Screenshot_20210417-170103_1

Syarat Nikah

Junaidi alias Juned telah lama menyimpan rasa pada Farida, gadis manis asal desa Sukamanis yang terkenal dengan keayuannya yang begitu memesona. Entah berapa banyak pria yang datang ke rumah perawan desa itu untuk melamarnya. Namun dari sekian banyak pria, tak satupun pria yang dipilih Farida. Padahal mereka yang datang bukanlah lelaki sembarangan. Hampir kebanyakan datang dari kota dengan latar belakang pekerjaan yang menjanjikan dan penampilan yang super keren.

Dada Juned selalu bergejolak  apabila melihat Farida lewat di depan rumah dengan sekantong sayuran segar dari pasar, kemudian Juned akan menawarkan diri untuk membantunya. Dia rela jadi kuli jinjing demi berada lebih lama di dekat Farida. Terkadang Farida menolak bantuannya, tapi dengan pemaksaan Juned, akhirnya Farida merelakan belanjaannya dibawakan Juned hingga pintu rumah. Dan ketika Juned mau pulang, Farida selalu memberinya uang lima ribu rupiah sebagai tanda terima kasih. Juned jelas tidak mau menerima uang itu, tapi apalah daya Farida selalu memaksa. Dia akan meraih telapak tangan Juned dan memaksa menyusupkan uang lima ribu perak itu ke dalam genggaman Juned. Saat-saat seperti itulah yang dirindukan Juned, sebab sentuhan tangan Farida di atas telapak tangannya terasa begitu halus dan seketika memompa darahnya hingga berdesir tak karuan.

“Tidak usah memberiku uang, Ida! Aku hanya ingin membantumu saja.” Kata Juned seraya menyodorkan kembali uang yang telah diberikan Farida.

“Terima saja, aku merasa tidak enak dibantu kamu terus tiap kali aku pulang dari pasar.” Tangan Farida mendorong balik uluran tangan Juned. Dia menolak pengembalian uang dari Juned.

“Aku hanya kasihan lihat kamu membawa belanjaan banyak sementara jalan ke rumahmu harus melewati pematang sawah yang becek. Sebagai tetangga kita harus saling membantu. Bukannya begitu?”

“Kenapa cuma aku yang dibantu? Setiap hari ada hampir lima sampai tujuh orang yang pulang dari pasar dengan belanjaan yang banyak. Harusnya kamu juga membantu mereka. Bukannya mereka tetangga kita juga?”

DEUUGGGGG! Perkataan Farida benar-benar memukul telak hati Juned. Niat hati ingin terlihat baik di hadapan Farida, kini malah kena skakmat. Juned merasa malu bukan main, wajahnya merah. Dia tersenyum menutupi rasa malunya, karena memang benar selama ini dia hanya menawarkan bantuan pada Farida. Sementara emak-emak lainnya tidak pernah ditawarinya bantuan.

“Aku kan hanya ingin membantumu saja, Ida. Aku khawatir kamu jatuh ke sawah dan lumpur itu mengotori wajah cantikmu.”

“Ah sudah jangan menggombal, Jun! Ambil saja pemberianku ini.” Tak disadari telapak tangan Farida telah lama menempel di atas telapak tangan Juned, dan itu cukup membuat Juned bergetar heboh.

Aki Kohedi diketahui tengah membersihkan kebun singkongnya sendirian. Juned yang ngebet pengen jadi menantu Aki Kohedi segera membawa cangkul dan menuju kebun Si Aki.

“Biar saya bantu, Aki!”

“Ah, gak usah Juned. Nanti malah merepotkanmu.”

“Tidak apa-apa. Aku ikhlas kok. Lagian seusia Aki harusnya sudah diam di rumah. Harusnya anak Aki yang turun ke kebun.”

“Kamu kan tahu Aki tidak punya anak laki-laki. Anak Aki cuma satu, Farida. Tidak mungkin anak perempuan membersihkan kebun seluas ini.”

“Kenapa Aki tidak segera menikahkan Farida agar bisa segera punya mantu dan dapat membantu Aki di kebun?”

“Aki tidak akan menikahkan Farida dengan lelaki yang akan membawanya ke kebun. Dari kecil Farida sudah sering Aki ajak ke kebun. Bahkan dia kerap membantu pekerjaan Aki. Yang jadi suaminya nanti harus bisa membuat Farida benar-benar menjadi Nyonya rumah. Aki tidak mau anak Aki hidup susah terus. Dia harus hidup modern di kota.”

