penulisan-ala-haruki-murakami

Haruki Murakami, Kucing dan Kesunyian

Berita Buku – Ada yang penting diketahui tentang penulisan ala Murakami. Dia tipe penulis yang suka bermain-main dengan keadaan atau hal-hal sepele semisal menggambarkan seorang suami yang suka menyetrika pakaian dikala pikirannya sedang bertumpuk. Murakami akan menuliskan detil bagaimana seseorang menyetrika pakaiannya sendiri; menghaluskan bagian kerak baju sebanyak dua belas kali, memeriksa kerutan dengan teliti sebelum digantungkan. Cerpennya yang mengisahkan seorang pria yang pagi-pagi sudah ditelepon seseorang yang mengaku pacar temannya juga hanya mengisahkan hal remeh. Ketika I wanita menelepon, si tokoh pria dalam cerita merasa enggan untuk mengobrol lama-lama jadi dia menyebut alasan kalau sedang membuat spaghetti. Dan Murakami lantas menggambarkan bagaimana pikiran si pria yang memasak spaghetti di dalam pikirannya. Cerita itu berakhir tanpa konflik, kejutan dan penyelesaian. Semuanya hanya soal spaghetti. Bukan berarti Murakami hendak mengatakan bahwa sesuatu yang sepele sebenarnya tidak sepele (seperti menuliskan adegan menyetrika pakaian). Dia menuliskan hal tersebut dengan sama sepelenya jika tidak ditulis sama sekali. Jadi ketika dia menggambarkan adegan-adegan sepele, dia melakukannya dengan sepele juga. Kesannya, dia tidak ingin mengangkat isu yang lebih serius lagi ketimbang memperhatikan kebiasaan orang-orang.

Selain aneh, Murakami juga konyol kalau dipikir-pikir. Dia menulis hal-hal yang bahkan tidak pernah dipikirkan seorang anak kecil dalam imajinasi mereka yang bebas. Bayangkan saja, di salah satu tulisannya dia menggunakan seorang tokoh yang hidup tetapi tidak pernah bangun dari tidurnya. Dia juga pernah menulis tentang seekor gajah menghilang dari kandangnya tanpa diketahui pasti, bahkan jejaknya tidak pernah tampak. Cerpennya yang berjudul monyet sinagawa tidak kurang konyolnya. Bagaimana tidak, si monyet ternyata sangat misterius.

Ya, begitulah Murakami.

Tetapi, yang lebih penting diketahui tentang Murakami adalah kesunyian. Tulisan Murakami ibaratnya sonata kesunyian. Gaya tulisannya mudah diidentifikasi, karena hampir seluruh tulisannya meniup bau kesunyian ke udara. Dia sulit dijangkau penulis lain soal menggambarkan kesunyian seseorang dalam berbagai bentuk kecuali seorang penulis Jerman yang sudah mati itu; Franz Kafka. Kesunyian dalam tulisan Murakami dirasakan hampir di semua karyanya. Seseorang tengah memasak spagheti untuk dirinya sendiri ketika telepon berdering, seorang nenek-nenek mati di kamarnya seorang diri lalu kucing-kucing peliharaan memakan jasadnya. Seorang pria yang biasa berkunjung ke kebun binatang seorang diri pada malam hari bahkan ketika badai sedang turun; sepasang kekasih yang berselingkuh pergi ke Yunani meninggalkan pasangan masing-masing; seorang penjaga malam di sekolah menengah yang menatap dirinya sendiri di dalam cermin dan menyadari betapa asing bayangan di cermin itu.

Murakami sangat serius menggarap bentuk-bentuk dari kesunyian para tokohnya. Dia bisa mengatakan secara langsung bahwa si A hidup seorang diri dalam kesunyiannya, dan di lain waktu dia menuliskan dengan cara lain misalnya melalui kanguru di dalam kandang. Sebuah keluarga kecil Kanguru yang tidak terganggu oleh kehadiran pengunjung kecuali seekor bayi kanguru yang melompat-lompat mencari kesibukan.

Salah satu cerita pendeknya yang paling kentara berbicara tentang kesunyian adalah Ice man. Seorang manusia yang terbuat dari es dan seorang gadis yang tergila-gila padanya lalu menikah. Dari gambaran tokoh si manusia es itu saja kita bisa langsung merasa bahwa ada sebuah kesunyian besar di sana, karena kesunyian dan ‘dingin’ (si manusia es) sering punya makna yang sama. Lagi-lagi, ada sebuah adegan dalam novel The Wind-Up Bird Chronicle yang berbicara soal kesunyian, dan kali ini tersurat begitu saja. Si suami menjawab telepon dari seseorang yang mengaku mengetahui tentangnya, seorang wanita dengan suara menggairahkan di ujung sana. Dia meminta waktu lelaki itu selama sepuluh menit saja menjawab teleponnya. Wanita itu berbicara kepada si pria tentang keadaanya di sana; dia sedang berada di atas ranjang, baru selesai mandi, bugil, sebelah kaki ditekuk sebelahnya lagi agak terbuka ke arah jam sepuluh lewat lima. Lelaki itu mematikan telepon sebelum sepuluh menit berlangsung. Dia juga tidak mengangkat telepon yang sama ketika berderig lagi sebanyak lima belas kali. Kutipan dalam bahasa indonesianya begini; Telepon berdering lagi sepuluh menit kemudian, tapi kubiarkan saja. Lima belas kali telepon itu berbunyi. Dan sewaktu berhenti, keheningan yang sunyi dan senyap luruh ke ruangan. (The Wind-Up Bird Chronicle Buku 1)

Lalu, ada yang khas dalam tulisan Murakami menyangkut keberadaan kucing. Kita tidak tahu pasti apakah Murakmi sendiri menyukai kucing atau tidak, tetapi binatang itu berserakan di banyak tulisannya (dari beberapa tulisan di internet diketahui kalau Murakami memelihara beberapa kucing di rumahnya). Dalam The Wind-Up Bird Chronicle ada adegan ketika dia ditelepon istrinya yang berbicara soal pekerjaan menulis puisi di majalah. Sementara mereka sedang berbicara tentang pekerjaan si istri lantas bertanya pada si suami tentang kucing; apakah kucing sudah pulang ke rumah atau belum. Kucing mereka sudah hilang dari rumah selama lebih dari seminggu. Dia juga pernah menulis bahwa di waktu kecil, seorang tokoh ceritanya pernah kehilangan seekor kucing saat sedang bermain. Kucing itu memanjati pohon cemara hingga ke pucuknya lalu hilang begitu saja.

Kucing dan kesunyian. Apakah ada yang saling menyangkut dari kedua hal itu? Dalam cerpen berjudul man eating cat Murakami berbicara soal beberapa ekor kucing yang memakan mayat tuannya sendiri setelah wanita tua itu meninggal dan mereka kelaparan. Orang yang dimakan kucing itu tinggal seorang diri dan memelihara mereka. Kemudian, pada bagian di mana Kumiko menelepon suaminya dalam novelnya The Wind-Up Bird Chronicle sebagaimana disinggung di atas, Kumiko berkata bahwa kucing mereka mungkin saja berkeliaran di sekitar rumah kosong di ujung gang. Kucing yang berkeliaran di rumah kosong di ujung gang, sepertinya, berbau kesunyian, sama halnya dengan wanita tua yang mati lalu dimakan kucing-kucing.

Murakami, kucing dan kesunyian. Seakan-akan bisa diterka bahwa Murakami menyukai kucing dan memelihara kesunyian di dalam hatinya.

, , ,

Belum ada tanggapan.

Tinggalkan Balasan