budaya-apresiasi-sebagai-kebiasaan

Menyoal Budaya Apresiasi

Oleh Elvan De Porres

Dalam hidup ini, eksistensi manusia sungguh tak lepas dari kehadirannya bersama orang lain. Manusia yang oleh filsuf Aristoteles disebut sebagai ens sociale atau makhluk sosial barang tentu membutuhkan yang lain dalam segala bentuk pengekspresian dirinya. Ini merupakan suatu ketakterbantahan hakikat. Realitas terberi semacam ini patut disyukuri dan dihayati. Sebab seringkali orang mengalami degradasi harapan dan rasa percaya diri akibat kurangnya pengakuan pihak lain. Padahal, pengakuan orang lain akan setiap pengaktualisasian diri merupakan bagian penting untuk menegaskan esensi ens sociale itu.

Bujur pembicaraan risalah ini ialah tentang kebiasaan menghargai. Poin kuncinya, pentingnya budaya apresiasi terhadap usaha, karya, dan kreativitas manusia. Ini penting karena bertendensi positif untuk perajutan nilai yang lebih kompleks. Memang dalam kenyataan, orang cenderung menganggap remeh hal-hal sederhana yang sebenarnya secara psikologis berefek penting untuk pengembangan diri lanjutan. Manusia seringkali melihat item-item besar sebagai tolok ukur kemajuan seseorang. Ini sepertinya merupakan kekeliruan. Menghargai hasil cipta, rasa, dan karsa orang lain mulai dari hal-hal sederhana adalah bagian dari pemenuhan kebutuhan dasariah manusia. Makanya, apresiasi menjadi layak diangkat dan diperbincangkan.

Apresiasi: Sekelumit Pengertian

Secara etimologis, “apresiasi” berasal dari kata bahasa Inggris appreciation, diadopsi dari kata bahasa Latin appretiare, yang berarti tindakan memberikan penilaian terhadap kualitas dari sesuatu. Oxford Advanced Learner’s Dictionary menyebut appreciation (of/for something) sebagai the feeling of being grateful for something (rasa syukur atau ucapan terima kasih kepada sesuatu). Kamus Umum Bahasa Indonesia (2008) mendefinisikan apresiasi sebagai penilaian yang berupa penghargaan terhadap segala sesuatu. Sementara itu, menurut Witherington (1950:29), apresiasi merupakan pengenalan terhadap tingkatan pada bidang nilai-nilai yang lebih tinggi. Apresiasi juga mengacu pada pengertian, pemahaman dan pengenalan yang tepat, pertimbangan, penilaian, dan pernyataan yang memberikan penilaian (Hornby dalam Sayuti, 1985:2002).

Memang tak jarang ditemui, ketika membicarakan apresiasi, orang tertuju pada diskusi seputar apresiasi seni, semisal apresiasi karya sastra, apresiasi musik, lukis, dan lain sebagainya. Akan tetapi, berdasarkan segenap definisi di atas, terlihat bahwa kata apresiasi ini beresensi pada penilaian berupa penghargaan terhadap suatu hasil karya/usaha/prestasi dalam berbagai macam hal/bidang kehidupan. Secara substansial, ini merupakan suatu hal positif. Dengan begitu, apresiasi secara tak langsung dapat pula dikatakan sebagai bentuk lain dari motivasi. Dampak psikologisnya memainkan peranan penting.

Antara Teori Maslow dan Warisan Kultural Bangsa

Berbicara tentang apresiasi tak pelak membawa kita pada salah satu teori Abraham Maslow (1908-1970). Psikolog humanistik berkebangsaan Amerika ini menelurkan gagasan tentang hierarki kebutuhan manusia dalam karyanya Theory of Human Motivation (1943). Teori hierarki kebutuhan manusia mendeskripsikan bahwa manusia memiliki berbagai macam kebutuhan dasar yang mesti dipenuhi untuk menjaga keseimbangan fisiologis dan psikologisnya. Terdapat lima kebutuhan dasar dalam bentuk piramida, mulai dari yang paling mendasar dan meningkat terus hingga yang paling puncak apabila yang lainnya sudah terpenuhi. Meskipun sangat umum, teori ini terasa mampu menemukan perealisasiannya. Bahwasannya, apa yang diguratkan Maslow tersebut telah banyak memberikan kemaslahatan dalam diskursus tentang manusia tidak hanya dalam ranah psikologi, tetapi juga melingkupi aspek kehidupan lainnya.

