kronjot babi kumpulan cerpen kamerad kanjeng

Realisme Kronjot Babi

Review oleh Faruk Tripoli

kumpulan-cerpen-kronjot-babiKronjot babi jelas benda nyata. Bisa ditemukan dengan mudah. Entah di pasar yang jual babi, di tempat jagal babi, ataupun di kandang-kandang babi. Dua cerpen dari kumpulan ini yang sempat saya baca, terkesan adanya realisme yang relatif kuat. Realisme sendiri dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu realisme sebagai cara pandang terhadap dunia dan realisme sebagai cara bercerita. Yang pertama adalah cara memandang dunia atau kehidupan dengan menggunakan indera dan logika, sedangkan yang kedua adalah cara bercerita dengan menonjolkan segala yang bersifat partikular, khas, di sini dan kini, serta segala hubungan yang bersifat logis.

Kedua cerpen (Kronjot Babi  dan Cagak Aniem-red) bercerita mengenai manusia-manusia yang nyata, yang dapat ditemukan secara inderawi, dibuktikan secara empirik. Bukan dalam pengertian terutama substansi ceritanya, melainkan tipe-tipenya. Ada babi. Ada orang-orang penganut agama tertentu, tepatnya yang disebut Islam, yang memandang babi haram. Ada kandang babi yang lantainya pada umumnya terbuat dari keramik. Ada cagak listrik, ada orang-orang tertentu yang percaya pada tahyul, ada gerombolan pemuda bermotor yang beringas, ada cagak aniem buatan Belanda yang mulai langka. Sering terjadi kelompok orang Islam yang suka melakukan sweeping dan perusakan terhadap tempat-tempat maksiat dan praktik-praktik kepercayaan yang mereka anggap bid’ah. Ada warung-warung remang di sepanjang rel kereta api yang biasanya menjadi lokasi prostitusi kelas rendah.

Dalam kedua cerpen di atas KK (Kamerad Kanjeng) memperlihatkan kemampuan yang tak dapat diragukan lagi dalam memotret alam benda, peristiwa, manusia, dari persepktif dan dengan cara bercerita (naratologi) realistik. Ia sangat cermat dalam memotret detail dan sangat pas menempatkannya dalam dinamika cerita, misalnya seperti yang terlihat dalam gambarannya mengenai kandang babi, tata cara memelihara babi, pemandangan bentuk bangunan, benda-benda, manusia, dan perilaku yang ada di kawasan sekitar rel kereta api. Dengan cara yang sangat efisien dan dengan posisi dramatik yang pas, gambarannya mengenai kelakuan rombongan pemuda bersepeda motor dan kelompok orang yang suka sweeping sangatlah mengena.

Persoalan-persoalan yang diangkatnya pun merupakan persoalan yang sangat nyata, aktual, yang seringkali muncul dalam kehidupan di Indonesia, yaitu persoalan konflik keagaman, khususnya antara kepercayaan agama Islam dengan tata kehidupan sekuler dan dengan kepercayaan-kepercayaan religius setempat. Dalam “Kronjot Babi” keyakinan keagamaan dihadapkan dengan sekularisme, sedangkan dalam “Cagak Aniem” hal tersebut dihadapkan dengan kepercayaan lokal yang biasa disebut tradisi atau takhyul. Dari segi persoalan ini pun KK kembali memperlihatkan kepekaan dan kekuatan sudut pandang realisnya. Ia seperti menguji segala dogma keagamaan yang abstrak di hadapan kenyataan yang empirik, yaitu kenyataan bahwa apa yang haram ternyata bisa membebaskan orang dari kemiskinan ekonomi, kenyataan bahwa masih banyak orang yang sebenarnya percaya dan merasa bahagia dalam dan dengan kepercayaan tradisionalnya. Secara sederhana, pesannya adalah: umat Islam jangan hanya hidup dengan dogma-dogma yang abstrak, melainkan harus realistik, lebih, katakanlah, substantif daripada formalistik.

