When I Was a Little Seminarian #1

Populer

Setelah lulus SD, saya masuk Seminari, itu sebuah lembaga pendidikan khusus calon imam Katolik selama enam tahun (SMP-SMA). Tempat itu dikepung tembok-tembok tinggi, jam keluar yang sangat singkat dan aturan yang sangat ketat sehingga siapapun harus kreatif menghibur diri sendiri. Ketika masih SMP, salah satu cara untuk mendapatkan hiburan adalah mendengarkan suara anak-anak perempuan di balik tembok karena berdampingan dengan asrama, ada sebuah gereja tempat dimana setiap pagi anak-anak perempuan dari asrama putri SMP Kartini pergi misa. Tetapi karena antara asrama dan gereja dibatasi tembok, kami hanya bisa mendengar suara mereka. Suara anak-anak perempuan itu membuat kami terhibur dan tersiksa. Kadang-kadang, demi menarik perhatian mereka kami akan melakukan hal-hal konyol seperti memukul-mukul tembok atau memanggil mereka dengan nama-nama perempuan seperti Ana, Melan, Santy dan sebagainya.

Tetapi akhir-akhir ini yang paling sering kami lakukan adalah melempar handuk atau baju-baju di jemuran ke udara. Sampailah pada suatu pagi, memang sedang sial atau saking bersemangat, saya melempar sesuatu ke angkasa terlalu tinggi. Karena itu, angin menerbangkannya ke seberang, pasti di antara kerumunan anak-anak perempuan itu sehingga terdengarlah teriakan histeris dari seberang. Dalam sekejap mereka mulai tertawa cekikikan, terdengar bisik-bisik dan bahkan ada yang mulai menyebut nama saya. Ini ajaib. Saya pikir saya mulai popular di kalangan anak-anak perempuan itu. Kalau kau seorang anak lelaki remaja, pasti tahu bagaimana rasanya. Namun ketika saya baru mulai menikmati masa kejayaan itu, sebuah ranting pohon angsana kering muncul dari balik tembok diiringi sorak-sorai suara wanita-wanita itu. Pada ujung ranting itu tersemat sebuah celana dalam warna biru. Kini giliran saya dan teman-teman saya berseru histeris, kami menyangka para gadis di sana sedang menggoda kami dengan menunjukan celana dalam mereka. Kami meledak tertawa dan bersuit-suit. Mereka balas menyiuli kami. Suasana menjadi seru. Teman-teman saya ada yang mulai gatal-gatal. Kemudian, benda itu jatuh ke tanah. Dan pada saat itu saya melihatnya. Saya hampir shock karena malu, sebab tepat pada bagian karet luar celana dalam itu tertulis berwarna hitam menggunakan spidol snowman sesuatu yang sangat saya kenal. Nama saya sendiri. Terang benderang.

gambar: seminari mataloko

2 tanggapan ke When I Was a Little Seminarian #1

  1. willy 30 November 2014 pada 07:11 #

    pasti kau yg jolok2 itu ke udara

  2. Marina Herlambang 29 November 2014 pada 19:12 #

    Hahahaha Sukur :-p

Tinggalkan Balasan