guru-juga-manusia

Guru Juga Manusia

Beberapa hari yang lalu, tepatnya pada tanggal 25 November, diperingati sebagai Hari Guru Nasional. Upacara-upacara diadakan di berbagai daerah untuk merayakannya. Para siswa beramai-ramai memberikan bunga untuk gurunya. Yang sudah lulus, ikut berpartisipasi dengan menulis status di media sosial. Tak ketinggalan Google Indonesia yang mengubah tampilan doodle-nya untuk menyemarakkan hari guru. Semua orang, baik guru maupun bukan, kelihatannya bersuka cita merayakan hari guru itu.

Namun, di balik itu semua, masih ada secuil kenyataan pahit yang dialami oleh beberapa guru, terutama guru honorer. Dikutip dari kompas.com, ada seorang guru honorer yang mendapatkan gaji sekitar Rp150.000 per bulan. Di jaman sekarang ini, gaji itu sangat tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Maka, di samping mengajar, guru itu nyambi jualan tahu. Dengan berjualan tahu itulah, beliau dapat mencukupi kebutuhan keluarganya.

Memang, sejak dulu nasib para guru honorer memprihatinkan. Tidak ada kejelasan status ke depannya, pun nasib kesejahteraannya. Upah yang diterima jauh di bawah standar dan kadang malah dibayarkan tidak sesuai tanggal. Wajar saja jika para guru mengeluhkan nasibnya. Namun, entah kenapa pemerintah seolah menutup mata–atau memang menutup mata melihat kenyataan itu. Suara para guru kalah dengan protes keras para buruh untuk menuntut upah sesuai dengan Kebutuhan Hidup Layak menurut standar mereka. Jika ada guru yang mengeluh, yang mendengarkan biasanya hanya mencibir. Bagi mereka, tak pantas seorang guru mengeluhkan nasibnya karena hal itu berarti ketidakikhlasan.

Masih banyak orang yang menganggap bahwa pekerjaan guru itu mudah. Jam kerja sesuai dengan kedatangan dan kepulangan siswa. Nanti bekerjanya juga cuma mengajar dan memberikan PR. Padahal, tugas guru sebenarnya tidak hanya mengajar. Mereka juga diharuskan untuk mendidik anak agar mempunyai perilaku yang baik. Hal semacam ini tidak boleh sembarangan dilakukan karena sangat berpengaruh pada masa depan para siswa. Salah kata ataupun sikap ketika mendidik juga akan berpengaruh pada motivasi dan kepribadian siswa, karena siswa adalah makhluk hidup yang mempunyai perasaan, bukannya benda mati yang diam saja ketika diperlakukan. Guru juga memikul beban berat baik dari pemerintah maupun orang tua, karena bertanggung jawab untuk mencerdaskan siswa agar di masa depan mereka menjadi orang yang berguna bagi nusa dan bangsa. Hal ini sebagaimana yang tercantum dalam UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3 yang berbunyi: “Tujuan pendidikan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”.

Ironisnya, pemerintah menuntut para guru untuk meningkatkan kualitasnya. Berbagai pelatihan dilakukan untuk meningkatkan mutu guru yang diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan negara. Namun, pemerintah lupa akan satu hal: guru juga manusia. Mereka bukanlah superhero seperti di layar kaca yang bisa berbuat apa saja untuk menolong orang. Mereka mempunyai kehidupan yang harus dihidupi. Mereka juga mempunyai keluarga di rumah yang harus dibiayai. Anak-anak mereka juga sekolah, istri-istri mereka juga memasak seperti ibu rumah tangga pada umumnya. Mereka juga harus membayar cicilan ini-itu, membayar pajak ini-itu. Mereka juga sebenarnya adalah pegawai kantoran seperti pegawai kantoran lainnya, hanya objek yang dihadapi atau dikerjakan saja yang berbeda. Mereka juga membutuhkan kesejahteraan yang layak untuk melangsungkan hidupnya. Guru tidak bisa dianggap terus-menerus ikhlas menerima upah yang tidak sesuai untuk hidup di jaman seperti sekarang ini.

Jika memang tak bisa diangkat sebagai pegawai negeri, gaji guru, terutama guru honorer, dapat ditingkatkan sesuai dengan standar UMR wilayah masing-masing. Apa salahnya meningkatkan kesejahteraan guru Indonesia? Jika guru Indonesia sejahtera, mereka pasti tidak akan pusing memikirkan masalah hidup yang memang sudah berat. Para guru pasti akan lebih berfokus mengajar anak didiknya daripada kebingungan mencari tambahan biaya untuk menyambung hidup. Mereka akan lebih bersemangat mengajar, sehingga materi pelajaran akan tersampaikan kepada anak dengan mudah. Mereka akan lebih berfokus melakukan pekerjaan guru sesungguhnya, yakni mengajar dan mendidik dari hati, sehingga dapat tercipta peserta didik yang berkarakter sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.

Terhitung sudah tujuh puluh tahun Indonesia merdeka. Namun sayangnya, hal ini tidak dibarengi dengan “merdeka”-nya para pendidik di Indonesia. Masih banyak hal yang perlu diurus di sana-sini. Pemerintah memang sudah merencanakan berbagai macam wacana untuk para pendidik, yang entah kapan terealisasi. Kenyataannya, kesejahteraan guru masih rendah. Semboyan “pahlawan tanpa tanda jasa” mungkin memang sudah seharusnya diganti agar pemerintah mau memberikan tanda jasa untuk para guru yang sudah bekerja keras mendidik anak bangsa ini.

, ,

Belum ada tanggapan.

Tinggalkan Balasan