masjid-istiqlal-jakarta

Masa Depan Islam Indonesia

Islam di Indonesia sering dipandang sebagai sebuah masa depan. Populasi muslim yang tinggal di indonesia menempati urutan ketiga besar dunia. Selain itu, islam indonesia juga dikenal sebagai islam yang toleran, dan damai. Mereka para pengamat dan peneliti dari luar indonesia sering menilik dari ketiadaan konflik dan protes saat pemilu. Betapapun ketegangan dan kerasnya gesekan yang terjadi, umat islam di indonesia masih bisa meredam emosi dan tidak terjadi konflik yang besar seperti yang terjadi di negara-negara timur tengah yang hancur akibat konflik internal di negaranya.

Kemajuan islam di Indonesia tidak hanya nampak pada kemampuannya menahan konflik dan menciptakan perdamaian. Semakin banyak muncul lembaga ekonomi syariah baik dalam bidang perbankan, maupun dalam bidang filantropi umat membawa kepada modernitas islam. Artinya, islam tidak hanya dimaknai sebagai laku ritual, tetapi juga menyentuh pada persoalan umat seperti usaha-usaha pengentasan kemiskinan, penguatan ekonomi dan dakwah keumatan.

Fazlur Rahman mengatakan bahwa “Elan dasar Al-qur’an—penekanan pada keadilan sosial-ekonomi dan persamaan esensial manusia—sangat jelas terlihat sejak dari surah-surah yang awal. Semua legislasi Al-qur’an dalam bidang kehidupan pribadi dan masyarakat, bahkan “lima rukun” Islam dipandang sebagai ajaran-ajaran Islam par exellence, mempunyai tujuan keadilan sosial dan pembangunan masyarakat egalitarian.”

Bila ditilik dari apa yang menjadi pemikiran Fazlur Rahman, sebenarnya para pendiri bangsa kita sudah memikirkan bagaimana konsep ekonomi negara ini dibangun berdasarkan prinsip islam. Mohammad Hatta salah seorang pencetus pasal 33 UUD 45 sudah memikirkan bagaimana negara membangun bangunan sistem ekonomi yang benar. Ada tiga prinsip dalam pembangunan ekonomi indonesia yang memiliki prinsip keadilan berdasarkan landasan islam. Kekeluargaan, kebersamaan, keadilan. Ekonomi indonesia perlu dikelola dengan asas kekeluargaan melalui koperasi. Ekonomi Indonesia harus dibangun dengan kebersamaan dan gotong royong, senasib sepenanggungan. Terakhir, ekonomi Indonesia harus dibangun berdasarkan konsep penguasaan negara bukan individu, dan dimanfaatkan untuk kepentingan rakyat sehingga terwujud keadilan dan kemakmuran.

Sedari awal negeri ini didirikan, islam indonesia memang sudah mengedepankan aspek toleransi dan kerukunan. Karena itulah, umat islam di indonesia tidak menghendaki negara ini menjadi negara islam. Namun, syariah islam yang dikembangkan melalui praktik atau amalan keagamaan yang terorganisir melalui organisasi dakwah kemasyarakatan lebih dipilih sebagai jalan untuk mewujudkan cita-cita islam.

Islam di indonesia sudah memiliki pemikiran modern dan maju sejak tahun 1900-an. Fazlur Rahman menulis bagaimana perkembangan modernisme pendidikan islam di bukunya Islam dan Modernitas (1985). Fazlur Rahman tidak hanya membahas perkembangan islam di Mesir, India, Pakistan, tapi juga Indonesia. Ia menuliskan pandangannya mengenai islam di indonesia. “ Pada kira-kira tahun 1900 pengaruh-pengaruh intelektual Timur Tengah mulai masuk ke Indonesia. Haji-haji yang bermukim di Makkah atau Madinah dan guru-guru yang lain mengajar lebih lanjut haji-haji yang datang dari Indonesia yang sesudah beberapa tahun belajar di kota-kota suci tersebut, pulang kembali ke tanah airnya dan mendirikan pesantren –pesantren serat madrasah-madrasah tingkat tinggi yang baru. Sedikit demikiannya pengaruh dari Kairo lebih kuat, dan nampak dari gagasan-gagasan reformis Abduh dan alirannya mulai dirasakan. Hasilnya konflik antara kaum konservatif dan modern seperti yang ada di Mesir terjadi di Sumatera dan Jawa. Modernisasi yang dilakukan menyangkut baik peralatan luar (seperti penggunaan kursi, bangku dan papan tulis sebagai ganti tikar di lantai) maupun penambahan matakajian-matakajian baru dalam kurikulum tradisional.” Fazlur Rahman juga menyebut bahwa modernisme pendidikan islam di indonesia tidak terlepas dari peran dua organisasi islam terbesar di Indonesia yakni Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama.

