buku-maya-angelou

Suara Hati Maya Angelou

Tahukah Anda siapa itu Maya Angelou? Ia adalah seorang penulis Afrika-Amerika. Semula Ia tinggal bersama orangtuanya. Tetapi setelah orangtuanya bercerai, ia tinggal bersama neneknya. Kehidupan Maya Angelou boleh dibilang cukup tragis. Selain perceraian orangtuanya, ia sendiri mengalami kehidupan yang gelap.

Kita bisa merasakan bagaimana ia menuliskan pengalaman-pengalamannya yang menyentuh yang ditulis di buku bertajuk Letter to My Daughter ini (2012). Maya menceritakan bagaimanapun juga seseorang tak bisa melepaskan diri dari kehidupan yang menjadi tempat penuh kenangan, penuh dengan cerita, yakni kehidupan di rumah. Aku percaya seorang tak akan pernah bisa meninggalkan rumah. Aku percaya bahwa tiap orang membawa bayangan-bayangan, impian-impian, ketakutan-ketakutan, dan monster-monster rumah di bawah kulitnya, di sudut terjauh matanya, dan mungkin di tulang rawan lubang telinganya.

Masa kecilnya di St Louis Missouri, Stamps Arkansas membawanya melihat, tumbuh dan merasakan bagaimana ratusan tahun pengalaman yang merendahkan orang kulit hitam. Di lingkungan yang boleh dibilang gelap sebagaimana kulitnya, ia pun tumbuh untuk menjadi manusia berguna. Ia menempuh jalan menulis.

Apa yang ia suarakan, dan tuliskan pada akhirnya membawanya berubah, dan menjadi tegar. Bukan hanya ia mampu mengobati masa-masa kelamnya, tetapi mampu untuk menjadi tegak dan tumbuh sebagaimana manusia lainnya. Kita bisa menyimak pengakuannya pada kalimat berikut : “Aku belajar menjadi penderma dengan gerak isyarat tubuh dan kata-kata bisa membawa kegembiraan yang luar biasa dan menyembuhkan perasaan yang terluka”.

Mungkin kita bertanya-tanya apa lagi luka dalam kehidupan Angelou yang membuatnya jatuh dalam lubang kehidupan. Di usia enam belas tahun, ia pun mengalami nasib tragis. Itulah kota, saat aku berusia enam belas tahun dan masih muda seperti fajar baru. Hari itu begitu penting hingga aku hampir tak bisa bernapas. Seorang anak laki-laki yang tinggal di ujung jalan telah memintaku untuk berhubungan intim dengannya.  Aku sudah menolaknya selama berbulan-bulan. Ia bukan pacarku, bahkan kami tidak berkencan. Saat itulah aku menyadari pengkhianatan tubuhku sendiri. Suaraku menjadi berat dan serak, dan bayangan tubuh telanjangku di cermin tidak memberi tanda-tanda kalau itu akan menjadi feminin dan berlekuk. Angelou, di usia yang begitu muda pun harus memiliki anak laki-lakinya.

Angelou pun tumbuh bukan hanya karena tulisannya semata, ia tumbuh dengan sikap dan kegetiran pengalamannya di masa lalu. Ia menjadi aktifis, aktor, penari, produser film, akademisi, hingga pengajar. Berbagai aktifitas, dan kontribusinya dalam berbagai hal ini membuat kita ingat bagaimana suara yang ia lontarkan kepada semua yang membaca ataupun yang tak membaca tulisannya : “Jika kau tak bisa membuat sebuah perubahan, maka ubahlah cara berfikirmu. Mungkin kau akan menemukan sebuah solusi baru. Jangan mengeluh. Mengeluh akan membuat orang jahat tahu bahwa calon mangsa ada di dekatnya. Yakinkan bahwa kau tidak akan mati sebelum melakukan sesuatu yang indah bagi kemanusiaan”.

Angelou telah membuktikan kata-katanya sendiri. Ia menjadi besar dan terhormat oleh apa yang ia tuliskan dan apa yang ia berikan. Ia telah menunjukkan kepada kita, bahwa kehadirannya bukan hanya berguna, tetapi telah memberikan pengaruh besar bagi dunia. Mulai dari sikapnya yang anti terhadap diskriminasi ras, kulit hingga bangsa, dan agama. Ia juga telah mengambil sumber yang paling dalam, yang paling penting dalam tulisan-tulisannya yakni “hati manusia”.

Ia pun berhasil memperoleh penghargaan atas tulisan dan karya-karyanya diantaranya adalah Pulitzer Prize untuk bukunya Just Give Me a Cool Drink of Water Fore I Diiie (1972), ia juga memperoleh penghargaan sebagai seorang aktris dalam Grammy Award kategori Best Spoken Word Album atas puisinya On the Pulse of Morning (1994). Dan memperoleh penghargaan Presidential Medals of Freedom (2011) dari Obama.

Maya Angelou meninggal  di usia 86 tahun  pada 28 Mei 2014. Ia telah meninggalkan banyak karya, salah satunya dalam bentuk puisi dan buku-bukunya. Meski ia menghadapi masa yang buruk di masa kecil dan mudanya, ia pun tak ingin menyerah pada hidup, dan terus memberi pada hidup dengan jalan literasi.

Bahasa prosanya yang liris dan menyentuh membuat kita memahami dan mengerti pesan-pesan kemanusiaannya. Ia telah menunjukkan pada dirinya sendiri dan dunia mengenai betapa pentingnya menjadi manusia dan berkontribusi terhadap kemanusiaan.

*) Penulis adalah tuan rumah Pondok Filsafat Solo, Pengelola doeniaboekoe.blogspot.com

, , ,

Belum ada tanggapan.

Tinggalkan Balasan