Tuan Penambal Kanvas

oleh: Gerro Marrio

Saya tidak tahu mengapa, tiba-tiba saja ada yang berujar dari kejahuan, ADAM, dan petang yang hendak beranjak itu segera mengucapkan selamat tinggal. Pernah sekali, saya titipkan salam pada kekasih pertama yang memaksa saya membunyikan lonceng gereja, setelah hendak berkata-kata, lonceng gereja itu segera rubuh dan kekasih yang hendak saya panahkan pergi meninggalkan saya. Kejadian itu membuat saya hampir menumpahkan air mata, tetapi dengan bergegas saya batalkan kehendak hati yang nyaris tak dapat di bendung.

Saya teringat sebuah petuah tua yang telah dialamatkan pada saya, “Tidak baik menangisi kesendirian, hanya menambah beban pada mata. “Berhubung tak kuasa memberi beban pada mata, saya akhirnya memilih tertawa dan mengucapkan, “SELAMAT MALAM TUAN PENAMBAL KANVAS.”

Saat saya menulis catatan ini, sudah hampir selesai, setelah ada di antara kita menyeruput segelas kopi dari bibir yang satu dan mengucapkan selamat tidur kepada malam yang lekas berkunjung. Di atas tali jemali jemuran ada yang sekali lagi berujar, “Bagaimana tuan cara kita menimba hidup? Kemarin saya menimba racun, dan kematian menumbuhkan bibit yang menjamur ke segala penjuru ladang. Jika hari ini adalah kematian, adalah kemarin waktu menitipkan rindu pada kekasih, istri, anak dan kerabat. Tetapi waktu tak hendak menawarkan pikiran. Sekali jadi maka tunaslah kebinasaan. Kematian ibarat ibah pada kehidupan. Terima kasih menawar harapan, dan ibadah cara kita memikirkan kelayakan di sisi Yang Maha Esa. Bukankah demikian tuan???” Tuan, hidup itu sepotong kue yang habis dilahap jamur. Bergegas kita menjadi hitam dan racun, saat diminta obat penawar, kita malah rakus menimbunnya dalam kantong perut. Saat kesakitan menjemput, kita malah menangis dan menyebut takdir. Terima kasih-terima kasih… Baru saja saya menyaksikan rombongan anjing melolong lengking dari balik kali mati yang lupa membasahkan airnya. Tak ada kafilah berlalu tapi hari telah malam, membelah angin dan menebarkan layar, saya kalut dan menangis. “Di mana tuan? di mana tuan? tidak sesubuh ini ia telah salat. Kematiankah???” Waktu itu lonceng gereja, dan panah para kekasih saya mengingatkan, “

Lukisan kita belum selesai…”

LL, 03/10/2014

Buat Adam yang tertahbis, penambal Kanvas…

PROFICIAT KAE.. SELAMAT BERLAYAR DI ATAS LUKISAN…

Sumber ilustrasi: google

Artikel Terkait:

Suka?

[wp_ulike]

,

Belum ada tanggapan.

Tinggalkan Balasan