“Kan sudah banyak lelaki kota yang melamar Farida, kenapa tidak diterima?” Juned merasa penasaran.

“Karena Farida ingin dinikahkan di usia 25 tahun dan hanya ingin dengan tetangga. Katanya biar tidak jauh dari Aki.”

Juned tersenyum mendengar penjelasan Si Aki. Sepertinya ada harapan baru untuk mendapatkan Farida. Juned dan Farida bertetangga sejak dulu, jadi kemungkinan diterima terbuka lebar, fikirnya.

Juned semakin bersemangat untuk segera datang melamar Farida sebab hari ini Farida sudah genap 25 tahun. Juned tahu benar kapan ulang tahun Farida, dia sudah menghitungnya jauh-jauh hari. Juned akan bertaruh keberuntungan, diterima syukur tidak diterima pantang mundur. Selagi janur kuning belum melengkung dan belum terjadi ijab kabul cinta Farida masih patut diperjuangkan.

“Kedatangan saya ke sini bersama orangtua adalah untuk…untuk…hmmmm untuk…” Juned terbata menyampaikan maksudnya. Tak disangka baru proses melamar saja lututnya sudah bergetar dan lidahnya terasa kaku.

“Tenang saja Nak Juned. Sampaikan maksud tujuanmu.” Apar pamannya Farida mencoba menenangkan. Juned pun terlihat menarik nafas mencoba menetralisir saraf-sarafnya yang tegang.

“Begini…saya bermaksud melamar Farida, putri dari Aki Kohedi.” Juned mulai tenang dan percaya diri. “Sekiranya Aki dan Farida mau menerima saya, saya berjanji akan menjadi imam yang baik dan bertanggung jawab.” Lanjut Juned dengan senyum malu-malu.

Suasana seketika hening, tidak ada yang menyahut. Wajah Juned tertunduk, dadanya bergetar hebat menanti jawaban. Macam-macam perasaan bercampur baur, lebih-lebih perasaan takut ditolak.

“Sudah kukatakan pada Nak Juned kalau Aki ingin Farida menikah dengan orang kota. Tapi Aki tidak memaksa. Semua terserah Farida.”

Huh…lega rasanya mendengar jawaban Si Aki. Juned melirik Farida, terlihat gadis itu tersenyum ke arahnya. Wah, sinyal ijo ni. Juned semakin percaya diri akan diterima.

“Bagaimana Farida, apa jawabanmu?” Tanya Apar pada ponakannya.

Sebelum memberi jawaban, Farida melempar kedipan mata ke arah Juned. Juned semakin yakin saja kalau Farida akan menerimanya. “Boleh tahu usia kamu berapa, Jun?” Halus sekali suara Farida, membuat jantung Juned berdebar tak karuan.

“Usiaku 27 tahun.”

“Cuma beda dua tahun dari usiaku. Menurutku itu ideal. Tidak terpaut jauh jika jadi suami istri. Lagi pula aku bercita-cita ingin bersuamikan tetangga, biar tetap mengurus Aki.”

Duh, hati Juned makin berbunga saja mendengar tanggapan Farida. Dia semakin percaya diri dapat diterima.

“Tapi aku punya syarat buat kamu Jun, jika ingin menikahiku.” Lanjut Farida.

“Katakan syarat itu apa? Seberat apapun syarat itu pasti Kang Juned perjuangkan demi kamu, Ida.”

“Tidak usah terlalu berlebihan, syaratnya sangat gampang kok.” Senyum Ida terus mengembang, menembus kornea mata Juned dan tembus ke hati.

“Katakan, Ida! Ayo katakan!” Juned terlihat tidak sabar.

Farida pun segera menjawab, “syaratnya hanya satu, aku ingin saat menikah nanti usiaku dan usiamu menjadi sama, tidak ada selisih. Kita sama-sama 27 tahun. Jadi tunggu saja.”

BRAKKK….Juned pun pingsan. Bagaimana bisa menyamakan usia yang tahun lahirnya saja sudah berbeda???

Gambar: pixabay.com

#april_mop #monthly_challenge

, ,

Belum ada tanggapan.

Tinggalkan Balasan