nitizen-atau-netizen

Netizen Brandal

                Sebuah layar monitor berada di samping cangkir yang seperempatnya berisi ampas kopi . Di depan cangkir ada asbak bersama  tumpukan abu rokok.  Mereka berdiri di atas meja depan sebuah kursi kayu bersandar di salah satu sisi tembok.  Di sebelah kiri, kanan, dan depan, diapit papan kayu triplek sehingga membentuk ruang persegi tanpa atap berukuran 1×1 m. Di papan paling depan ada tulisan angka “5” dengan cat kayu berwarna terang.

Dari sana dapat dilihat, beberapa orang ramai berlalu lalang, karena papan paling depan menyisakan jarak yang sengaja dipotong menjauhi ujung sisi papan sebelah kanan. Di antaranya ada seorang pria yang masuk lewat celah itu.

                Pria itu memencet tombol power pada monitor. Layar monitor yang tadinya mati, menyala dan menempilkan sebuah form kosong di bawah tulisan “WAR Net”. Pria itu mulai mendaratkan jari, mengetik asal-asalan di atas keyboard. Sesaat setelah form kosong itu terisi, muncul tampilan halaman baru pada monitor.

Ada dua pilihan browser di layar, ia membuka keduannya. Pada browser pertama dia masuk ke situs Facebook, pun pada browser kedua. Namun, ada yang berbeda saat melakukan log in. Antara facebook browser pertama dan browser kedua, log in menggunakan alamat email yang tidak sama. Antara browser pertama dan kedua ada dua akun yang berbeda.

Pertama-tama, ia membuka akun pada bowser yang dibuka paling awal. Di halaman “pofil saya”, terpampang foto  dia sedang berada di tepian pantai bersama beberapa orang yang terlihat seperti teman-teman kuliahnya. Kursor bergerak menuju  tulisan “Ubah Foto Profil”.

Pria itu mencolokkan flashdisk ke slot CPU, lalu mengambil salah satu foto. Tidak banyak yang berbeda dari foto sebelumnya, foto dia yang masih berpose bersama beberapa orang yang sekilas terlihat sama. Perbedaannya hanya, sekarang mereka yang memakai mantel dan jaket hangat sedang kumpul berjejer di belakang api unggun.

Cukup lama ia menunggu hingga fotonya benar-benar terunggah. Pria itu meminimize browser lalu membereskan cangkir di samping kanan monitor, kemudian membawa keluar. Sementara ia pergi, proses upload sudah selesai. Ia kembali dengan membawa sebuah cangkir yang sama, namun berisi penuh kopi hangat.

Layar monitor Facebook sekarang berada pada halaman “Beranda”. Terlihat beberapa kiriman dari akun pengguna lain. Foto, beberapa rangkaian kata-kata, video. Digesernya tampilan beranda facebook semakin ke bawah, sesekali digeser ke atas memastikan kiriman yang sekilas sudah ia lihat. Tampilan layar di branda terus bergerak ke bawah dan kadang ke atas. Sampai kursor berhenti pada sebuah kiriman dari salah satu media online, berita tentang politik. Kursor bergeser menuju link “Komentar”, lalu diketuknya dengan telunjuk tangan kanan pada tombol kiri mouse dibawah genggamannya.  Kiriman dari situs media online itu tampil lebih detail, menampilkan semua tanggapan komentar dari berbagai pengguna facebook.

Tampilan layar monitor kembali bergerak semakin ke bawah, dan berhenti pada sebuah komentar. Di bawah komentar itu ada tiga pilihan, “Suka, Balas, Laporkan”.

Kursor digerakkan menuju link “Balas”. Terdengar bunyi “klik”, sesaat monitor segera berganti halaman yang berbeda, menampilkan detail komentar dari salah satu pengguna. Pria itu memanggut dagu, sambil menerawang balasan komentar satu per satu seraya mengklik  “suka” pada beberapa komentar balasan, sebelum kembali menggeser tampilan layar semakin ke atas.

Sekarang ia berhenti pada kotak berwarna  putih, kotak komentar. Jarinya kembali menari di atas papan ketik, senada dengan bermunculannya kata demi kata sesuai yang ia ketikan di atas papan ketik . Ia beberapa kali menekan tombol “back space” untuk kembali berfikir mencari kata yang tepat. Terakhir, jari telunjuknya didaratkan di atas tombol “Enter”.

Layar monitor kemudian dibawa  kembali ke halaman kiriman dari media online yang dimana sudah dibukanya, sebelum menglik link judul berita. Kursor di geser ke atas menuju salah satu tab yang baru saja dibuka sampai halaman berbeda muncul. Kini sudah bukan halaman Facebook lagi. Tapi halaman situs resmi dari media online tersebut.

Tampilan halaman di monitor digeret jauh lebih pelan dibanding menggeret beranda facebook. Sedikit demi sedikit kata-kata demi kata berita politik itu begeser ke bawah, sampai berhenti di paragraf penutup.

