pernikahan-menurut-islam

Pernikahan dan Kebahagiaan Sejati

Pernikahan adalah sebuah tangga. Konon, seorang yang belum menikah ibarat berjalan datar semata. Sehingga setelah menikah, ada tangga yang dinaiki, ada jalan yang setingkat lebih tinggi. Derajat, dengan demikian dicapai setelah orang menikah. Mengapa orang setelah menikah dikatakan meningkat derajatnya?. Dari menikah itu, kita bisa melihat bahwa ada kesatuan, ada pertemuan, ada ikatan, dan ada kerjasama, serta janji, bahkan kekeluargaan yang semula terpisah satu sama lain. Singkat kata, menikah menimbulkan ketenangan. Ketenangan ini lebih luas diperoleh seorang manusia setelah menikah.

Derajat orang menikah dicapai ketika semua yang sebelumnya haram menjadi halal. Semua yang pada mulanya dilarang Tuhan menjadi halal setelah pernikahan. Dari menikah itu pula kita bisa merasakan kesempurnaan manusia. Adanya keturunan bukan sekadar lambang berhasilnya sebuah pasangan, melainkan melanggengkan eksistensi manusia. Kita tahu, dari akad yang sederhana, kalimat yang singkat tak sampai lima menit itu, ada keajaiban. Bagi yang pernah mengucap akad nikah melalui ijab dan qabul pasti merasakan betapa dunia seperti dikelilingi oleh malaikat. Ada barokah, ada doa diantara para hadirin yang hadir, ada doa yang diucapkan oleh para tetangga, sanak-saudara hingga kerabat antara mempelai perempuan dan mempelai laki-laki.

Pernikahan adalah pintu. Dengan menikah, kita telah membuka satu gerbang baru, kehidupan baru. Pernikahan tak hanya untuk mencapai kepuasan seksualitas semata, tetapi merupakan kesatuan dari bagian fitrah manusia, tuntunan agama, hingga jalan bagi manusia untuk mencapai kebahagiaan. Pernikahan, menyempurnakan cinta. Buku Pengantin Al-quran (2007) karangan Quraish Shihab menghimpun dan memberikan keterangan lebih lanjut mengenai manfaat pernikahan, hingga nasihat-nasihat pernikahan.

Sering dalam doa pernikahan, orang mengucapkan semoga pasangan menjadi keluarga yang samawa (Sakinah, Mawaddah, Warohmah). Bagaimana sebenarnya maksud kalimat sakinah, mawaddah, dan Warohmah itu?. Sakinah, dimaknai sebagai ketenangan, lawannya adalah keguncangan. Quraish Shihab menyebut bahwa ketenangan ini mesti didahului dengan kegundahan.

Orang yang sudah menikah sekalipun akan mengalami guncangan. Sedang sakinah, adalah ketenangan yang dinamis. Sakinah terlihat pada kecerahan air muka yang disertai dengan kelapangan dada, budi bahasa yang halus, yang dilahirkan oleh ketenangan batin akibat menyatunya pemahaman dan kesucian hati, serta bergabungnya kejelasan pandangan dengan tekad yang kuat.

Lalu, apa makna mawaddah?, mawaddah menurut Ibrahim al Biqai adalah cinta yang  tampak dampaknya pada perlakuanserupa dengan tampaknya kepatuhan akibat rasa kagum dan hormat pada seseorang. Menurut para pakar ada tahapan untuk mencapai mawaddah bagi seorang pasangan yang telah menikah. Pertama, bulan madu. Kedua, tahap gejolak. Ketiga, tahap perundingan atau negosiasi. Keempat, tahap penyesuaian dan integrasi. Kelima, tahap peningkatan kualitas kasih sayang. Dan keenam tahap kemantapan. Bila seorang pasangan telah mencapai tahap kemantapan, biasanya mereka tak goyang oleh badai ujian atau cobaan.

Doa terakhir ketika seseorang menikah adalah memperoleh rohmah. Rohmah yang menghiasi jiwa seseorang mampu membendung keinginan dan kebutuhan yang berpotensi menyakitkan pasangan. Sehingga, ketika pasangan sudah mencapai rohmah, ia tak bakal melakukan perbuatan yang berpotensi membuat pasangannya sakit hati. Pasangan yang mendapati rohmah, ia akan saling menasehati dalam kebajikan.

Laku agama

pernikahan-menurut-islam

Judul buku : Pengantin Al-Quran
Penulis : M. Quraish Shihab
Penerbit : Lentera Hati
Tahun.                   : 2007
Halaman : 204 Halaman
ISBN : 978-979-9048-46-2

Menikah, bukan sekadar laku kemanusiaan, tetapi juga merupakan laku agama. Menikah dituntunkan oleh agama. Melalui menikah, kita mendapati satu keluarga baru. Dari keluarga itulah, kita menemukan tugas-tugas keluarga yang didalamnya memiliki berbagai macam fungsi. Quraish Shihab di buku Pengantin Al-Quran (2007) menyebutkan ada sepuluh fungsi keluarga. Diantaranya adalah fungsi keagamaan, fungsi sosial budaya, cinta kasih, melindungi, reproduksi, sosialisasi dan pendidikan, ekonomi hingga pembinaan lingkungan.

Seorang yang sudah menikah tidak otomatis selesai dalam tugas-tugas kemasyarakatannya. Sehingga dengan menikah, ia menjalankan fungsi sosial dan budaya dalam suatu masyarakat. Ia juga menjalankan fungsi pendidikan dengan menciptakan pendidikan yang baik untuk anak-anaknya. Melalui pernikahan itu pula, ada fungsi ekonomi yang dijalankan dalam keluarga.

Sebagai sebuah pintu atau gerbang, pernikahan membuka berbagai kemungkinan. Untuk mencapai kebahagiaan pernikahan, setiap pasangan yang sudah menikah akan melampaui berbagai godaan, rintangan, hingga jalan yang tak mudah yang akan dilampaui. Persoalan-persoalan itu tak hanya persoalan penyesuaian serta pemahaman karakteristik pasangan. Tetapi juga kemampuan untuk saling melengkapi, menerima, serta saling mencukupkan antara satu dengan yang lain.

Namun, pernikahan dinilai berhasil tak hanya dilihat dari keberhasilan pasangan, tetapi juga keberhasilan menciptakan ketenangan, ketenteraman, hingga kebahagiaan lahir dan batin keluarga pasangan. Karena pernikahan menyatukan tak hanya pasangan, tetapi juga keluarganya.

Sebab tak sedikit pula keluarga pasangan justru membuat bahtera keluarga menjadi runyam dan rusak. Sebab itu, penting bagi keluarga kedua pasangan untuk menjaga ketenangan, serta membantu mewujudkan keluarga yang harmonis. Sehingga pernikahan tak hanya membawa kesempurnaan cinta, tetapi juga kebahagiaan yang hakiki bagi keluarga kedua pasangan yang akan dibawa dari dunia hingga akhirat. Inilah sebenarnya tujuan pernikahan, bukan sekadar memuaskan nafsu lahiriah semata, tetapi juga untuk mendapatkan ketenangan, serta sebagai jalan kebahagiaan dunia dan akhirat.

 

*) Pengelola doeniaboekoe.blogspot.com, Pengasuh MIM PK Kartasura

, ,

Belum ada tanggapan.

Tinggalkan Balasan