gandhi

Gandhi, Susila, dan Religinya

M.K. Gandhi adalah sosok manusia agung. Kehidupannya penuh dengan dedikasi dan perjuangan yang tiada henti untuk rakyat dan kemanusiaan. Ia tidak tergoda oleh godaan nafsu kekuasaan, keserakahan. Hidupnya begitu sederhana, Gandhi selalu berpakaian sederhana hanya memakai cawat dan juga selembar kain putih. Namun tubuh dan pikirannya tidak pernah berhenti untuk memikirkan nasib rakyat dan bangsanya. Ia hanya ingin rakyatnya satu padu, tidak bercerai-berai, tidak perang dan berdamai. Gandhi mewujudkan cita-cita itu dengan lemah lembut. Gandhi menyadari ia menganggap semua orang sebagai teman. Tidak ada penyelesaian yang menganggap orang lain sebagai musuh. Sehingga ketika orang datang kepada Gandhi, ia selalu dianggap sebagai teman, saudaranya.

Gandhi memahami susila dengan pengamalan tingkatan yang tertinggi. Dalam Islam, kita mengenal para sufi yang bisa mengabaikan dunia dan hidup asketis. Gandhi melakukan kerja asketis, ia mempraktekkan susila melalui laku hidup dan juga ragawinya. Gandhi dibesarkan oleh orangtua yang perangainya halus, memiliki adab yang baik yang membuat Gandhi kelak besar dalam didikan religius yang menenteramkan. Dalam masa kecil yang penuh kasih sayang itulah, Gandhi bukanlah seorang yang pemberani. Ia adalah anak yang tumbuh dalam pelukan ibunya. Di tangan ibunya yang pengasih itulah, ia terlalu nyaman. Namun ibunya sadar, ia butuh teman, butuh tahu dunia yang luas, ia tidak boleh di rumah terus. Ibunya pun menyuruhnya bergaul dengan teman-temannya. Gandhi semula melihat dunia sebagai sesuatu yang gelap, menakutkan. Apa yang ia pandang sebagai gelap, menakutkan itu pun terjadi. Ia terpengaruh teman-temannya, ia melanggar pantangan ibunya. Gandhi kecil semula melanggar susila dengan merokok bersama teman-temannya. Gandhi menangis sejadi-jadinya, ia ingin minta maaf kepada ayah dan ibunya. Karena terlalu takut, ia menulis surat kepada ayahnya untuk minta maaf kepadanya. Ayahnya memeluknya, Gandhi pun tersisak-isak di pelukan ayahnya.

Setelah besar, ia pun mengalami hal serupa saat bersama teman-temannya belajar di Inggris, namun ia kembali kepada nasihat ibunya. Ia ingin membahagiakan ibunya. Selepas ia kembali dari Inggris ia baru menyadari cahaya hidupnya telah tiada. Ia pun seperti hilang arah, ia berada dalam pencarian kembali tentang makna hidup. Gandhi pun mengilhami ajaran agamanya, ia mulai menemukan kehidupan yang luas itu, dan ia ingin berguna bagi manusia dan kemanusiaan.

Jawaharlal Nehru menyebut Gandhi sebagai manusia hindu yang sempurna, Sebab Gandhi melakoni falsafah agama hindu dengan teramat dalam. Ia melampaui seorang hindu itu sendiri. Gandhi mengkritik keras apa yang menjadi praktik keagamaan di kalangan masyarakat India kala itu. Mari kita simak kritiknya yang tajam terhadap agamanya sendiri : Djitu ataupun tidak teori saja ini, akan tetapi adanja kaum paria itu adalah bertentangan dengan akal-budi dan perasaan kasih-sajang dan tjinta. Sesuatu agama jang menetapkan pemudjaan terhadap lembu tidak bisa bertopang atau memberi dasar keadilan kepada pemboikotan jang kedjam dan bertentangan dengan peri-kemanusiaan jang dilakukan terhadap sesama machluk manusia. Dan saja berasa lebih senang kalau badanku dihantjurkan daripada harus menghinakan kelas-kelas jang ditindas itu. (Young India, 6/10/1921).

Gandhi memahami bahwa kehidupan kita di dunia ini, tidak akan pernah berjalan sempurna dan akan terombang-ambing tanpa adanya agama dan kesusilaan. Agama dan susila/ adab, menurut Gandhi adalah hal yang tidak bisa dipisahkan. Seorang yang beragama maka seseorang itu harus pula memiliki susila. Bila ia tidak memiliki susila, maka akan percumalah agama yang ia peluk atau anut.

Kesusilaan atau adab memiliki peranan sentral dalam agama. Hampir semua agama menekankan aspek ini. Kesusilaan bukan hanya pembeda manusia dengan hewan, tapi membedakan seorang agamawan dengan seorang yang ateis. Seorang yang beragama tetapi memiliki susila yang rendah, maka runtuhlah kedudukan agama yang ia yakini itu. Begitupula seorang ateis yang mempraktekkan susila atau adab dengan baik, maka ia akan dinilai sangat religius walau ia tidak memeluk satu agamapun. Gandhi mengatakan : Seperti benih akan mendjadi kering didalam tanah apabila ia tidak diberi air, maka demikianlah pula halnja dengan kesusilaan jang tidak diberi pengaruh jang subur dari keagamaan. Ia mendjadi kurus, kering dan mati pada achirnja.

Sindiran Gandhi terhadap seorang agamawan yang tidak memiliki susila begitu keras dan tajam. Ia menulis dalam buku The Ethical Religion  (1949) : Orang yang berbakti kepada Tuhan hanja dibibirnja sadja, lebih berdosa dari pada seorang kafir (atheis), sedang orang jang tersebut belakangan pasti bisa dianggap sebagai orang jang saleh dan alim oleh karena ia hidup menurut hukum-hukum Tuhan jang abadi. Djadi keagamaan itu berarti tunduk kepada undang-undang susila.

Mahatma Gandhi tidak pernah membenci orang, ia tidak pernah memiliki atau menganggap penjajah sebagai musuh. Ia hanya memandang bahwa yang membenci, memusuhinya sebagai teman yang belum dapat hidayah.  Gandhi menunjukkan pencapaian hidup yang akan selalu dikenang. Perjuangan dan perilaku kesehariannya yang menenteramkan siapa saja yang datang kepadanya. Ia pun memiliki budi-susila yang teramat tinggi. Ia tidak pernah menyakiti orang lain atau liyan, ia membela kaum miskin dan tersingkirkan. Serta mendedikasikan hidupnya bagi perjuangan bangsanya untuk melawan kolonialisme tanpa kekerasan.

Apa yang kita lihat  dari Gandhi sesuai dengan yang pernah dikemukakan oleh filsuf Ayn Rand : Atas nama yang terbaik dalam dirimu, jangan korbankan dunia ini bagi mereka yang buruk. Atas nama nilai-nilai yang membuatmu tetap hidup, jangan biarkan  visimu  tentang manusia terganggu oleh yang jelek. Jangan biarkan apimu padam, jagalah agar terus menyala oleh percikan tak tergantikan, dalam rawa tanpa harapan. Jangan biarkan pahlawan dalam jiwamu binasa dalam kesendirian, sebab (jika itu terjadi) hidup yang layak bagimu  tak akan tercapai.

Ia telah mengajarkan kepada dunia bahwa hidupnya adalah pengamalan kesusilaan, religiusitas, serta diabdikan sepenuhnya kepada manusia dan kemanusiaan.

, , , ,

Belum ada tanggapan.

Tinggalkan Balasan