Jawabannya bisa dipastikan positif. Memang realistik. KK menempatkan benda-benda keramat itu dalam rangkaian peristiwa yang bisa dikatakan terkait secara logis dan sekaligus psikologis. Dalam cerpen pertama, pengeramatan benda itu menjadi akibat yang logis dari beberapa peristiwa, yaitu (1) rasa berhutang budi yang sangat besar pada babi, (2) rasa dendam dari tekanan yang semena-mena dari mertua yang fanatik, (3) rasa cinta yang besar pada suami. Dalam cerpen yang kedua, yang menjadi faktor yang penting dari pengeramatan itu adalah yang menyerupai butir ketiga di atas, yaitu rasa cinta yang besar pada calon suami. Kematian yang mendadak merupakan faktor yang juga penting dalam menentukan kelogisan pengeramatan tersebut. Dalam cerpen pertama kematian diakibatkan oleh serangan jantung, sedangkan pada cerpen yang kedua kecelakaan lalu lintas. Karena faktor-faktor tersebut, benda-benda di atas bukanlah benda-benda kramat, yang mengandung kekuatan kramat dalam dirinya sendiri, melainkan yang “dikeramatkan” oleh manusia yang mengalami goncangan psikologis tertentu.Tapi, baik Kronjot Babi maupun Cagak Aniem tidak sekedar fakta empirik yang terindera, melainkan juga fakta maknawi yang melampaui batas inderawi. Bagi tokoh cerita masing-masing, yang pertama adalah semacam simbol dari rasa terima kasih tokoh pada babi-babi yang pernah menyelamatkan mereka dari kemiskinan sehingga perlu untuk “dikeramatkan”, sedangkan yang kedua menganggap cagak aniem sebagai jembatan yang dapat mempertemukan seorang perempuan dengan calon suaminya sehingga benda itu juga diperlakukan dengan cara yang sama keramatnya dengan yang pertama. Apakah kedua benda tersebut dengan pemaknaannya di atas termasuk bagian dari cara pandang dan sekaligus cara bercerita yang realistik?

Tapi, bagaimana dengan sakitnya mendadak tokoh istri dan kematian mendadak tokoh suami dalam cerita yang pertama, bagaimana pula dengan kemunculan mendadak kelompok keagamaan yang melakukan sweeping dan perusakan dalam cerpen yang kedua? Dalam cerpen pertama, kemalangan muncul bertubi-tubi menimpa si suami istri segera setelah mereka memutuskan untuk menjual semua babi yang selama ini menghidupi mereka. Adakah hubungan logis antara kedua peristiwa itu? Tidak tertutup kemungkinan adanya hubungan yang demikian. Katakanlah, kedua tokoh dalam cerpen pertama itu merasa begitu tertekan oleh orang tua yang fanatik dan sebenarnya tidak ikhlas melepaskan babi-babi peliharaan mereka. Hal itu dapat saja membuat keduanya mengalami nasib buruk di atas. Sang istri tiba-tiba sakit, sang suami tiba-tiba mati. Namun, bagaimana pula dengan tekad sang suami yang kelihatannya sudah mantab, yaitu mengalihkan pekerjaan dengan membeli mobil dan menjual jasa angkut bagi hasil-hasil pertanian? Kelihatannya, motivasi yang kemudian ini dicari-cari oleh si tokoh sendiri karena pada kenyataannya ia tetap tidak ikhlas melepaskan babinya sehingga merencanakan menaruh kronjot babinya di atas mobil yang akan mereka beli.

Atau, mungkinkah ada hubungan magis antara babi dengan nasib malang kedua tokoh dalam cerpen pertama di atas? Ada potensi ke arah itu, tetapi kecenderungan keseluruhan cerpen menutupnya agak rapat. Cerpen di atas lebih mengarahkan dirinya pada kritik sosial terhadap kecenderungan dogmatiknya kelompok-kelompok islam yang dominan, setidaknya dalam citraan media, di Indonesia. Realisme masih sangat menguasai cerpen yang pertama ini, juga cerpen keduanya. Jangankan cerpen, novel pun tidak bisa mengemukakan semua kenyataan. Di dalam keduanya terdapat lubang-lubang kosong yang harus diisi sendiri oleh pembaca melalui pengandaian-pengandaian yang muncul di dalam cerita. Di Indonesia masih dapat dianggap logis kemunculan yang tiba-tiba dari kelompok massa Islam yang melakukan sweeping dalam cerpen yang kedua.

Begitulah, kira-kira.

Diambil dari bahan diskusi Faruk Tripoli atas cerpen Kronjot Babi karya Kamerad Kanjeng.

 

Toko Buku Online yang menyediakan buku ini: toko Nalar

, , , , , , ,

Belum ada tanggapan.

Tinggalkan Balasan