buku-reformasi-sektor-keamanan

Ketergantungan Sektor Keamanan Negara Kita

Wacana Reformasi Sektor Keamanan (RSK) memang masih asing di telinga masyarakat sipil kita. Wacana ini pun barangkali juga begitu asing di telinga mahasiswa. Wacana RSK ini memang baru popular di kalangan organisasi non pemerintah, akan tetapi wacana ini ikut menentukan bagaimana perkembangan demokrasi dan juga perkembangan politik di negara kita.

Wacana RSK muncul dikarenakan pada masa Orde Baru peran dan komunikasi sipil masih berada dalam keterbatasan. Keterbatasan itu tidak hanya dikarenakan rezim Orde Baru yang begitu membatasi kebebasan berpendapat, kebebasan berorganisasi dan juga berpartisipasi dalam ruang publik. Dalam posisi itulah, buku Muhamad Haripin (2013) mengisi kekosongan wacana mengenai RSK yang ada di negeri ini. Selain itu, buku ini juga mengurai bagaimana potret RSK di negeri ini baik dalam kerangka komunikasi publik, hingga dalam kerangka regulasi, serta diseminasi isu di kalangan masyarakat kita.

Bila kita melihat perkembangan RSK di negeri ini paska Orde Baru, wacana Reformasi Sektor Keamanan muncul bersamaan dengan tumbangnya Orde Baru. Bersamaan dengan itu pula, muncul wacana pencabutan dwi fungsi ABRI yang merupakan salah satu tuntutan reformasi. Munculnya pencabutan dwi fungsi ABRI ini dipandang penting untuk menarik garis pisah antara kepentingan keamanan negara dengan politik. Dalam hal ini, peran militer yang semula ikut mengkondisikan dan menjaga stabilitas negara, setelah Orde Baru dibatasi peran dan fungsinya. Setelah masa Soeharto digantikan oleh Habibie, muncul wacana RSK lebih gencar, selain dorongan dan desakan dari organisasi non pemerintah, wacana dan isu RSK mulai diakomodir oleh Habibie. Bila dahulu di masa Orde Baru pemerintah menggunakan Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban  (Kopkamtib), Badan Koordinasi Intelijen Negara (BAKIN), dan doktrin dwi fungsi sebagai alat kontrol politik, maka setelah Soeharto turun, situasi pengendalian keamanan pada masyarakat sipil menjadi tak sekaku dan seseram Orde Baru.

Munculnya wacana Reformasi Sektor Keamanan pada sisi historis memang  didasari dari fakta sejarah bahwa di masa Orde Baru hubungan antara para penegak keamanan negara seperti polisi, ABRI, dan TNI maupun organisasi keamanan lainnya berada pada posisi di bawah kekuasaan pemerintah dan kekuasaan politik. Organisasi dan lembaga keamanan negara adalah alat politik dan kepanjangan tangan kekuasaan. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, sebagaimana reformasi yang terjadi puluhan tahun lalu, wacana RSK tidak bisa dilepaskan dari konteks global. Dalam posisi ini, negara-negara maju, memandang bahwa negara berkembang seperti Indonesia dianggap belum mampu mengurusi aspek keamanan negaranya. Maka dari itu, melalui organisasi non pemerintah, atau lembaga swadaya masyarakat, muncul wacana “transisi demokrasi” yang memandang negeri ini masih dalam tahap berkembang dan perlu bimbingan untuk mengurusi dan meningkatkan sistem keamanan negara. Wacana RSK pun akhirnya berkembang tidak hanya pada urusan keamanan negara, mereka -para lembaga donor, dan juga lembaga asing kemudian mengurusi juga aspek partisipasi publik, partisipasi politik, hingga urusan transparansi dan kebijakan public serta pemberdayaan masyarakat.

Sebagaimana yang diuraikan oleh Muhamad Haripin dalam buku ini, wacana RSK seperti masih belum memuaskan. Adanya pemisahan dan batasan peran organisasi dan lembaga pemerintah seperti TNI, POLRI, dan juga lembaga penegak hukum tak cukup mampu mengurangi dan memecahkan sektor keamanan negara. Selain daripada itu, muncul pula Densus 88 yang di masa sekarang cenderung tak efektif dan manipulatif dalam menyikapi relasi terorisme dan agama. Ditambah lagi dengan banyaknya lembaga negara yang semakin tak mampu mengurusi persoalan korupsi, kejahatan pencucian uang, hingga korporatisme negara yang dijalankan melalui dinasti kekuasaan maupun politik rente.

