sumber gambar dari www.jurukunci.net

Membuat Karakter untuk Cerita Fiksi Anak

Berita Buku – Terma ‘karakter’ biasanya dipakai dalam dua konteks. Konteks pertama, karakter merujuk pada individu-individu yang muncul dalam cerita seperti ketika ada orang yang bertanya; “Berapa karakter yang ada dalam cerita itu?”. Konteks kedua, karakter merujuk pada percampuran dari berbagai kepentingan, keinginan, emosi, dan prinsip moral dari individu-individu tersebut seperti yang tampak implisit pada pernyataan; “Menurutmu, bagaimanakah karakter dalam cerita itu?” (Robert Stanton).

Cerita fiksi anak adalah cerita yang ditujukan untuk anak-anak, dengan tema yang sesuai untuk anak-anak, tentunya. Ketika seorang anak membaca cerita fiksi, si anak biasanya tertarik dengan karakter dalam cerita itu. Misalnya saja si putri yang cantik, si pangeran yang tampan, atau pemuda yang jago dalam melawan musuh-musuhnya. Karena itu, membuat karakter yang kuat sangat penting agar anak tertarik membaca cerita. Di samping itu, dalam cerita fiksi anak, pemberian nilai-nilai moral mungkin lebih ditekankan daripada cerita fiksi lainnya. Nilai-nilai moral ini biasa dikaitkan dengan amanat atau pesan. Dan, pembawa pesan ini adalah karakter-karakter dalam cerita itu.

Karakter dalam Cerita Fiksi Anak

Karakter juga sering disebut sebagai penokohan. Seperti yang sudah disebutkan di atas, menurut Stanton (2012: 33), terma ‘karakter’ dapat mempunyai arti yang berbeda. Sedangkan menurut Nurgiyantoro (2013: 74), tokoh adalah pelaku cerita lewat berbagai aksi yang dilakukan dan peristiwa serta aksi tokoh lain yang ditimpakan kepadanya. Lebih lanjut lagi, Nurgiyantoro menyatakan ada beberapa jenis tokoh dalam cerita fiksi untuk anak, yakni tokoh protagonis dan tokoh antagonis, serta tokoh datar dan statis.

Dalam cerita fiksi anak, watak seorang karakter biasanya terlihat jelas. Gampangnya, kalau tidak jahat, pasti baik. Misalnya saja tokoh ibu tiri jahat yang disandingkan dengan tokoh anak tiri yang baik. Jarang sekali cerita fiksi anak yang menampilkan tokoh statis; di awal baik tetapi kemudian berbuat jahat. Meskipun menurut Nurgiyantoro hal itu sebenarnya lifelikeness—seperti kehidupan/ kenyataan, anak mungkin akan bingung dalam memahami cerita. Menurut Nurgiyantoro, “Anak pun sebenarnya menyukai perkembangan watak, tetapi perkembangan itu haruslah yang masih dapat dikualifikasikan sederhana sehingga mudah diikuti”.

Di samping jenis-jenis karakter, ada juga cara pengungkapan sifat karakter. Nurgiyantoro (2013: 78-79) menyatakan, pengungkapan sifat karakter dapat dilakukan melalui dua cara, yakni cara uraian atau cara dramatik. Cara uraian adalah pengungkapan sifat karakter dari pengarang secara langsung, sedangkan cara dramatik adalah pengungkapan sifat karakter dari ucapan tokoh lain. Dalam cerita fiksi untuk anak, cara uraian mungkin lebih tepat untuk digunakan anak berusia muda. Begitu pula sebaliknya, cara dramatik lebih tepat digunakan untuk anak-anak lebih tua.

Stanton (2012: 34-35) menyatakan bahwa nama-nama karakter dapat digunakan untuk membentuk sifat karakter itu. Misalnya saja Latifah, yang secara bahasa berarti lemah lembut, jadi bisa dipastikan bahwa karakter itu bersifat lemah lembut. Dalam manga Jepang, nama seorang karakter seringkali juga merupakan sifat karakter itu sendiri. Di samping itu, menurut Stanton, deskripsi eksplisit dapat digunakan untuk mengetahui sifat karakter—meskipun hal ini tidak mutlak, menurut saya. Misalnya karakter yang berkacamata adalah anak yang pintar dan selalu ingin tahu.

