rahasia-senyuman

Menguak Rahasia Senyuman

Apa yang bisa dibayangkan bila hidup ini tak pernah ada masalah?. Tentu saja, kita akan selalu menyunggingkan senyum. Kenyataannya, hidup tak selalu mulus. Tetapi mengapa senyum mesti tetap disunggingkan?. Nah, dengan senyum itulah, ada aura dan energi yang ternyata ikut memberikan nuansa positif tak hanya pada hati yang dirundung lara dan putus asa, tetapi juga mengakibatkan sel-sel syaraf kita memikirkan sesuatu yang positif.

Buku kecil karangan Ngadiyo (2016) ini berusaha untuk mengungkap mengapa senyum memberikan energi positif kepada kita. Ia mencoba membagikan pengalamannya tentang senyuman. Di bab awal buku ini, ia menunjukkan bagaimana senyuman memiliki magnet sosial, sebagaimana artis-artis yang sering menyunggingkan senyum.

Selain itu, senyuman juga bisa membuat hati kita tenteram. Di bab selanjutnya ia mencoba menelusuri bagaimana senyum dipraktekkan dan dilihat dari sisi religius. Ia menunjukkan bagaimana nabi, dan islam sendiri mendudukkan senyuman sebagai ibadah.

Tentu saja kita bisa melihat dalam kehidupan kita sehari-hari. Bagaimana senyum bekerja mempengaruhi orang-orang di sekitar kita. Senyuman bukan hanya ikut membentuk persepsi orang kepada kita. Kalau kita jarang tersenyum, tentu saja orang akan memandang kita tak ramah, tak asyik, dan penyendiri.

Orang asing saja lebih banyak menunjukkan senyuman kepada kita, bukan karena sebagai ekspresi yang santun, tetapi juga merupakan ekspresi betapa mereka ingin menunjukkan sikap yang ramah kepada kita.

Biasanya, memang amat susah kita tersenyum pada orang yang menyakiti kita. Bila orang yang menyakiti kita ternyata hampir setiap hari muncul dalam kehidupan kita. Bila hal itu terjadi, senyum kita cenderung berkurang. Bila hal itu terjadi pada diri kita, tentu kita tak boleh membiarkan hal ini terus-terusan. Kita bisa mensiasati dengan senyum dan memaksakannya. Dengan demikian, kita juga akan merasakan, ada perubahan hati kita. Dari yang semula bersifat membenci, menjadi ramah. Nah, hal inilah yang membuat teman yang kita benci jadi respek dan segan kepada kita.

Selain itu, di buku ini juga menyoroti bagaimana senyuman yang kita berikan kepada orang lain sejatinya kembali kepada kita. Melalui senyuman kita itulah, sebenarnya kita akan mendapatkan respon yang positif, efek yang baik, baik dalam hubungan sosial maupun dari sisi personal dan kepribadian kita.

Meski buku ini banyak menuliskan tentang hasil penelitian yang mencoba dipaparkan mengenai manfaat senyuman, tapi buku ini memiliki kelemahan sumber referensi. Pembaca dibuat tertegun dan tak percaya, mengenai data yang dituliskan oleh penulisnya. Boleh jadi penulis mengutipnya dari buku, atau internet, sayang, penelitian hanya mengungkap manfaat, bukan siapa yang meneliti dan sumber penelitiannya terasa kurang.

Dalam hal inilah, seorang penulis buku mesti memperhatikan aspek-aspek ini. Bukan hanya persoalan teknis semata, tetapi juga sebagai etikad baik dan etis dalam penulisan, untuk menghormati siapa yang melakukan penelitian tersebut. Selain itu, pembaca juga bakal lebih yakin ketika sumber penelitian yang dituliskan di buku ini cukup lengkap.

Sebagai buku motivasi, buku ini lebih menunjukkan dan memaparkan senyuman lebih banyak dari sisi religius. Itupun cenderung kurang lengkap, dari referensi, sumber dan pengalaman yang dituliskan penulis. Penulis nampak sekali tergesa-gesa menerbitkan buku tipis ini.

Meski ditampilkan dengan kemasan yang unik dan memikat, bahasa yang segar, tetapi buku ini tetap tak mampu menutupi kekurangannya. Kita juga berpengharapan penulis mau merevisi, melengkapi dan membuat buku ini menjadi lebih menarik dan meyakinkan pembaca mengenai manfaat senyuman. Terlepas dari itu semua, kita boleh mengejek buku ini dengan senyuman tulus. Hehehe.

*) Penulis adalah Pengelola doeniaboekoe.blogspot.com, tuan rumah Pondok Filsafat Solo

,

Belum ada tanggapan.

Tinggalkan Balasan