Andy F Noya

Kisah Sang Jurnalis Kick Andy

            Siapa yang tak kenal Andy Noya?, pembawa acara Kick Andy yang sudah amat popular dan familiar di mata kita. Tapi tak banyak yang tahu bahwa kisah pembawa acara Kick Andy di Metro TV ini ternyata penuh lika-liku, serta perjuangan yang panjang. Andy Noya semula harus menahan selama empat tahun untuk bersedia menuliskan biografinya. Ada semacam rasa ragu tatkala kisahnya dihadirkan kepada publik.

            Membaca kisahnya yang di masa kecil penuh dengan tantangan dan trauma, membuat kita mengerti bahwa ”hidup” tak bisa kita kendalikan sepenuhnya. Semasa kecil karena ia keturunan Belanda, membuatnya dihina dan dibully teman-temannya. Ia dihina teman-temannya karena di masa kecilnya saat itu adalah masa-masa menjelang kemerdekaan sehingga jargon dan rasa nasionalisme sedang hangat-hangatnya. Hal ini membuatnya menjadi terkucil dan merasa tak percaya diri.

            Derita Andy Noya tak hanya sampai disini, di masa kecilnya, ia mengalami masa-masa yang kekurangan. Apalagi setelah ditinggal kakeknya, sedangkan neneknya sendiri juga harus pergi ke Belanda. Andy Noya menghabiskan masa kecilnya sejak SD di Surabaya. Di Surabaya itu pula, ia mengalami nasib serba kekurangan. Ayahnya menjadi montir mesin tik. Ibunya seorang penjahit. Ada pengalaman pahit berkaitan dengan kehidupannya di masa SD ini. Di waktu temannya mau ulang tahun, kebiasaan teman-temannya memakai baju ulang tahun. Melihat itu, ibunya berusaha semalam suntuk membuatkan baju ulang tahun untuk Andy. Tapi betapa sialnya, tatkala jadi baju ulang tahun itu, celananya kependekan. Andy pun harus mengalami hinaan dan ditertawakan diantara teman-temannya. Baju itu ternyata dibuat dari kain bekas yang dijahit ibunya sendiri dalam satu malam.

            Kehidupan Andy sedikit berubah tatkala pindah ke Malang. Di masa tinggal di Malang itu sang nenek kemudian sering berkirim kabar dan uang kepada Ibunya. Dari itu, Ibu Andy Noya terkadang tak perlu repot-repot dalam urusan menjahit. Di Malang itu pula Andy akhirnya bisa berkumpul dengan Sang Ayah yang sebelumnya merantau di Jayapura.

Ketika Sang Ayah akan kembali ke Jayapura, Andy beserta keluarga pindah ke sana. Di Jayapura ia melanjutkan pendidikan di tingkat SMP. Bila dahulu Andy merasa malu dan harus bersembunyi tatkala melihat Ayahnya, kini setelah Ayahnya tiada (meninggal), ia merasa bangga dan tak malu menyebut Ayahnya walau hanya seorang montir tik (h.172).

Kehidupannya di Jakarta dimulai tatkala Andy sekolah di STM. Ia masih mendapat bantuan dari kakaknya karena kakaknya sudah menikah waktu itu, kakaknya membantunya agar bisa mandiri. Setelah lulus STM, ia ingin menjadi wartawan. Maka ketika Andy ingin melanjutkan ke Sekolah Tinggi Publistik, ia harus berjuang agar bisa kuliah disana. Sebab tak biasa di masa itu, lulusan STM melanjutkan studi ke STP (Sekolah Tinggi Publistik). Andy pun tak menyerah, ia menuliskan pengalamannya itu : “Maka hampir setiap hari kami ke kampus STP agar aku dibolehkan sekolah disitu. Bahkan ibuku pernah menangis dihadapan Pak Moeryanto Ginting”.  Merasa iba, Pak Ginting akhirnya menghadap rector STP Ali Moechtar, dan disuruh untuk mendapatkan rekomendasi dari Dikti waktu itu. Singkat kata, aku berhasil mendapat rekomendasi dari Dikti (h.193).

Dari STP itulah, kegemaran dan kemampuan menulisnya semakin terasah. Selain menulis di berbagai media massa di masa itu, Andy pun mendapat tawaran untuk mewawancarai tokoh-tokoh penting di proyek penerbitan buku Apa dan Siapa Orang Indonesia di tahun 1985 dari TEMPO.

 Di buku Biografi ini, kita akan menemui kisah perjuangan Andy Noya bersama Surya Paloh tatkala mengajak Andy Noya bergabung bersama Media Indonesia. Sikap Andy Noya yang tak mau didekte dan tak kenal kompromi membuatnya mesti mempertahankan prinsip idealismenya sebagai seorang jurnalis. Sebelumnya ia menjadi wartawan majalah di Prioritas. Di Media Indonesia, akhirnya ia merasa menemukan banyak tantangan dan ujian. Terlebih tatkala ia dipercaya untuk memimpin Metro Tv. Di Metro Tv karirnya semakin cemerlang tatkala mendapat dorongan dari Surya Paloh untuk membuat program acara sendiri, hingga akhirnya ia membuat program Kick Andy.

Kesuksesan dan kecemerlangan karirnya tak membuatnya lupa akan perjuangan dan masa-masa sulitnya. Di tengah-tengah kesibukannya memandu acara Kick Andy, Andy Noya mendirikan Kick Andy Foundation dan Yayasan Rama-Rama untuk kegiatan aktifitas sosialnya. Baginya, semua kegiatan sosialnya memperkaya batinnya. Menurut Andy Noya, Kebahagiaan hidup tidak melulu berupa materi yang kita miliki. Ada yang lebih bernilai dari itu(h.408).

Membaca Biografi Andy Noya, membuat kita semakin mengerti lebih dalam dunia dan tantangan kehidupan seorang jurnalis. Darinya kita beroleh pesan bahwa pekerjaan jurnalis tak bisa menghentikan kita untuk berbuat sebanyak mungkin untuk sesama.

*) Penulis adalah Guru MIM PK Kartasura, Pengelola doeniaboekoe.blogspot.com

 

, , , , ,

Belum ada tanggapan.

Tinggalkan Balasan