiga kakaknya bertanya anak siapa itu, si Cantik tidak mengatakan bahwa sebenarnya itu adalah anak Krisan. Mereka kemudian menjalani hidup seperti biasa; menjadi janda dan tetap menjaga rahasia masing-masing.

Novel ini pada awalnya mempunyai beberapa misteri yang membingungkan–apalagi dengan cara penceritaan yang campur aduk. Meksipun begitu, pada akhirnya empat pengakuan dari Krisan membuat segalanya menjadi jelas. Yang terakhir, seperti yang sudah dibujukkan oleh roh jahat kepadanya, Krisan mengakui pada si Cantik: kenapa dia mau mempunyai kekasih yang buruk rupa. Katanya, “Sebab cantik itu luka”. Peristiwa-peristiwa sebelumnya memang begitu tragis dan membuat luka di hati banyak orang; begitu pula luka para penduduk Halimunda. Mereka harus mengalami berbagai kejadian tidak menyenangkan yang diakibatkan oleh keluarga cantik itu.

Dikisahkan dalam latar setelah penjajahan, beberapa bab di dalamnya juga membuat kita merasakan perjuangan dalam merebut kemerdekaan, dan bagaimana mempertahankannya dari pemberontakan yang dilakukan oleh suatu kaum yang berasal dari dalam negeri sendiri. Peristiwa-peristiwa ketika penjajahan Belanda, kemudian ketika Jepang ganti menguasai Indonesia, dan ketika Indonesia merdeka, diceritakan sebagai latar yang menyertai karakter dalam cerita. Seringkali, peristiwa itu justru sebagai pemicu konflik yang sebenarnya sudah ada—misalnya ketika Kamerad Kliwon tertangkap sebagai komunis pemberontak, yang membuat sang Shodanco merasa begitu senang karena dendamnya terbalaskan. Kamerad Kliwon telah dua kali berkata bahwa kandungan istrinya hanyalah angin seperti panci kosong, dan hal itu membuatnya nyaris gila karena merasa bahwa Kamerad Kliwon mengutuk keluarganya.

Di samping itu, Eka berhasil membuat karakter yang unik. Misalnya, pada karakterisasi Dewi Ayu yang nyeleneh. Dia pelacur tercantik di Halimunda, dan hampir semua laki-laki di Halimunda ingin menidurinya. Dia sendiri meminta anak keempatnya lahir buruk rupa, karena khawatir kalau-kalau kecantikan pada ketiga anak sebelumnya akan menyengsarakan. Dia juga berharap mati, dan memang benar dia mati setelah melahirkan anaknya yang terakhir. Dia juga ibu gila yang menyuruh kekasihnya untuk menikahi anaknya. Dia juga yang memaksa Ma Gedik, kekasih neneknya, untuk kawin dengannya. Ketiga anaknya yang cantik juga dibuat berkarakter nyeleneh, sebagaimana yang dikatakan oleh Dewi Ayu:

“Orang-orang memburu kemaluanku,” katanya pada diri sendiri, “dan aku melahirkan gadis-gadis pemburu kemaluan lelaki”. (hlm 249).

Alamanda adalah gadis cantik bermata sipit seperti orang Jepang, yang suka membuat laki-laki menderita. Dia mempermainkan hati mereka kemudian mencampakkannya, seperti yang dilakukannya pada Sang Shodanco. Dia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya sendiri; menikahi laki-laki yang tidak dia cintai. Dia bahkan menggunakan celana dalam besi untuk menghindari persetubuhan yang tidak dia inginkan. Sedangkan Adinda, begitu setia pada Kamerad Kliwon meskipun tahu kalau suaminya itu telah bercinta diam-diam dengan kakaknya. Maya Dewi, yang menikahi seorang preman, mempunyai kepribadian yang baik. Dia pandai mengurus rumah dan membuat kue, dan bahkan soleh sehingga tetangga-tetangganya mau berinteraksi dengan keluarganya. Si Cantik, meskipun diasuh oleh Rosinah yang bisu, karakternya lebih banyak dipengaruhi roh jahat yang mengajarinya segala hal, bahkan bagaimana caranya mendapatkan pangeran impian. Karakter yang lain; seperti Sang Shodanco, calon Panglima Besar Tentara Keamanan Rakyat yang dibuat jatuh hati pada sosok cantik Alamanda; Kamerad Kliwon yang tampan, yang nyaris gila karena Alamanda juga; dan Maman Gendeng yang pada akhirnya mencintai anak kekasihnya sendiri, merupakan contoh karakterisasi unik. Belum lagi karakter cucu-cucu Dewi Ayu yang juga nyeleneh. Karakterisasi itu tentunya membuat kita bertanya-tanya, apa yang akan terjadi selanjutnya? Lalu, bagaimana akhir hidup dari karakter itu?

Meskipun ditulis dalam alur-alur yang membingungkan–maju-mundur, kilas balik yang memaksa kita mengingat-ingat apa yang terjadi sebelumnya–ceritanya tetap menarik untuk diikuti. Sesuai dengan judul novelnya, Cantik itu Luka, Eka Kurniawan mengajarkan kepada kita bahwa kecantikan sejatinya juga bisa membuat luka baik para pengagumnya ataupun si cantik itu sendiri.

Novel Cantik itu Luka ini sudah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa, yakni bahasa Jepang, Malaysia, dan Inggris. Terjemahan dalam bahasa Inggris, Beauty is a Wound, saat ini dipamerkan dalam ajang Frankfurt Book Fair 2015 di Jerman bersama karya-karya lainnya seperti Pulang (Leila S. Chudori).

novel-eka-kurniawan-cantik-itu-luka

Judul: Cantik itu Luka
Penulis: Eka Kurniawan
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit: 2015 (cetakan kelima, Januari 2015)

, ,

Belum ada tanggapan.

Tinggalkan Balasan