Kelima kebutuhan itu mulai dari yang paling dasar ialah pyshiological needs (kebutuhan fisiologis), safety needs (kebutuhan rasa aman), love and belonging (kebutuhan cinta, sayang, dan kepemilikan), esteem needs (kebutuhan penghargaan), dan self-actualization (kebutuhan aktualisasi diri). Kedua hal terakhir menjadi kredit poin dalam hubungannya dengan apresiasi ini. Apresiasi/penghargaan/penilaian bisa masuk dalam poin kebutuhan harga diri dan aktualisasi diri. Kebutuhan harga diri ini tidak hanya mencakupi penghargaan dari diri sendiri saja, tetapi lebih merupakan penghargaan dari orang lain. Di dalamnya terdapat pencapaian, kekuatan, kepercayaan diri, kompetensi, dan kebebasan berekspresi. Apresiasi memainkan peranan penting untuk menjangkaui poin-poin tersebut. Sekali lagi, ini adalah salah satu kebutuhan dasar. Orang bisa berkembang dan mendayagunakan seluruh potensi dirinya apabila kebutuhan tersebut terpenuhi.

Selanjutnya, apabila item esteem needs ini terpenuhi, aspek lanjutannya yakni aktualisasi diri barang tentu juga akan terealisasikan secara baik. Karena pada prinsipnya setiap konsep hierarki kebutuhan Maslow berpautan erat, aktualisasi diri sangat bergantung pakem pada penghargaan diri. Makanya, bila apresiasi diberikan kepada seseorang, orang tersebut pasti termotivasi untuk melakukan/menciptakan karya baru. Aktualisasi diri merupakan salah satu kebutuhan naluriah manusia untuk melakukan yang terbaik sejauh kemampuannya. Orang mencurahkan energi positifnya secara optimal dan maksimal. Sebab inilah tingkatan tertinggi dari perkembangan dan pemenuhan kebutuhan diri manusia.

Dengan demikian, apresiasi itu penting adanya. Apresiasi merupakan bagian tak terpisahkan dari kebutuhan dasar manusia. Apresiasi dapat dikatakan pula sebagai sebuah bentuk nilai; nilai penghargaan. Hematnya, budaya saling harga-menghargai merupakan salah satu kekhasan kultural bangsa ini. Bangsa ini terbentuk dari keanekaragaman. Sebuah keanekaragaman yang menguatkan sehingga membentuk moto atau semboyan kebangsaan Bhinneka Tunggal Ika. Ada kekompakan, kebersamaan, dan penghargaan satu sama lain. Sikap menghargai konteks tersebut dapat pula termanifestasikan dalam kontur apresiasi. Meskipun apresiasi pada tataran ini lebih bertendensi pada penilaian terhadap tindak-tanduk orang lain, nilai penghargaan dan pengakuan tetap menjadi kata kuncinya. Oleh karena itu, tidaklah berlebihan bila apresiasi dapat juga terkatakan sebagai salah satu warisan nilai luhur bangsa.

Menghidupkan Budaya Apresiasi

Tak dapat dimungkiri, apresiasi patut dan pantas untuk dibudidayakan. Menghidupkan budaya apresiasi memiliki beberapa pemahaman. Pertama, mengakui hakikat keberadaan orang lain. Dalam kajian filsafat manusia, keberadaan “aku” sungguh tak bisa dilepaskan dari “yang lain”. “Aku” diadakan serentak diartikan oleh “yang lain” itu. Artinya, secara tidak langsung, di dalam apresiasi, dengan mengakui hakikat keberadaan orang lain, kita sebenarnya turut menegaskan hakikat eksistensi diri sendiri. Kedua, memberikan motivasi untuk pengembangan kualitas diri lanjutan. Seseorang akan merasa bangga tatkala usaha, karya, dan kreativitasnya diberi dukungan dan pujian yang pantas. Dengannya, ia termotivasi untuk menelurkan karya-karya lanjutan. Aspek motivasi sungguh tampak nyata.

