etiket-bergaul

Etiket Pergaulan

            Girang. Itulah rasa yang tepat saat menggambarkan buku paketan datang. Semakin jarang ke toko  buku, ternyata  membuat  pikiran penat, itu bagi saya. Untuk mengatasi itu, saya pun sering belanja online. Hati saya girang, saat Pak Wihar seorang karyawan di sekolah saya mengabarkan buku paketan saya sudah tiba. Salah satu buku pesanan saya adalah buku berjudul Etiket dan Pergaulan (1975). Buku lawas bersampul cewek cantik, dandanan sexy. Sampai anak-anak pun berkomentar “Wah, pak guru itu gambarnya ndak baik, kelihatan udelnya”.

            Dari sisi isinya saya pun penasaran, waktu-waktu luang di dalam jam mengajar, saya gunakan untuk membaca buku ini. Buku ini terbit di masa Orde Baru. Ingatan saya justru melayang menautkan judul buku dengan situasi tertib, dan patuh. Setelah membaca  bukunya sampai selesai, saya pun jadi berfikir, buku ini tak berkait dengan ideologisasi Orde Baru meski terbit di masa Orde Baru.

            Buku memuat bagaimana menjadi manusia yang bijaksana dan bajik saat bergaul. Di pengantar buku ini penulis Ben Handaya menuliskan kalimat menarik yang menghubungkan etika dengan pergaulan.” Buku ini mencoba memberikan berbagai macam pengertian tentang etiket dan pergaulan dengan sedikit lebih mendalam daripada umumnya. Yang penting adalah pengertiannya bukan cara-cara yang harus dilakukan karena setiap tempat dan waktu bisa saja mempunyai cara-cara yang berbeda”(h.5).

           

etiket-bergaul

Judul Buku: Etiket dan Pergaulan
Penulis: Ben Handaya
Penerbit: Kanisius
Tahun terbit: 1975
Halaman: 73 Halaman

Pembaca dibuat tak puas di halaman awal, buku juga menuliskan pengertian etiket. Menurut penulis etiket adalah tata cara atau tingkah laku yang baik. Kata etiket berasal  dari bahasa perancis yaitu e-t-i-q-u-e-t-t-e. Etiket penting diperhatikan ketika kita bergaul dengan orang lain. Seorang yang tidak mengetahui tata cara yang baik di dalam pergaulan dapat dimisalkanseperti seorang pengendara mobil yang tidak mengerti tentang  peraturan lalu lintas (h.13).

            Kita diajak untuk menelusuri bagaimana etika itu ada dalam dunia pergaulan seperti bagaimana sikap kita ketika berhadapan dengan orang lain, bagaimana berkenalan, berkunjung ke tempat oranglain, saat bercakap-cakap, sampai dengan etika ketika berbicara di telepon.

            Ada kutipan menarik yang diringkas dari berbagai negeri tentang bahaya berkata-kata. Di antaranya adalah orang  bijaksana mempunyai hati di lidahnya, sedangkan  orang pandir berlidah di hatinya. Di dalam lidah kita terdapat tali yang cukup kuat untuk menjerat  batang leher seseorang (h.39).

            Di dalam etika, terkadang setiap orang di negeri berbeda memiliki etiket sendiri-sendiri, dan kita tak bisa memberikan penilaian kepada orang lain ketika  hal itu tak sesuai dengan etika kita. Misalnya seperti minum minuman keras, barangkali di luar hal ini adalah wajar, namun kita tak  boleh seketika memperingatkan  teman kita yang kebetulan dari luar negeri. Misalnya dengan mengatakan “Eh, minum alkohol itu tak baik”. Dengan demikian, etiket harus memperhatikan pula siapa yang kita ajak bicara, siapa yang kita peringatkan, darimana serta samakah kebudayaannya dengan kita.

            Ada hal menarik lain yang mendapat sorotan di buku ini. Diantaranya adalah kita  dilarang bersungut-sungut. Bolehlah tuan dan puan saya kutipkan pernyataan di buku ini “Adalah hal yang tidak menggembirakan kalau kita mempunyai teman yang suka bersungut-sungut. Salah  satu cara yang baik didalam pergaulan ialah jangan dibiasakan bersungut-sungut,marah,atau mengumpat biar bagaimanapun juga kesalnya perasaan  (h.43).

            Saat membaca bab Jam Karet dibuku ini,aku jadi ingat budaya yang  jelek yang beredar disaat mengikuti  organisasi. Sungguh  muak rasanya melihat budaya ini masih melekat di teman-teman mahasiswa saat ini. Buku ini serasa member wejangan atau nasehat buat kita. Simaklah! “ Di Indonesia, soal janji ngaret tidak demikian serius. Kalau terlambat, paling-paling orang yang menunggu itu menggerutu dengan muka masam. Tapi, walaupun akibatnya tidak demikian serius karena toleransi orang timur, hendaknya kebiasaan “ngaret” dihilangkan sampai pada batas minimum. Termasuk etiket yang baik  untuk menepati janji, memenuhi undangan tepat waktu” (h.56).

            Pada bab akhir, kita dihimbau untuk meneliti perkembangan anak-anak kita dengan memberikan bimbingan , pembinaan watak, serta membiasakan memberi tanggungjawab berupa pekerjaan seperti membereskan kamarnya sendiri,mengatur tempat tidurnya, meja belajarnya atau  mengirimkan bingkisan-bingkisan  kepada tetangganya sambil belajar ramah  tamah  (h.71).

            Membaca buku tipis ini, kita jadi faham bagaimana tatacara bergaul yang baik. Ternyata, tak selalu apa yangkita anggap benar adalah layak  atau dianggap benar juga di mata oranglain. Bila hendak menjadi remaja gaul dan keren, perlu kiranya buku etiket dan pergaulan karya Ben Handaya ini jadi rujukan. Meski buku berukuran kecil, tapi manfaatnya banyak untuk semakin memahami tentang etika serta etiket di dalam pergaulan kita.

 

*) Tuan Rumah  Pondok Filsafat Solo, Pembaca Buku Bertema Pendidikan, Remaja, dan Kanak-Kanak

Belum ada tanggapan.

Tinggalkan Balasan