tebak-tebakan-cangkriman

Mengenal Karmina Jawa

Salah satu jenis puisi lama yakni karmina. Karmina disebut juga pantun kilat. Hal ini dikarenakan, karmina hanya terdiri dari dua larik. Di samping itu, karmina mempunyai ciri yang hampir sama dengan pantun, di antaranya yakni: (1) Terdiri atas dua larik, (2) Larik pertama merupakan sampiran, (3) Larik kedua merupakan isi, (4) Bersajak aa, dan (5) Jika dijadikan empat larik maka bersajak abab (Widya R.D, 2008: 15).

Perhatikan contoh karmina berikut:

Sudah gaharu, cendana pula.

Sudah tahu, bertanya pula.

(Wendi Widya R.D, Bedah Puisi Lama (2008) hlm 15).

Dalam sastra Jawa dikenal juga dengan adanya pantun kilat/karmina yang disebut dengan parikan. Hal ini sesuai dengan pendapat Wendi Widya R.D dalam bukunya yang berjudul Bedah Puisi Lama, menyatakan bahwa “Karmina inilah yang dianggap dalam kesusastraan Jawa sebagai parikan.”

Parikan

Perhatikan contoh parikan berikut:

Bisa ngendhang ora bisa nyuling (1)

Bisa nyawang ora wani nyandhing (2)

Baris pertama parikan itu dalam bahasa Indonesia berarti: bisa bermain kendhang, tetapi tidak bisa bermain suling. Sedangkan baris kedua berarti hanya bisa melihat, tetapi tidak berani bersandingnyandhing, jika diterjemahkan secara apa adanya, bisa berarti memiliki seseorang sebagai kekasih. Baris pertama sebagai sampiran, sedangkan baris kedua sebagai isi.

Parikan dalam kamus (Baoesastra Djawa, W.J.S. Poerwadarminta) berarti sesindenan oet. tembangan moeng rong oekara nganggo poerwakanthi swara. Purwakanti suara sendiri, adalah unen-unen dalam Jawa yang mempunyai ciri berima sama pada akhir katanya. Misalnya: ora ngedan, ora keduman. Keduanya mempunyai akhiran yang sama, yakni –an. Sedangkan dalam contoh di atas, sama-sama mempunyai akhiran –ing.

Kegunaan Parikan

Widya R.D (2008: 16) mengungkapkan bahwa karmina dapat digunakan untuk menyatakan beberapa hal seperti menyindir, menguji ketangkasan bicara, dan bahkan untuk mengolok-olok. Bagaimana dengan parikan?

Secara garis besar, kegunaan parikan dan karmina hampir sama. Biasanya, parikan digunakan dalam pentas drama Jawa atau pertunjukkan wayang untuk membuat situasi menjadi lucu. Misalnya ketika para pemain drama saling menyindir, atau melemparkan lelucon kepada penonton.  Semakin kreatif seorang pemain/dalang, mereka akan berimprovisasi membuat parikan yang kelihatannya nyeleneh namun sebenarnya tetap bernilai seni tinggi. Parikan yang tercipta pun semakin beragam dan semakin menarik.

Perbedaan-Persamaan Karmina dan Parikan

Di atas sudah disinggung beberapa hal yang sama tentang karmina. Meskipun dianggap sama, karmina dan parikan tetaplah berbeda. Perbedaan bahasa tentu tidak usah disebutkan. Berikut ini beberapa persamaan dan perbedaan itu.

Karmina dan parikan sama-sama terdiri dari dua baris. Keduanya juga sama-sama digunakan untuk kepentingan tertentu misalnya sebagai sindiran atau untuk menguji ketangkasan bicara. Intinya, keduanya sama-sama digunakan untuk menyampaikan isi hati. Keduanya juga mempunyai sajak yang sama setiap barisnya.

Sedangkan perbedaannya; Widya R.D (2008: 16) mengatakan bahwa karmina hanya terdiri dari empat sampai lima suku kata. Sedangkan jumlah suku kata dalam parikan tidak ditentukan. Baris pertama dan kedua dalam parikan bisa berbeda jumlah suku katanya.

Indonesia memang merupakan negara yang kaya akan sastra. Saat ini, keberadaan puisi lama mungkin sudah hampir dilupakan oleh sebagian besar orang.  Generasi muda sekarang mungkin lebih tertarik pada puisi modern. Padahal, jika ditelisik lebih dalam, puisi lama adalah karya sastra bernilai tinggi. Semoga ke depannya generasi muda lebih memperhatikan karya-karya puisi lama—jika tidak, karya-karya sastra lama seperti sastra jawa itu hanya akan menjadi pajangan rak-rak buku saja.

Sumber: Widya R.D, Wendi. 2008. Bedah Puisi Lama. Cetakan keempat. Klaten: PT. Intan Pariwara.

Daryanto S.S. 1999. Kawruh Basa Jawa Pepak. Surabaya: APOLLO.

, , , , ,

Belum ada tanggapan.

Tinggalkan Balasan