ingin-kubunuh-nafsuku

Yang Bakal Kubunuh Pertama Kali

Andai agama perbolehkan membunuh, sudah kutulis daftar nama yang bakal kubunuh malam nanti. Nama pertama diisi oleh Samin. Lelaki yang berhasil menggauli istriku sebulan lalu. Dengan jantannya ia mendatangi rumah, saat aku pergi mengadu ayam. Kudapati sisa mani yang masih basah di atas ranjang.

Samin ini cinta pertama istriku. Dulunya mereka menjalin hubungan, tetapi terganjal bapak mertua. Samin yang dikenal memiliki banyak perempuan, tak direstui hingga ia menghilang entah kemana. Lalu, aku datang di kehidupan istriku. Bapak mertua yang gemar mengadu ayam, sengaja kudekati dengan ayam jago. Jangan salah, ayam jantan yang kumiliki ini bukan ayam sembarangan. Sengaja kubeli dari seorang pertapa di Alas Purwo. Semenjak bapak mertua berjudi lewat ayam ini, ia selalu menang dan sekali kalah. Setelah itu, dia memberi sinyal agar aku segera menikahi anaknya. Begitulah kisahku bermula dari seekor ayam. Setelah bapak mertua meninggal, Samin kembali hadir.

Nama kedua yang ingin kubunuh adalah istriku sendiri. Setelah Samin menidurinya hanya kurun waktu lima belas menit, ia tak mengaku telah bersetubuh dengan sopir truk itu. Malah berkilah, katanya mani di atas kasur milikku sendiri. Padahal jelas-jelas dia menolak saat kuajak bersenggama dengan alasan datang bulan. Setelah peristiwa itu, dia kabur tak ada kabar. Menurut cerita yang kudengar, dia ikut Samin menyopiri truk saat malam hari.

Sepertinya, dua orang ini memang pasangan serasi. Yang satu suka mencuri istri orang, dan satunya memiliki bakat selingkuh. Lebih baik kubiarkan keduanya memadu mesra.

Selain Samin dan istriku, masih ada daftar nama yang ingin kubunuh. Seperti Miryah yang memiliki hutang sembilan ribu lima ratus rupiah. Setiap kali kutagih, malah mengamuk. Padahal dia yang berhutang. Bukan aku. Orang zaman sekarang, justru yang memberi hutang yang dianggap bersalah.

Ada juga Sidin si tukang penggali kubur. Bisa-bisanya dia menggali sebuah kubur dan sampai sekarang tak berpenghuni. Katanya, lubang itu khusus untukku yang takut bunuh diri akibat ditinggal istri. Sungguh, andai agama perbolehkan membunuh, bakal kubunuh Sidin ini agar lubang yang ia gali bisa ditempati sendiri.

“Setidaknya, saat mati nanti kamu tak bakal menyusahkan banyak orang,” ucap Sidin kemarin petang. “Lubang itu aku persembahkan buat orang yang berhasil membujuk istriku kembali ke rumah,” imbuhnya lagi.

Sebenarnya aku ingin tertawa mendengar alasannya. Memang benar, aku berhasil membujuk Rahma yang minggat. Padahal, aku tak sengaja bertemu Rahma. Dia seperti orang bingung setelah bertengkar hebat dengan Sidin. Aku yang tengah pulang dari arena sambung ayam, kulihat Rahma duduk di warung dengan wajah murung. Setelah kubujuk sebentar, barulah dia mau kembali. Sebenarnya, dia menaruh hati padaku sedari dulu. Tapi tak pernah aku gubris.

Dan yang terakhir, ada satu nama yang sebenarnya ingin sekali kubunuh. Di antara nama di atas yang kusebut tadi, nama ini berada di daftar teratas. Selalu kusebut-sebut di setiap waktu. Dialah nafsu. Andai bisa dibunuh dengan sebilah pisau, sudah kubunuh sedari dulu. Sayangnya, sekalipun aku mencari keris hasil kerja keras Empu Gandring, nafsu tak mau mati. Dialah penyebab segala kerusuhan dalam hidupku, sekaligus peperangan antar manusia.

Lihatlah! Orang mudah membenci dan mengafirkan orang lain, akibat tak bisa mengendalikan nafsu dalam dirinya. Andai ada alat yang bisa kubeli, sudah kuhabisi sedari awal mengenal kata nafsu. Akan kubinasakan nafsu dari hidupku, seperti Ayah yang dengan berani membunuh Ibu akibat tak mau menuruti nafsu.

BACA JUGA:

, ,

Belum ada tanggapan.

Tinggalkan Balasan