menyiapkan-masa-depan-anak

Merenungkan Masa Depan Anak Kita

           Di tengah-tengah berbagai persoalan mulai dari politik, ekonomi, hingga persoalan sosial, barangkali persoalan anak cenderung tak banyak mendapat perhatian publik. Boleh jadi karena dunia bergerak terlalu cepat, hingga kita luput menengok persoalan di dunia anak-anak kita saat ini.

            Padahal persoalan anak-anak seperti tak pernah usai. Mulai dari kasus anak putus sekolah, hingga anak bermasalah di sekolah. Mulai dari anak yang menjadi korban kekerasan oleh keluarganya sendiri. Hingga anak yang menjadi korban kekerasan atas orang lain. Angka satu korban sekalipun terlalu mahal untuk dibayar ketika hal ini menyangkut anak-anak kita. Maklum, siapa mau kehilangan (nyawa) anaknya?. Bila orangtua ditanya begitu, tentu tak seorang pun mau kehilangan anak kesayangan mereka.

            Namun, sudahkah kita benar-benar memperhatikan, serius menangani, mencegah apa yang menjadi soal anak-anak kita saat ini?. Dalam soal pendidikan misalnya, kita belum benar-benar memiliki konsep pendidikan yang berorientasi pada kearifan lokal yang mempertahankan nilai-nilai luhur kebudayaan bangsa. Seorang filsuf India Prem Kirpal (1978) menulis : “ Pendidikan anak sungguh penting, tetapi akhir-akhir ini kecenderungannya sangat merisaukan malah terasingkan dari kebudayaan tradisional yang mereka miliki. Hal ini disebabkan karena mereka terlalu berat memikul beban model-model yang masih asing maupun beberapa prioritas yang menyimpang sebagai akibat ulah kelompok penguasa yang dibesarkan di dalam sistim pendidikan Barat. Tidak perlu diragukan lagi, kecenderungan tersebut harus segera diubah, dan isi pendidikan harus sesuai dengan kebudayaan asli maupun kebutuhan lingkungan sebagian besar rakyat negara-negara berkembang yang tinggal di daerah pedesaan.”

            Di tahun 1978, soal pendidikan anak sudah digaungkan di meja bundar UNESCO pada waktu itu. Tapi sampai kini, soal pendidikan anak kita yang masih tergantung dengan sisa-sisa tokoh lama yang dididik dengan pola kolonialisme masih ada. Sehingga akan mustahil membayangkan pendidikan dengan kurikulum nasionalisme  akan lekas muncul dari lingkungan pendidikan kita. Faktor yang menonjol adalah ketidaktahuan konsep pendidikan yang dibangun berdasarkan konsep nasionalisme. Kita tahu, nasionalisme pendidikan Indonesia dirintis oleh Ki Hajar Dewantara. Konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara tak memisahkan antara pendidikan dengan kebudayaan. Kebudayaan menjadi faktor penting untuk menguatkan pendidikan.

            Ada jurang menganga, keterputusan generasi antara yang memadukan, menyerap nilai-nilai kebudayaan ke dalam pendidikan menjadi pola pendidikan yang cenderung pada barat. Semakin lama, generasi anak-anak kita ke depan bila tak dikenalkan tokoh, pemikiran serta konsep pendidikan nasional kita, mereka makin kehilangan jejak dan tak lagi mengenal pemikiran tokoh pendidikan kita di masa lampau.

            Alhasil, orang menjadi mudah menjiplak, meniru, sampai dengan bergaya internasional dalam menerapkan kurikulum di pendidikan. Sementara sekolah internasional yang sesungguhnya tak meninggalkan konsep kebudayaan sebagai materi di sekolah mereka. Hal ini saya temukan saat mencari sekolah tingkat SMK di Singapore. Mereka justru tak melepaskan budaya sebagai materi pokok di pergaulan maupun kurikulum sekolah internasional.

            Direktur Jenderal UNESCO Amadou-Mahtar M’bow di buku Dunia Macam Apa Yang Akan Kita Wariskan Pada Anak –Anak Kita (1978) menulis pernyataan menarik berkaitan dengan persoalan anak kita di masa mendatang. “Sedikit banyak semua peradaban manusia dapat dipandang dalam keadaan krisis, kalau pun perubahan itu memang pernah statis. Tapi salah satu ciri yang paling menonjol dewasa ini, ialah penolakan generasi muda untuk menerima prinsip, norma, keyakinan, maupun ideologi yang telah mengilhami kalangan yang lebih tua.”

            Soal tata krama yang mulai hilang, etika yang kian ditanggalkan, sampai pada adab yang sudah dilupakan, adalah ciri bagaimana generasi ke depan semakin melakukan penyangkalan terhadap nilai-nilai masa lalu. Anak-anak, dengan laju energi, percepatan, dan perubahan yang drastis ini kemudian tak lagi mengingat, bahkan menangkap jejak kebudayaan apa yang orangtua mereka alami di masa itu.

            Anak-anak kita lebih condong menciptakan pola kebudayaan baru, sistem hidup baru, hingga norma yang sesuai dengan kecenderungan mereka di masa kini. Saat isu pendidikan makin mahal, kebutuhan kian meroket, anak-anak kita semakin tidak memiliki kesempatan untuk memiliki rumah dengan mudah seperti orangtua kita di masa lalu.

            Orang makin tidak bisa memprediksi, menebak, bahkan menghadapi ancaman masa depan. Perubahan yang makin cepat ini membuat segala sesuatunya menjadi mudah bergeser, inkonsisten, dan tak tetap. Sebagaimana Alvin Toeffler (1978) pernah menuliskan “Perubahan masa sekarnag, terasa kian melaju, mengakibatkan sulitnya manusia dan kebudayaan untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan tersebut.”

            Pendidikan memang modal untuk anak kita untuk menghadapi dunia yang runyam ini. Anak-anak meski mengikuti pola pendidikan berbasis barat, ia mesti didampingi tatkala mereka sudah kembali ke rumah. Melalui pendidikan keluarga, orangtua bisa memberikan koreksi, saran, hingga solusi agar mereka (anak-anak) kita tak terlalu larut dalam model pendidikan yang jauh dari kehidupan asali mereka. Di saat pendidikan menjadi kunci bagi tumbuh dan berkembangnya anak kita menjadi lebih baik dari kita, kita pun masih menyimpan kekhawatiran akan krisis, degradasi, hingga kekacauan-kekacauan yang akan dialami anak kita di masa depan.

            Di saat itulah, kita harus kembali pada dasar pendidikan keluarga. Di pendidikan keluarga itulah akan terbentuk filter bagaimana anak kita dididik dan diajari perilaku, etika, hingga berbagai kebudayaan yang menjadi pegangan hidup mereka dan menjadi nilai yang berharga untuk kira wariskan. Disinilah, sebenarnya kekhawatiran kita pada anak-anak, tak hanya terletak pada bagaimana mereka hidup kecukupan di masa mendatang, tapi juga memastikan mereka tumbuh dan berkembang serta mampu menghadapi masa depan yang serba tak tetap dan tak pasti itu.

*) Peminat Dunia Pendidikan Dan Anak, Pendidik di SMK Kesehatan Citra Medika Sukoharjo

Sumber gambar : pexels

BACA JUGA:

, , ,

Belum ada tanggapan.

Tinggalkan Balasan