tokoh-sastra-indonesia

Kata-kata (Semacam) Puisi Kyai Togog

kyai-togog

Gambar diambil dari wayangprabu.com

Portal Berita Buku – Jika Anda tidak kenal Kyai Togog, maka sudah saatnya Anda membaca twitter. Dalam dunia pewayangan, Kyai Togog  dikenal sebagai “pamomong” untuk para raksasa. Menyikapi riuhnya para sastrawan negeri Indonesia Pura karena turunnya kitab agung 33 Tokoh Sastra Paling Berpengaruh, Kyai Togog tidak tahan untuk tidak memamerkan kata-kata puitisnya.

“Sudah lama saya ndak brani nglethus puisi. Bisa rompal gigi saya. Apalagi puisi yang digoreng oleh tukang reklame. Sebelum dikasih kuah esai, puisi itu perlu dipriksa dulu apa dia dibuat dengan campuran formalin & guguran bulu malaikat.” Demikian kata pembuka Kiai Togog.

Kemudian, meluncurlah kata-kata (semacam) puisi ini dari mulutnya.

Orang-orang ini gemar sekali bertengkar tentang sebuah buku-infotainment-berbulu-sejarah-sastra.
Konon adalah sebuah kaum yang menganggap perlu membakar sebuah buku yang mereka anggap telah menghalangi kebebasan dan kreativitas.
Konon adalah sebuah negeri di mana gosip di antara kaum tukang sastra disebut kritik sastra.
“Saya menggebuki buku itu, maka saya ada,” demikian kata si tukang sate yang kekiri-kirian itu.

Adu mulut tahap kedua sudah mulai.
Ini soal gigi yang ditambal dengan duit siapa.
“Yang tak sama dipersama, yang tak hijau diperhijau, yang tak tinggi dipertinggi…”

Air susu dibalas dengan air tuba;
air puisi dibalas dengan air risalah;
air kosong infotainment bunyinya.
Buku beriak tanda tak dalam.
Buruk muka buku dibelah.

Kata tak selalu cukup untuk berkata-kata.

Artikel diolah dari kicauan di lini masa Nirwan Dewanto.

, , ,

Belum ada tanggapan.

Tinggalkan Balasan