Kursor kembali diarahkan ke tab Facebook. Kini pada tool “Pemberitahuan”, sudah muncul angka 1 berwarna merah tua. Pria itu menggeser mouse dan mengarahkan kursor mendekatinya

Beberapa pengguna sudah menaruh komentar di  bawah komentar si pria. Diantara itu, ada beberapa yang khusus ditujukan kepadanya. Si pria lalu membuka salah satu akun yang menyentil dirinya. Ia melihat sebuah akun dengan foto pofil seorang pria sedang minum segelas jus di sebuah cafe yang ia kenal, tidak jauh dari tempat tinggalnya.

Dia mencoba memberi respon terhadap pernyataan yang ditujukan terhadapnya. Suara keyboard pun mengelitik cukup panjang tanda ia sedang menulis kata yang panjang. Beberapa kalii kelingking kirinya menekan  tanda seru, sampai  ditutup tombol enter, sesaat sebelum  komentar barunya kembali muncul.

Sejenak ia menghirup kopi panas untuk kemudian tangan kananya kembali menggenggam mouse,  membawa tampilan kembali ke halaman beranda. Tidak jauh berbeda dengan yang dilakukan sebelumnya, menggeser halaman sampai bawah, lalu berhenti pada sebuah kiriman dari media online. Tapi kali ini agak lain, berita yang ingin ia tanggapi adalah berita tentang perceraian sepasang selebitis. Bukan pembeda baginya, seperti semua hal yang dibagikan situs media online akan selalu menarik.

Kembali jari-jari kedua tangannya mengklitak-klituk atas papan keyboard. Tepat saat itu, muncul sebuah “pemberitahuan” dari pengguna yang sama dengan yang menanggapi komentar balasannya tadi. Melihat itu, ia menghentikan ketikannya dan memilih meninggalkan berita selebritis. Komentar pengguna ini lebih menarik, mungkin.

Cukup lama ia menatap layar monitor dengan kening yang mengerenyit, bacaan yang dibacanya cukup panjang. Sambil matanya terus menerawang monitor,  ia meraih gagang telinga cangkir dengan gerak tubuh yang berbeda. Tidak setenang tadi. Wajah geramnya meniratkan kalau ada sesuatu yang tidak ia kehendaki berada di layar monitor. Kini bukan hanya  hirupan yang sekedar satu dua, setengah cangkir kopi habis hanya dengan satu tegukan.

Caranya mengetik di atas keyboard pun lebih kasar, seperti tidak mau kalah panjang dari orang yang sudah menyentil komentar dan membuatnya geram. Ia terus mengetik tanpa peduli berapa halaman facebook yang akan habis hanya untuk menampung kata-kata dalam komentarnya. Tanda seru pun lebih banyak, beberapa bahkan ada yang beruntun.

Selepas menekan “enter”, ia membiarkan halaman tetap seperti itu. Kedua tangannya tidak berada pada keyboard atau mouse, tapi disilangkan dibawah dagu. Antusias menunggu balasan komentar orang yang sangat konyol sekaligus memuakkan dalam pikirannya.

Tidak sampai satu menit, kini repson yang ia terima tidak sepanjang tadi, hanya ada beberapa susunan kata yang bisa dibaca dan dimengerti dalam beberapa detik.

“Kamu akan saya laporkan dengan tuntutan pencemaran nama baik dan pelanggaran IT!”.

Memangnya bisa?”, gumam si Pria diiringi sedikit tawa pendek dengan nada mengejek tanpa niat untuk ia ketik. Ia terlihat tidak terlalu ingin memperdulikan respon terakhir itu. Diminimizenya browser, untuk kemudian masuk ke bowser yang satu lagi.

Di beranda facebook pada browser yang ini, sudah berjejer dari atas ke bawah berbagai kiriman oleh akun situs media online, bahkan tidak ada kiriman lain selain kiriman dari media online.

“Astaga!”, ekpresinya seketika berubah. Bukan ekspresi geram seperti yang ia pasang saat minum kopi, ini lebih terlihat seperti kaget. Di layar monitor terlihat dia baru saja membuka halaman “profil saya”.  Tidak ada satupun kiriman pada akun yang ini, selain foto profil yang hanya gambar sebuah animasi yang banyak beredar di google.

Dibukanya kembali bowser yang ia gunakan untuk menanggapi kiriman dari media online tadi. Bukan hanya sekedar “pemberitahuan” yang sudah menumpuk. Kini ada sebuah pesan pribadi di kotak masuk. Dari pria yang telah membuatnya geram.

“Komentar kotormu sudah saya jadikan barang bukti”.

. Masih dengan raut wajah yang tidak terlihat baik-baik saja, pria itu mengarahkan kursor ke tab “keluar”. Wajahnya semakin gelisah setelah melihat di layar di dekat tab keluar dengan diapit dua tanda kurung.

“Keluar (Rudi Hermawan)”.

Gusar dan gelisah dengan keringat dingin di sekujuer wajahnya, sampai-sampai tempat itu seperti ruang kosong meskipun nyatanya banyak orang yang lalu-lalang di depannya. Tangan gontainya mencoba menggenggam mouse lalu membuka akun facbook pada browser yang tidak sempat ia gunakan.

“Keluar (Nitizen Brandal)”.

Belum ada tanggapan.

Tinggalkan Balasan