bahasa-gaul-bahasa-untuk-bergaul

Menggunakan Bahasa Gaul, Mengapa Tidak?

Bahasa merupakan faktor penting dalam menunjang hubungan dan interaksi antar umat manusia di bumi. Perkembangan bahasa memang telah ada sejak ribuan tahun lalu. Sejak itu pula bahasa banyak mengalami pergeseran makna atau perubahan pada pengucapannya. Sebagai contoh adalah kata “raden” yang kerap dipakai orang-orang Suku Jawa untuk menyebut mereka yang berasal dari keturunan bangsawan. Raden memiliki asal kata rahadian atau roh-adi-an. Roh artinya ruh, adi artinya besar. Rahadian atau roh-adi-an mengacu juga pada kata radin yang memiliki makna rasa, perasaan. Dan mengacu pula pada kata radya yang bermakna keraton, pemangku negeri. Hingga pada akhirnya semua asal kata tersebut tak lagi digunakan untuk menyebut mereka yang berdarah biru, kini masyarakat lebih familiar dengan kata raden itu sendiri. Contoh di atas menunjukan bagaimana perkembangan bahasa mengalami pergeseran baik itu pengucapan atau pun makna.

Tidak hanya itu, perkembangan bahasa pun diwarnai dengan berbagai unsur lainnya seperti bahasa adopsi dan serapan dari bahasa daerah atau bahasa asing. Kita mengenal kata algojo dari Bahasa Portugis, bakmi dari Bahasa China, atau akte dari Bahasa Belanda. Entah berapa banyak kata adopsi dan serapan dari bahasa lain yang mewarnai khasanah Bahasa Indonesia. Dan untuk era digital ini, perkembangan bahasa menjamur begitu pesat dengan banyaknya macam-macam bahasa gaul atau untuk beberapa tahun ke belakang orang  menyebutnya sebagai bahasa alay. Bahkan untuk bahasa alay ini atas ide kreatifnya Debby Sahertian merangkum semua bahasa alay ciptaannya dalam sebuah kamus yang ternyata direspon baik oleh masyarakat. Kita bisa mendengar bagaimana orang mengganti kata “aku” menjadi akika. Kata “merasa lapar” menjadi lapangan terbang. Kata “macet” menjadi macica muhtar. Fenomena bahasa alay bin gaul kini mengalami perubahan lagi ke arah adopsi dari bahasa asing. Untuk sekarang ini lewat jejaring sosial viral sebuah kata campur sari antara Bahasa Indonesia dan bahasa asing, sebut saja kata zaman now, zaman old.

Lalu, pertanyaannya, berbahayakah bahasa gaul itu? Apakah pengguna bahasa gaul harus dimusuhi dan diasingkan layaknya pengidap penyakit menular?

Perkembangan bahasa gaul sepintas memang cenderung menjauhi aturan formalitas bahasa Indonesia (jika PUEBI dijadikan rujukan berbahasa). Dampaknya bahasa gaul senantiasa menimbulkan pro dan kontra. Di satu sisi ada orang yang menilai bahwa penjamuran bahasa gaul telah merusak tatanan bahasa Indonesia yang sesungguhnya, yang dikhawatirkan lambat laun akan menghilangkan pengetahuan generasi muda dalam mengenal Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Namun di sisi lain, perkembangan bahasa gaul telah memberi warna tersendiri bagi Bahasa Indonesia itu sendiri. Bahasa Indonesia menjadi lebih kaya di mana kita bisa menemukan antara dua kelompok bahasa yakni bahasa formal dan bahasa sehari-hari yang jenaka. Maka, sebagai pengguna Bahasa Indonesia yang bijaksana alangkah lebih baiknya kita mengapresiasi keberadaan kedua bahasa tersebut.

Sebagai pengguna bahasa yang cerdas, kita dituntut untuk bisa menempatkan kedua bahasa tersebut sesuai porsinya. Bahasa gaul bisa kita gunakan dalam pergaulan sehari-hari. Rasa-rasanya terlalu serius juga jika kita berbincang dengan sahabat atau teman sebaya dengan bahasa yang mengacu pada aturan Bahasa Indonesia baku. Apalagi jika topik perbincangan seputar hal-hal kocak dan cenderung penuh canda. Pasti garing banget cerita humor sesuai dengan PUEBI (Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia). Sesuai istilahnya, bahasa gaul adalah bahasa untuk bergaul. Lewat bahasa gaul, kita bisa mencairkan keseriusan ke arah suasana yang lebih ringan. Sedangkan untuk situasi formal seperti pada pidato, penulisan makalah, skripsi, tesis, disertasi atau laporan penelitian dan lingkup formal lainnya kita berkewajiban untuk menggunakan Bahasa Indonesia sesuai PUEBI.

Adapun cara agar generasi muda tidak kehilangan pengetahuan akan wawasan pengetahuan Bahasa Indonesia yang baik dan benar, maka pusat-pusat pendidikan berkeharusan membiasakan para siswanya berbicara, menulis, dan mendalami Bahasa Indonesia itu sendiri sehingga mereka benar-benar paham tentang bagaimana cara berbahasa Indonesia yang sesuai PUEBI.

Oleh karena itu, keragaman Bahasa yang ada di tanah air ini mulai bahasa daerah hingga bahasa gaul yang semakin pesat patutnya dijadikan sebagai anugerah yang menambah warna bagi kekayaan Indonesia. Indonesia tidak hanya kaya dengan budaya, alam, atau kulinernya, tapi juga kaya akan bahasanya.

BACA JUGA:

, ,

Belum ada tanggapan.

Tinggalkan Balasan