doa-saat-ramadhan

Ramadhan Terakhir

Mak dan Abahnya setengah mati mendidik Fauzan tentang agama, jauh sebelum Fauzan menyentuh usia aqil baligh. Fauzan berada di pesantren hampir satu dekade, tepatnya sejak ia lulus SD. Umur 26 tahun, Fauzan melepaskan atribut “nyantri” dari pesantren milik Kang Haji Syahid di sebuah kawasan di Jawa Barat. Fauzan ingin mengenal dunia luar, niatnya dia ingin merantau ke ibu kota dan mencari pekerjaan.

Fauzan berkelana, mencari lowongan. Sempat dia berputus asa karena rupanya mencari pekerjaan tak semudah membalikan tangan. Jangankan dia yang cuma bermodal ijazah SD, mereka yang bertitel sarjana pun kerap kesusahan mendapatkan pekerjaan sesuai yag diinginkan.

Namun yang namanya takdir tak harus berpatokan dari seberapa tinggi titel ijazah yang dimiliki. Jika Dewi Fortuna menaungi seseorang bukan mustahil yang lulusan SD bisa mendapatkan pekerjaan dengan penghasilan yang sangat besar. Dan begitulah Fauzan, takdir membawanya pada satu bentuk kehidupan yang sama sekali tidak pernah dibayangkan olehnya. Iseng-iseng Fauzan ikut casting di dunia hiburan, kemudian tanpa disangkanya dia menjelma menjadi manusia tenar dengan limpahan uang yang berlebihan.

Fauzan yang nyantri hilang kesantriannya. Dia terlena dengan kemewahan dunia. Fauzan telah berkelana ke berbagai wilayah, tidak hanya di Indonesia tapi juga manca negara. Namun sayangnya Fauzan lupa menginjakan kaki di rumah Mak dan Abahnya. Dia merasa hina harus kembali ke kampung yang penuh lumpur, dia enggan melewati pematang sawah yang basah, dia benci bau kerbau dan kambing, hewan-hewan peliharaan Mak dan Abahnya yang dulu dijadikan modal buat membekali pendidikannya di pesantren. Fauzan jijik menginjakan kaki di rumah panggung yang rapuh. Fauzan tak lagi suka suasana kampung yang sarat dengan kegiatan agama, bahkan Fauzan tak ingin lagi mendengar riuh suara para pemuda yang menabuh kentongan di saat sahur pada bulan suci Ramadhan. Yang Fauzan cinta adalah kehidupannya kini yang serba modern.

Sejak namaya dikenal di mana-mana, Fauzan tak lagi mengenal apa itu berbuka dan apa itu sahur. Jika tengah hari merasa lapar maka dia makan, jika tengah hari merasa haus maka dia minum. Berulangkali lebaran berulangkali pula tak pernah sungkeman untuk Mak dan Abahnya.

Lalu, Ramadhan kali ini, Fauzan menerima sepucuk surat cinta yang di dalamnya terdapat ribuan kata rindu untuknya, ribuan do’a dan harapan untuk bertemu. Surat itu diterima Fauzan dari seorang SATPAM yang berjaga di pintu pagar rumah mewahnya. Surat itu datang dari dua orang tua renta yang mengatakan bahwa dia tidak ingin menemui pemilik rumah karena takut sang pemilik rumah merasa malu menerima kedatangan mereka.

Lalu di antara bagian surat itu terdapat kalimat, “Fauzan, mak dan Abah rindu sekali. Datanglah ke kampung, barangkali ini Ramadhan terakhir untuk kita berbuka bersama dan bersahur bersama. Mak dan Abah ingin membuatkan sayur asem dan dan tumis jantung pisang kesukaannu. Mak dan Abah rindu menatap wajahmu. Semoga Allah melindungimu dunia akhirat.”

Fauzan melempar surat itu, hatinya berkata, “Maafkan aku Mak..Abah..kita sudah berbeda!”

Hari berputar begitu cepat, Ramadhan hampir tiba di ujung penghabisan. Fauzan mengendarai mobil dengan kecepatan sangat tinggi, ia ingin bergaya dengan mobil sportnya. Dan tanpa diduga, mobil itu hilang kendali lalu menabrak apa saja yang ada di pinggir jalan. Karena ulah Fauzan, sekian nyawa melayang dan beberapa orang kritis. Fauzan digelandang polisi, dia menjadi penghuni hotel prodeo untuk masa yang sangat lama. Hati Fauzan menjerit, sebab pada saat dia jatuh semua yang dulu mendekat padanya kini menjauh. Fauzan tak punya apa-apa lagi. Berita tentangnya di televisi bukan lagi tentang popularitasnya melainkan tentang nasib buruknya. Maka pada saat dia merasa tak berdaya, dia kembali teringat akan Mak dan Abahnya. Dia ingin meminta maaf, sebuah niat yang urung Fauzan haturkan untuk mereka sebab di Ramadhan ini Mak dan Abahnya telah berpulang ke pangkuan yang Maha Kuasa.

Fauzan menyesal..sungguh-sungguh menyesal. Benar apa yang dikatakan Mak dan Abahnya dalam suratnya tempo lalu, bahwa ini adalah Ramadhan terakhir untuk mereka.

BACA JUGA:

, ,

Belum ada tanggapan.

Tinggalkan Balasan