Ketiga, secara implisit memberikan motivasi bagi diri sendiri. Ketika memberikan apresiasi kepada orang lain, secara tidak langsung itu merupakan motivasi terselubung bagi diri kita supaya bisa juga menghasilkan hal positif lainnya. Selain itu, di dalam apresiasi ada kerendahan hati yang ditampilkan. Dan, orang yang rendah hati adalah mereka yang mengakui kualitas orang lain sembari berusaha mengembangkan kualitas dirinya sendiri.

Keempat, merajut nilai kebangsaan demi perkembangan dan kemajuan bersama (baca: bangsa). Telah dikatakan bahwa apresiasi merupakan salah satu warisan nilai luhur bangsa. Menghargai orang lain tentu memberikan pengaruh besar bagi perajutan tenun kebangsaan secara kolektif. Indonesia sebagai bangsa besar membutuhkan orang-orang hebat yang senantiasa berpikiran positif dan saling mendukung satu sama lain. Apabila budaya apresiasi diterapkan mulai dari hal-hal sederhana, hal-hal besar pasti bisa dilakukan. Program-program pembangunan, perencanaan-perencanaan untuk kebaikan bersama bisa lebih mudah terealisasikan.

Penutup

Budaya apresiasi merupakan kebiasaan memberikan penilaian/penghargaan terhadap hasil karya, usaha, kerja keras, dan kreativitas seseorang. Term “penghargaan” menjadi kata kunci dalam pembicaraan tentang apresiasi ini. Karena menjadi bagian tak terpisahkan dari penghargaan itu, apresiasi juga bisa diujarkan sebagai salah satu nilai kultural bangsa ini. Selain itu, apresiasi menjadi bagian penting dalam pemenuhan kebutuhan manusia, merujuk pada teori Abraham Maslow, yakni esteem needs dan self-actualization needs.

Oleh karena itu, dalam hidup bersama dengan orang lain, menghidupkan budaya apresiasi merupakan kemestian. Pentingnya budaya apresiasi merujuk pada pengakuan akan hakikat keberadaan orang lain, motivasi demi pengembangan diri lanjutan, motivasi bagi diri sendiri supaya bisa berkarya atau berbuat sesuatu, dan keterciptaan kerja sama dan budaya saling dukung dalam konteks yang lebih ekstensif. Mari menghidupkan budaya apresiasi ini mulai dari hal-hal yang sederhana.

*)Penulis adalah Mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero, Maumere, Flores, NTT

, ,

4 tanggapan ke Menyoal Budaya Apresiasi

  1. Apresiana 16 Oktober 2015 pada 19:36 #

    Setuju, apresiasi bisa meningkatkan motivasi untuk terus menjadi lebih baik. Sayangnya, budaya mengapresiasi di negeri ini agak kurang. Padahal, mengapresiasi itu penting (seperti yang disebutkan dalam artikel di atas). Terutama dalam dunia sastra. Karena semakin baik apresiasi yang didapat, maka semakin baik pula karya-karya yang lahir setelahnya.
    Keren.

    Salam Apresasi 🙂

    • Elvan De Porres 25 Oktober 2015 pada 16:13 #

      Salam apresiasi,,,,salam maju untuk Indonesia.

    • Elvan De Porres 25 Oktober 2015 pada 17:50 #

      Salam apresiasi,,,salam maju untuk Indonesia…

    • Elvan De Porres 26 Oktober 2015 pada 20:48 #

      Salam apresiasi juga,,salam maju….

Tinggalkan Balasan