efek-negatif-televisi

Efek Negatif Tayangan Kekerasan di Layar Kaca

Menonton televisi itu nikmat. Tapi tahukah Anda efek negatif yang ditimbulkannya? Sudah jamak kita kenal, makhluk bernama “televisi” di abad 21 telah dikaji cukup masif. Berbagai penelitian  muncul tak hanya menyoroti bagaimana relasi televisi dengan  berbagai realitas di sekitar kita. Televisi, bukan hanya dikatakan sebagai pencapaian, tapi juga dianggap sebagai kemunduran paling nyata dari sebuah peradaban karena efeknya yang begitu riil. Benda ini selama beberapa dekade terakhir cukup membuat banyak  orang terkejut karena pengaruhnya. Ia telah mempengaruhi berbagai jutaan mata dan pemirsa di seluruh  dunia.

Ada anak membunuh bapaknya, ada bapak membunuh anaknya, hanya karena melihat bagaimana adegan pembunuhan di televisi. Produksi televisi bukan hanya menunjukkan hiper realitas,  tetapi juga membuat anak-anak, sampai kaum dewasa  tersedot, bahkan terpengaruh akibat tayangan yang muncul dari sana. Ribuan bahkan jutaan informasi dalam beberapa detik saja, di seluruh dunia sudah bisa kita nikmati  dalam waktu yang singkat. Kita bisa menikmati bali, hingga Las Vegas hanya dengan “nongkrong” di depan layar kaca  kita.

Orang bisa mencari yang positif dan negatif sekaligus di kotak  tabung kecil ini. Mulai dari berita politik, ekonomi, sosial, dan budaya di sekitar kita, sampai dengan perkembangan harga cabe. Mulai dari gosip artis, sampai dengan pembunuhan dan perampokan di kota-kota besar. Mulai dari  sinetron anak sampai dengan film dewasa.

Dampak dari  dunia yang campur aduk ini, bukan hanya membuat nilai-nilai, tata krama, sampai dengan “tradisi” begitu cepat sekali  berubah, digoyah dan kadang runtuh. Dengan membawa nilai-nilai  sendiri, televisi bisa dianggap sebagai sebuah patokan baru, aturan  baru yang diam-diam kita akui,dan kita sepakati.

Dunia yang absurd, samar dan penuh ketidakpastian itu muncul dari  tabung televisi. Siapa yang menciptakan?, sejak kesepakatan masyarakat, pemirsa maupun pemodal ikut serta menggerakkan nilai-nilai baru yang dianggap absah, dan diterima oleh publik. Televisi mau tak mau dianggap sebagai  “soft terror “ (terror yang amat halus).

Apa yang bisa kita lakukan sebagai publik atau masyarakat (pemirsa) untuk melawan dominasi atau tayangan  yang muncul di  layar kaca kita?. Buku berjudul Kekerasan di Layar Kaca (2013) yang ditulis oleh  Mochamad Riyanto Rasyid mengurai bagaimana cara kita sebagai warga publik  menciptakan tayangan  yang sehat untuk keluarga  kita.

Kekerasan yang tayang di televisi, meski kita tak bisa menolaknya,  kita bisa mendesak pihak-pihak yang berkepentingan untuk mengontrol dan bersama-sama menciptakan  tayangan  yang bebas dari kekerasan. Berdasarkan pengaduan masyarakat saja ditahun  2010, ada 646 aduan tahun 2011 menjadi  261 aduan, di tahun 2012 kekerasan  meningkat menjadi 272.

Apa dampak bila kekerasan terus menerus meneror kita  setiap hari?. Gerbner mengungkapkan bahwa “karena televisi dimiliki  oleh hampir setiap orang, efeknya menjadi seperti  memandang dunia dengan cara yang sama”( dalam Littlejohn, 2005). Artinya, semakin lama  seseorang menonton televisi, semakin sama pemikiran  orang itu dalam penggambaran televisi dan menganggapnya sebagai realita (xxxi).

Sebenarnya, pemirsa dalam hal ini, dilindungi oleh regulasi yang berkaitan dengan efek negatif tayangan televisi. Di dalam Undang-Undang Penyiaran  pasal 23 tentang SPS program tentang siaran yang memuat adegan kekerasan dilarang : Pertama, menampilkan secara detail peristiwa kekerasan  seperti tawuran, pengeroyokan, penyiksaan, perang,penusukan, penyembelihan, mutilasi, terrorisme, pengrusakan barang-barang secara kasar/ ganas. Kedua, menampilkan manusia atau bagian tubuh yang berdarah-darah, terpotong-potong, dan atau kondisi yang mengenaskan akibat peristiwa kekerasan.  Ketiga, menampilkan peristiwa dan tindakan sadis terhadap manusia. Keempat,menampilkan  peristiwa dan tindakan  sadis terhadap hewan. Kelima, menampilkan adegan memakan hewan dengan cara  yang tidak lazim.

efek-negatif-tayangan-televisi-bagi-anakJudul buku               : Kekerasan  di Layar Kaca
Penulis                      : Mochamad Riyanto Rasyid
Penerbit                    : Penerbit Buku Kompas
Tahun                       : September 2013
Halaman                   : 204 Halaman
ISBN                          : 978-979-709-747-9

Meski undang-undang tersebut  sudah ada, tapi kekuatan  masyarakat seringkali kalah dengan kekuatan  modal. Para pemilik televisi seolah tak mau mengalah, sehingga tayangan-tayangan yang  muncul sengaja agar meningkatkan rating, meski banyak efek negatifnya. Contoh yang bisa  dilihat misalnya dalam sinetron Anak Jalanan meski sudah tak tayang lagi, amat  sering menampilkan adegan  tawuran dan kekerasan lainnya yang justru  digemari anak-anak.

Akibat yang muncul  di anak-anak kita adalah semakin sering mereka menonton adegan kekerasan, mereka  akan menganggap  adegan kekerasan itu sah dilakukan. Inilah sebenarnya dampak yang mesti kita cegah agar anak-anak  kita tak menonton tayangan kekerasan. Orangtua, serta keluarga pada akhirnya menjadi  tonggak utama dalam  mencegah anak-anak kita menonton tayangan kekerasan di layar kaca kita.

*) Penulis adalah tuan rumah Pondok Filsafat Solo, Pengelola doeniaboekoe.blogspot.com

Belum ada tanggapan.

Tinggalkan Balasan