Perbincangan tentang islam indonesia menurut Fazlur Rahman dalam bidang hukum dan pendidikan islam, umumnya masih diabaikan. Ini disebabkan karena kesan umum bahwa Indonesia adalah kawasan Islam yang berada “di luar arus pemikiran intelektual”. Namun, di masa-masa akhir ini, telah terjadi kegiatan intelektual islam tingkat tinggi di indonesia. Banyak lembaga islam di Indonesia mengadakan hubungan dengan al-Azhar melalui guru-guru besar tamu yang datang dari universitas tersebut, dan juga sejumlah besar mahasiswa indonesia yang dikirim untuk belajar ke al-Azhar. Setelah pemerintah sekarang memulai usaha riset yang besar tentang pendidikan islam, kemungkinan besar madrasah-madrasah dan pesantren-pesantren akan menjadi feeder institusion (sumber input) bagi lembaga-lembaga islam negeri.

Bila mengingat Fazlur Rahman, tentu kita ingat tentang muridnya yang dikenal sebagai tiga pendekar dari Chicago yakni Cak Nur, Amin Rais dan Ahmad Syafii Maarif. Ketiga intelektual muslim Indonesia tersebut telah memberi warna tersendiri terhadap arus pemikiran islam di Indonesia. Pembaruan pemikiran islam yang digaungkan Cak Nur pun saat ini memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tajdid yang membuka cakrawala pemikiran islam lebih luas. Nurcholis Madjid kini dikenal dengan lembaga dan kampusnya yang ternama kampus paramadina. Ahmad Syafii Maarif sendiri mengembangkan islam inklusif melalui lembaga Maarif Institute. Sementara Amin Rais mengembangkan dakwah politik melalui PAN yang didirikannya.

Yang patut dicatat dari pandangan Fazlur Rahman adalah optimismenya memandang Islam di Indonesia. Ia mengatakan “ Dalam pandangan saya, kemungkinan besar bahwa, apabila diberikan waktu, kesempatan dan kemudahan-kemudahan, Islam Indonesia, walaupun sekarang ini —dan ini bisa dipahami— sangat bergantung pada al-Azhar,pasti akan mampu mengembangkan suatu tradisi ilsam pribumi yang bermakna, yang benar-benar bersifat islam dan kreatif. Walaupun keadaan sekarang ini jelas memerlukan banyak perbaikan, namun terdapat tanda-tanda yang mengandung harapan bagi masa depan : timbulnya demam kegiatan pendidikan dan intelektual, nampaknya mengarah pada arah yang benar.”

Potensi Islam di Indonesia sebenarnya cukup besar. Namun kita dihadapkan pada tantangan absennya Indonesia dalam peta pemikiran islam dunia. Ini disebabkan karena minimnya riset dan pemikir muslim Indonesia yang belum banyak mendunia selain karena faktor dana dari pemerintah. Di sisi lain, Islam Indonesia dihadapkan pada tantangan konflik dan permusuhan yang ada di kalangan bawah yang sering terjadi gesekan antar agama maupun ancaman terorisme. Islam Indonesia juga dihadapkan pada tantangan untuk responsif dan terus menyikapi isu kebangsaan yang membawa dan mengarahkan bangsa ini kepada jalur yang benar sesuai dengan amanat undang-undang dasar kita.

, , ,

Belum ada tanggapan.

Tinggalkan Balasan