puisi-indonesia-karya-chairil-anwar

Sebuah Karya di Atas Karya Lain

Berita Buku – “Buku ini membicarakan kesalingterhubungan antara karya sastra yang satu dan karya sastra lain atau karya sastra dengan bidang seni yang lain. Kesalingterhubungan itu sesuatu yang tidak dapat dielakkan dari kehidupan ini” [cetak miring dari saya]. Kutipan tersebut saya ambil dari cover belakang buku Sastra Bandingan: Menelisik Teks yang kemarin pagi diantar kepada saya oleh salah satu kontributornya, yaitu Alfi Irsyad Ibrahim. Atas pernyataan itu, saya bersepakat sebab terbukti setelah membaca pernyataan itu, ingatan saya langsung terhubung dengan kasus yang menimpa nama besar dalam dunia sastra kita di mana karyanya dikaitkan dengan karya sastra orang lain sebagai bentuk kesalingterhubungan yang diejawantahkan baik dalam kata terinspirasi, terpengaruh, bahkan mungkin plagiat.

Dalam hal puisi, misalnya, ada nama sohor Chairil Anwar yang puisinya berjudul “Krawang-Bekasi” dituduh sebagai hasil plagiat dari puisi “The Dead Young Soldiers” karya Archibald MacLeish. Menariknya “tuduhan” itu disampaikan oleh Hans Bague Jassin setelah membandingkan isi kedua puisi tersebut, tetapi Jassin sendiri tidak menyalahkan Chairil Anwar sebab meskipun mirip, tetap ada rasa Chairil. Bahkan, Jassin sedikit menambahkan “pembelaan” terhadap Chairil dengan menyebut apa yang dilakukan oleh Chairil itu didorong oleh keperluannya untuk berobat ke dokter. Selanjutnya, pada tahun 1962 salah satu karya Haji Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka), yaitu Tenggelamnya Kapal Van der Wijck yang terbit tahun 1939, dituduh sebagai hasil plagiat dari novel Al Majdulin (atau dalam terjemahan Indonesia disebut Magdalena) karya Mustafa Luthfi Al-Manfaluthi, sastrawan Mesir. Kasus tuduhan polemik terhadap Hamka itu menjadi “hiruk-pikuk” di masyarakat saat itu sebab dibumbui dengan intrik politik di dalamnya. Lagi-lagi H.B. Jassin tampil sebagai pembela. Menurut Jassin, roman Hamka itu bukan plagiat, sebab Hamka tidak hanya menerjemahkan atau membubuhkan namanya pada terjemahan itu, melainkan ia menciptakan karya dengan ”seluruh kepribadiannya”. Lalu, ke-bukanplagiat-an Hamka itu ditegaskan oleh Umar Junus yang berpandangan bahwa Hamka sangat terpengaruhi Manfaluthi sehingga menyenangi dan menggunakan hal-hal yang sama dengan Manfaluthi.

Dalam konteks kesusastraan, masalah pengaruh atau inspirasi atau apalah kita melabelinya tentu berasal dari karya yang telah muncul terlebih dahulu. Hal itu sah-sah saja sebab itu sesuatu yang tidak bisa dihindarkan. Tahun ’70-an terjadi perdebatan tentang pelopor dan pengekor. Pengekor adalah mereka yang mengikuti para pelopor, tapi betulkah seorang pelopor benar-benar menciptakan karya tanpa pengaruh dari siapa pun? Sebut nama Sutardji Chalzum Bachri (SCB), seorang pendobrak perpuisi di Indonesia, yang puisi-puisinya membawa pembaharuan dalam puisi modern Indonesia, namun ternyata ia terpengaruh atau terinspirasi juga oleh bentuk puisi lama yang disebut mantera.

Malahan, sebagaimana disajikan oleh Rahayu dkk. (2013), ada juga pengarang yang mengambil cerita lama sebagai bahan dasar yang kemudian diolah sesuai dengan seleranya sehingga menjadi karya yang “baru” atau terbarukan. Ibarat musik, lagu lama yang diaransemen ulang; ibarat blue jeans, itu blue jeans hasil permakan. Misalnya, dongeng “Sangkuriang” yang dijadikan drama oleh Utuy Tatang Sontani (UTS) dan juga satu fragmen dalam Mahabarata, yaitu Wisanggeni, yang diubah menjadi novel oleh Seno Gumira Ajidarma (SGA) dengan judul Wisanggeni Sang Buronan. Baik UTS maupun SGA menawarkan cerita, ide, dan sudut penceritaan yang baru, yang memberi kenikmatan berbeda dibandingkan saat membaca karya asalnya.

Sekali lagi, terpengaruh atau terinspirasi karya sebelumnya bukan sebuah dosa, selama bukan plagiat. Penulis semestinya memahami rambu-rambu plagiarisme, baik itu penulis fiksi maupun penulis nonfiksi. Pada zaman sekarang, untuk terjebak dalam plagiat, sangat dimungkinkan mengingat kemudahan yang diberikan oleh komputer lewat fasilitas copas (copy-paste). Agar terhindar dari plagiat ketika melakukan copas, jangan lupa cantumkan link-nya!

Mampang Prapatan, 11 Juni 2015

Kang_Insan

________________________

Referensi

Rahayu, Lina Meilinawati. 2013. Sastra Bandingan: Menelisik Teks. Bandung: Balatin.

, , , , ,

Belum ada tanggapan.

Tinggalkan Balasan