clethukan-goenawan-muhammad

Clethukan

Dalam bahasa jawa, clethukan  berarti ucapan yang terlontar pendek untuk merespon sesuatu secara spontan. Di kalangan masyarakat desa masih ada nasehat pendek ojo mung asal nylethuk -jangan asal bicara. Di era sekarang, memang banyak orang asal nylethuk. Karena spontan, biasanya memang terkadang orang baru menyadari bahwa apa yang ia tulis, katakan menimbulkan persoalan dan tanggapan yang tak diduga sebelumnya. Belum lama ini saya melihat ada sebuah akun di facebook yang menggunakan foto jenderal Tito Karnavian kemudian ia mengeditnya dan diberi tulisan singkat enaknya diberi nama apa hewan ini?.

Fenomena ini hanya satu dari sebagian clethukan yang asal nylethuk tanpa sadar apa yang sedang dilakukannya bisa menjadi boomerang. Di tahun yang pernah lewat pernah ada seorang mahasiswa asing yang menghina sultan melalui cuitan di twitter hingga minta maaf kepada sultan. Tapi, tak selamanya orang nylethuk di media sosial hanya untuk mencari sensasi atau untuk asal nylethuk.

Goenawan Mohamad semenjak 6 Desember 2009 menggunakan twitter sebagai sebuah ekspresi yang penuh metafor. Cuitannya menjadi semacam ruang singgah bagi pemikiran-pemikirannya tentang pagi, tentang demokrasi, tentang media, tentang politik, sampai dengan sejarah.

GM melalui twitternya, merespon, serta menanggapi situasi mutakhir dengan cuitan. Melalui twitter ada semacam ruang ekspresi, yang didengar, yang bisa terhindar dari hiruk-pikuk kebisingan. Dan tentu saja, melalui twitter, ia bisa bersuara yang berbeda dengan yang disuarakan, yang direspon oleh media.

Kita bisa menyimak kicauan GM tentang Soeharto berikut ini : Seorang pakar puji komunikasi Soeharto yang cool. Oh, oh, oh. Soeharto tak perlu komunikasi. Media ia monopoli dan oposisi ia kubur (6 Februari 2010). Di dalam pernyataannya yang singkat ini, GM seperti melakukan bantahan, negasi, yang tentu beda dengan pendapat media, pendapat jamak. Ia memberikan pandangan pribadinya melalui twitter ini.

Ada kritik, ada percikan pemikiran yang meski singkat, tapi tak bisa lekas pudar. Desas-desus dan dugaan kini jadi berita. Berita jadi show. Show jadi kebenaran (20 Februari 2010). Disini kita melihat ada pemikiran yang merupakan pergumulan melihat realitas yang cepat itu. Realitas, rutinitas malah jadi sumber inspirasi tak terbatas. Dan kita tahu, itu yang sebenarnya jarang dilakukan orang untuk menjadikan medsos sebagai ruang berfikir.

Dan kita tahu, jargon justru muncul di twitter. Kita bisa melihat GM justru melontarkan jargon yang unik, saat ia melontarkan I fight, therefore I tweet. Maka kita melihat ada nuansa berbeda, ada suara yang jadi sebuah sikap. Mari kita simak sikap GM tatkala melihat betapa anehnya televisi kita. TV adalah media perkasa: bisa membuat kebencian jadi fasih dan preman jadi pahlawan (16 April 2010). Meski singkat, dibatasi karakter, tapi twitter sendiri ternyata mewadahi pemikiran yang sebenarnya tak sesempit yang ada di dalamnya.

Getir dan Prihatin

Terkadang, menyuarakan kegetiran dan keprihatinan tak melulu harus dengan demonstrasi atau membawa spanduk di jalan-jalan. Twitter sendiri membuktikan, suara justru bisa didengar dan diperluas melalui koran. Di era kini, twitter pun bisa dijadikan sumber berita yang valid. Mari menyimak kalimat bernada getir berikut ini : Dari rumah dusun yang miskin itu saya makin merasa, ketidakadilan mudah terjadi terhadap orang yang tak berpartai, tak bermedia, tak bermassa.

Ada berbagai tema saat GM bercuit tentang banyak hal. Salah satu yang paling banyak adalah tema politik dan demokrasi. GM menempatkan diri sebagai seorang yang memang tak berpolitik praktis. Ia sendiri meski terkadang berpihak kepada salah satu partai tertentu, ia bukan bagian dari partai politik tertentu. Di twitter, ia berposisi sebagai penulis, sosok yang gelisah, pemikir. Seorang operator politik lokal dengan kalem menyebut Rp 20 miliar buat ongkos jadi bupati. Ya, uang telah membentuk perilaku politik indonesia.

Di dalam kalimat lain, kita temukan cuitannya tentang demonstrasi. Para pemuda turun kejalan untuk perubahan. Ini ritus yang juga ditempuh generasi sebelumnya untuk belajar bagaimana mengelola harapan dan kekecewaan. Dan kita tahu, pernyataan tadi bukan untuk mengomentari tentang demonstrasi, tapi menangkap di balik peristiwa itu. Sering kita temukan, di cuitan GM ada semacam jarak, yang hendak diambil dari realitas. Kemudian memberikan komentar atas suatu peristiwa itu.

Kritik

Saat melihat waktu, serta tempat GM melontarkan cuitannya, ada upaya untuk melontarkan kritik. Kritisisme di twitter seperti ruang untuk melontarkan ide, serta gagasan yang meski terbatas, memiliki jangkauan yang luas. Dan kita tahu, twitter adalah segenggam telepon pintar di jari kita. Kita bisa menyimak saat GM menautkan ulangtahun dengan Jakarta. Ulang tahun itu kata yang aneh; yang berulang adalah tanggalnya. Tapi mungkin tepat untuk Jakarta:tahun seolah berulang, kemacetannya sama.

Di twit lain, kita juga akan menemukan nada kritik yang keras meski dilontarkan dalam sebaris kalimat pendek. Ajaran agama mengecam ketamakan dan ketimpangan sosial, tapi para tokoh agama lebih memilih tinggal dirumah megah, banyak mobil, banyak istri.

Terakhir, twitter justru cocok menjadi ruang untuk humor. Dan tentu saja humor yang dilontarkan GM bukan lelucon murahan. Mari menyimak lelucon yang ditulis GM berikut ini : Seorang editor TIME yang dulu di Jakarta cerita ;di Istana, Bung Karno jalan seperti mau bikin statement. Waktu diikuti, ternyata cuma pipis. Di kicauan lain pun kita bisa menemukan humor yang cukup unik. Sejarah tak mungkin terulang kembali. Buktinya saya tak bisa kembali muda.

Di buku Percikan (2011) kita bisa menyimak bagaimana GM tetap tak bisa melepaskan diri dari sosok pemikir, seorang yang gelisah, yang tetap bersuara, bersikap meski hanya di ruang yang terbatas. Dan kita tahu, suara ditengah arus yang deras dan cepat seperti jadi oase, sekaligus sarana untuk menghibur diri karena humor yang diwartakannya. Di twitter kita bisa menemukan itu.

 

*) Penulis adalah Tuan Rumah Pondok Filsafat Solo, Pengelola doeniaboekoe.blogspot.com

, , ,

Belum ada tanggapan.

Tinggalkan Balasan