Bila kita menilik garis relasi antara RSK dengan kebijakan pemerintah maka kita akan menemukan kesimpulan bahwa efektifitas RSK tidak mungkin tidak juga ditentukan oleh kapasitas dan political will dari pemimpin negara, dalam hal ini Presiden. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Haripin, RSK sempat mendominasi dan cukup berkembang di masa Gus Dur, sayang sekali kelompok partai politik dan kubu oposisi justru mendorong kepentingan politik lebih diutamakan, sehingga upaya Gus Dur menguatkan isu RSK menjadi terhambat dan tak berlanjut. Selain daripada itu, Reformasi Sektor Keamanan di negeri ini mesti didasari pada kontekstualisasi dan keadaan negara saat ini. Sebut saja bila di masa Megawati marak gerakan terorisme dan juga perlu optimalisasi peran BIN, muncullah undang-undang dan regulasi yang berkaitan dengan hal itu. Begitu pula sebaliknya, di  masa sekarang, seberapa penting regulasi keamanan diciptakan harus memandang kondisi dan fakta yang ada di negeri ini, bukan sebaliknya berasal dari dorongan dan desakan dari negara lain.   Karena itulah, kebijakan dan isu RSK di negeri ini seringkali tidak bisa dilepaskan dari kepentingan internasional. Haripin menyebut dalam buku ini ornop masih sangat bergantung dengan dana asing (hal.115). Kita sering melihat posisi negara yang masih minor inilah yang cukup berbahaya, karena tak hanya berpengaruh pada independensi kebijakan dan juga kemandirian kita menciptakan sistem keamanan di negeri kita sendiri. Ketergantungan dan independensi itulah yang tak menyelesaikan persoalan keamanan di negeri ini, tetapi sebaliknya seringkali membuat status quo lebih langgeng. Hal ini tentu tidak baik bagi keberlangsungan proses demokratisasi di negeri ini.

Selain itu, yang lebih urgen paska reformasi ini justru adalah penyelesaian problem kesenjangan ekonomi dan juga problem keterbatasan akses rakyat pada pelayanan kesehatan, pendidikan dan juga terhadap akses pekerjaan. Bila pada aspek ini sudah terpenuhi, maka wacana RSK akan semakin ditopang dengan terciptanya stabilitas nasional. Kita masih percaya pada relasi antara kemakmuran ekonomi rakyat dengan keamanan Negara. Bila semakin makmur kondisi rakyat di suatu negara, tentu semakin minim potensi kerusuhan dan konflik. Padahal, yang selama ini terjadi lembaga keamanan negara seperti militer lebih dipandang sebagai penjaga dari tambang-tambang dan perusahaan asing, polisi dan para penegak hukum lebih dipandang sebagai pembela kaum berduit. Pada problem inilah, wacana dan isu RSK ditantang untuk mengatasi dan mampu menelorkan kebijakan yang brilliant. Hal ini dikarenakan masa sekarang sudah jauh dari masa Orde Baru dan masa Reformasi, mestinya hak-hak publik itu bisa diselesaikan melalui komunikasi efektif melalui lembaga-lembaga aspirasi rakyat maupun melalui elemen-elemen penegak demokrasi termasuk ornop  dan media massa. Pada posisi inilah, buku Haripin penting sebagai referensi dan juga potret perkembangan isu RSK yang cenderung tak banyak berubah dan masih jauh dari proses demokratisasi di Indonesia. Begitu.

buku-reformasi-sektor-keamananJudul Buku: REFORMASI SEKTOR KEAMANAN PASCA ORDE BARU
Penulis: Muhamad Haripin
Penerbit: Marjin Kiri
ISBN: 978-979126025-1
Tahun Terbit: September 2013

 

Penulis: Arif Saifudin Yudistira, Pegiat di Bilik Literasi SOLO, Pengasuh di MIM Kartasura

, , , ,

Belum ada tanggapan.

Tinggalkan Balasan