kumpulan-cerita-tanpa-basa-basi

Cerita Tanpa Basa-Basi

Oleh Arif Saifudin Yudistira*)

Menulis cerita pendek bagi seorang penulis pemula dianggap terlalu susah. Mereka masih memikirkan imajinasi, tokoh, konflik, hingga membuat akhir cerita yang menarik bagi pembaca. Padahal cerita pendek sebenarnya tak sesusah yang kita bayangkan selama ini. Buku Matinya Burung-Burung (2015) yang diterjemahkan oleh Rony Agustinus ini adalah gambaran detail bahwa cerita pendek tak sesulit yang kita bayangkan. Bagi kalangan sastrawan muda di indonesia, cerita sangat pendek ini seringkali populer di dunia maya. Banyak komunitas penulis di media sosial saling berbagi dan berembug mengenai cerita pendek. Beberapa penulis di media sosial ini sempat mendapat sambutan yang hangat.

Akan tetapi bila kita melihat sastra di negeri ini, kehadiran cerita sangat pendek di negeri ini belum begitu populer memasuki ruang sastra kita. Koran-koran dan majalah belum cukup menanggapi dan memberi ruang bagi cerita sangat pendek. Di sisi lain, cerita pendek di indonesia cenderung canggung. Bila kita menilik cerita pendek yang pernah ditulis Vaclav Havel presiden Ceko yang sekaligus pernah menulis cerita pendek yang sangat panjang. Cerita pendek di luar negeri umumnya sangat panjang hampir mirip dengan novela. Seperti cerita pendek Alice Munroe yang tahun lalu memperoleh hadiah nobel sastra. Tetapi di sisi lain, cerita pendek luar negeri juga memberi ruang bagi hadirnya cerita yang sangat pendek sebagaimana yang ditulis oleh sastrawan amerika latin seperti dalam buku ini.

Beberapa cerita sangat pendek memang sengaja dipilihkan oleh penerjemah dari para nobelis dunia seperti Oktavio Paz, Jorge Luis Borges, Gabriel Garcia Marquez. Penghadiran penulis nobel sastra di sini tentu bukan tanpa alasan, tetapi untuk menunjukkan kepada kita bahwa cerita sangat pendek juga ditulis oleh para nobelis tersebut.

kumpulan-cerita-tanpa-basa-basiKita bisa membaca beberapa cerita sangat pendek di dalam buku ini yang langsung kepada maksud cerita, tanpa harus mempertimbangkan tokoh, latar yang unik, atau bahasa yang meliuk-liuk. Kita bisa menyimak cerita dari Orlando van Bredam dari Argentina yang menulis cerita sangat pendek berjudul Khawatir. “Jangan khawatir. Semua akan berjalan lancar”, kata petugas eksekusi. “Justru itu yang kukhawatirkan” balas terpidana mati. Cerita sangat pendek ini jelas sangat gamblang, terang dan sangat mudah kita fahami. Cerita ini juga tak menghilangkan makna cerita meskipun disajikan dengan begitu pendek. Pada contoh lain kita bisa menyimak cerita sangat pendek dari Augusto Monterroso dari Guetamala. Ia menulis cerita sangat pendek berjudul Petir Yang Jatuh Dua Kali di Tempat Yang Sama. Pada cerita ini kita akan menemukan kalimat pendek yang sangat memikat yang mencoba membuat petir seperti makhluk hidup. Berikut ceritanya : “ Pada suatu ketika petir jatuh dua kali di tempat yarng sama. Mendapati bahwa yang pertama telah mengakibatkan cukup banyak kerusakan sehingga kehadirannya tidak lagi dibutuhkan, ia pun merasa sangat tertekan”. Kalimat penutup cerita sangat pendek ini cukup memikat karena mencoba menghidupkan petir sebagai makhluk yang memiliki perasaan.

Di buku Matinya Burung-Burung ini, kita akan dibuat terkesima, tersenyum sendiri, atau bahkan tercenung menikmati cerpen yang teramat sangat pendek. Dari buku inilah kita beroleh gambaran, sebenarnya cerita pendek tak serumit dan sesusah yang kita bayangkan selama ini. Buku ini amat cocok untuk semua kalangan. Bahkan bagi siswa di sekolah dasar, cerita teramat pendek ini bisa dijadikan contoh bagi murid-murid kita untuk mengenali cerita pendek dengan cara yang sangat sederhana. Begitu.

*) Penulis adalah Alumnus UMS, Pegiat Tadarus Buku Bilik Literasi SOLO

, , , , , ,

Belum ada tanggapan.

Tinggalkan Balasan