Motivasi Karakter

Menurut Stanton (2012: 33), alasan seorang karakter untuk bertindak sebagaimana yang ia lakukan dinamakan motivasi. Motivasi dapat spesifik, dan dapat pula dasar. Lebih lanjut lagi, Stanton menyatakan bahwa motivasi spesifik adalah “alasan atas reaksi spontan, yang mungkin juga tidak disadari, yang ditunjukkan oleh adegan atau dialog tertentu”. Sedangkan motivasi dasar adalah “hasrat dan maksud yang memandu sang karakter dalam melewati keseluruhan cerita”.

Dalam cerita fiksi anak, kedua motivasi ini dapat timbul secara berdampingan. Misalnya saja dalam cerita Putri Salju dan Tujuh Kurcaci. Si ibu tiri membujuk Putri Salju agar keluar dari rumah, motivasi spesifiknya adalah untuk membuat Putri Salju memakan apel. Sedangkan motivasi dasarnya adalah si ibu tiri ingin menjadi wanita tercantik di seluruh dunia.

Membuat Karakter untuk Cerita Fiksi Anak

Setelah membaca beberapa pemaparan di atas, tentunya kamu paham beberapa hal mengenai karakter dalam cerita fiksi anak. Berikut ini beberapa tips untuk membuat karakter untuk cerita fiksi anak.

Pertama, menentukan pesan moral terlebih dulu. Ya, membuat cerita fiksi untuk anak memang gampang-gampang susah, karena menyisipkan pesan moral secara indah dalam cerita merupakan tanggung jawab yang cukup berat. Di samping itu, hal ini juga berkaitan erat dengan motivasi si karakter. Namun, meskipun susah, pada dasarnya pesan moral dalam cerita fiksi anak hanya satu, yakni kebaikan pasti akan menang melawan kejahatan. Si baik akan mendapatkan hadiah, sedangkan si jahat akan dihukum.

Kedua, menentukan siapa karakter utama sesuai dengan pesan moral. Siapa dalam konteks ini adalah posisi si karakter dalam masyarakat sosial. Bisa jadi dia adalah seorang putri, pangeran, atau mungkin hanya rakyat jelata biasa.

Ketiga, memberi sifat pada karakter. Tahap ini juga sekaligus tahap untuk menentukan yang mana tokoh yang jahat dan yang baik. Seperti yang sudah disebutkan di atas, dalam cerita fiksi anak, seorang karakter biasanya hanya mempunyai sifat datar. Jarang sekali yang mempunyai sifat statis. Jika kamu ingin membuat karakter dengan sifat statis, sebenarnya tidak apa-apa. Buatlah secara sederhana saja, misalnya karakter dengan sifat jahat menjadi baik setelah ditolong oleh karakter dengan sifat baik.

Keempat, menentukan motivasi karakter. Misalnya, kamu dapat membuat karakter baik mempunyai motivasi dasar seperti ingin menolong semua orang. Sedangkan motivasi dasar karakter jahat, ingin menghancurkan reputasi karakter baik. Motivasi spesifik dapat dikreasikan sendiri melalui tingkah laku dan dialog para karakter; hal ini berkaitan dengan alur cerita fiksi.

Kelima, membuat karakter tambahan. Karakter tambahan ini bisa merupakan motivator karakter lainnya. Biasanya diwujudkan sebagai ibu, peri penolong yang baik, atau sahabat dekat. Bisa juga seorang asisten untuk membantu karakter lain bertindak jahat.

Itulah beberapa tips yang dapat kamu gunakan untuk membuat karakter dalam cerita fiksi anak. Meski begitu, jangan lupakan unsur-unsur cerita lainnya agar terbentuk cerita yang asyik untuk diikuti, seperti alur dan latar. Selamat mencoba.

Sumber Referensi:

Nurgiyantoro, Burhan. 2013. Sastra Anak. Cetakan ke-3. Yogyakarta: UGM Press.

Stanton, Robert. 2012. Teori Fiksi. Cetakan ke-2. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

, , , , , , , , ,

Belum ada tanggapan.

Tinggalkan Balasan