buku-menggugat-pendidikan

Menggugat Pendidikan

Peradaban manusia dikembangkan melalui proses pembelajaran yang terus menerus. Pendidikan disebut-sebut sebagai salah satu pilar yang membuat peradaban manusia bisa maju. Manusia dibedakan dengan mahluk lainnya karena kemampuannya berpikir. Karena itu, manusialah satu-satunya mahluk yang bisa dididik. Sementara lainnya, hanya bisa dilatih.

Selain signifikan, pendidikan selalu menjadi masalah yang kompleks bagi manusia. Oleh karena itu, tak salah kalau pendidikan memiliki banyak dimensi pemahaman. Kekayaan pemahaman tentang pendidikan itulah yang coba diangkat buku setebal 562 halaman ini kepada pembacanya.

Buku “Menggugat Pendidikan” bisa disebut sebagai bunga rampai para pemikir pendidikan di berbagai penjuru dunia. Para pedagog, mulai dari konservatif, progresif, liberal, dan anarkis dikumpulkan dalam buku ini untuk menyampaikan gagasan-gagasannya mengenai dunia pendidikan. Ada tiga puluh empat esai tentang pendidikan yang menyoroti berbagai masalah di seputaran pendidikan. Oleh karena itulah kekayaan pemikiran dari buku ini tentang pendidikan tak dapat lagi disanggah.

Lewat buku ini setidaknya kita diajak memahami bahwa pendidikan bukanlah sebuah dimensi tunggal. Dia hadir dan memilih wajahnya sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor di luarnya. Persoalan politik, ekonomi, budaya, dan perspektif dalam memahami manusia menjadi pilar penting bagaimana sebuah pendidikan dipahami. Tidak hanya dipahami, faktor-faktor itu jugalah yang menentukan bagaimana pendidikan itu dijalankan.

Bidang kajian buku ini sangat luas. Kajiannya meliputi hampir semua unsur dalam pendidikan. Seperti tentang guru, kurikulum, sekolah, kaitannya dengan bidang ekonomi, politik, dan agama. Tak berlebihan rasanya jika menyebut buku ini lengkap dalam membicarakan persoalan pendidikan.

Masing-masing penulis berbicara melalui konteks yang dihadapinya. Buku ini juga menghadirkan beberapa penulis yang berbeda pandangan walau tinggal dalam konteks yang sama. Ini tentu sangat menguntungkan pembaca. Dengan cara ini, pembaca dapat memutuskan sendiri gagasan siapa yang relevan, benar, dan cocok untuk diterapkan. Dengan kata lain, buku ini sedang berbicara pada kita bahwa tidak ada cara yang tunggal dalam mendidik manusia. Semua tergantung pada kepekaan dan analisa yang tajam terhadap persoalan konteks yang dihadapi.

Sama seperti judulnya, buku ini mampu merangsang pembacanya untuk menggugat stabilitas pemahaman dan pelaksanaan tentang pendidikan itu sendiri. Kritik dan masukan-masukan yang disediakannya sangat cocok bagi mereka yang bergerak dalam dunia pendidikan, baik itu sebagai guru, dosen, aktivis, bahkan pelajar. Buku ini akan menggugat segala pemahaman kita yang terlanjur sudah mapan tentang pendidikan. Dia akan memberi kita alternatif lain perihal dunia pendidikan itu sendiri. Kita akan diajak menyelami samudera pemikiran tentang dunia pendidikan lewat esai-esai yang bernas.

Tapi, tentu saja buku ini pun mengandung beberapa kelemahan. Seperti disebutkan sebelumnya, buku ini berisi gagasan yang berisi pemikiran para pedagog dengan latar belakang konteks yang dihadapinya. Sehingga, beberapa esai dalam buku ini baru bisa dipahami jika pembaca sudah mengetahui dulu konteks yang dihadapi kala tulisan ini dibuat. Kita harus tahu lebih dahulu keprihatinan macam apa yang menggerakan penulisnya untuk melahirkan gagasan yang sedemikian rupa.

Kita ambil contoh esai yang ditulis Erling Jorstad, “Politik Hari Kiamat”. Esai ini banyak mengkritik teologi dan ideologi fundamentalis Kristen yang menitikberatkan pandangannya tentang hari kiamat dan eksklusifitas pemahaman teologisnya. Sehingga pertanyaannya adalah,  “Apa hubungan antar hari kiamat dengan dunia pendidikan?” Tentu ini menjadi sebuah pertanyaan besar, bukan?

Pertanyaan itu baru bisa dijawab jika melihat konteks tulisan itu dibuat. Tulisan itu dibuat sebagai respon persoalan dunia pendidikan AS dan hubungannya dengan agama. Sebagaimana kita ketahui, sejak teori evolusi mengemuka di sana, muncul gagasan-gagasan yang mencoba untuk menyingkirkan pelajaran agama dari institusi sekolah. Sekolah harus steril dari agama. Dalam konteks inilah tulisan itu baru bisa dipahami.

Sebagai pembaca, kita juga harus dituntut untuk kritis dalam menyikapi setiap gagasan yang ada dalam buku ini. Misalkan saja gagasan Ivan Illich yang ingin menghapuskan sekolah karena menganggap sekolah tak lebih seperti institusi agama yang memelihara mitos. Sekolah, kata Illich, adalah lembaga yang dikultuskan seperti agama. Jika gagasan ini diserap begitu saja tanpa daya kritis untuk memahami keseluruhan pemikiran Ivan Illich, tentu saja itu akan memberi persoalan tersendiri buat kita dalam konteks Indonesia.

Buku ini memberi kita sebuah pelajaran penting tentang pendidikan. Pendidikan adalah tentang manusia dan pergulatan hidup yang dihadapinya. Oleh karena itulah pendidikan tidak bisa dilepaskan dari dua hal ini. Signifikan atau tidaknya sebuah pendidikan bergantung pada kemampuan pelaksanaan pendidikaan itu sendiri dalam meresponi konteks sosial yang dihadapinya. Jika pendidikan berjarak dan terpisah dari konteks sosialnya, itulah cikal bakal pendidikan akan ditinggalkan karena dianggap tidak lagi cocok dengan kenyataan sosial yang dihadapi.

Tanpa bermaksud melebih-lebihkan, buku ini wajib dibaca bagi siapa pun yang tertarik pada dunia pendidikan dan persoalan yang dihadapinya. Buku ini wajib jadi bahan refleksi bagi siapa pun yang ingin melihat kemajuan dunia pendidikan kita di Indonesia.

, , , , , ,

Belum ada tanggapan.

Tinggalkan Balasan