images (6)

Tabir

Sudah menjadi suratan takdir, bila hidup yang singkat ini akan menemu pada satu masa dunia yang rusak. Dunia yang tidak lagi aman. Dunia yang penuh gejolak dan konflik. Dunia yang tidak jelas antara yang benar dan yang mengaku benar. Dunia yang akan menjumpa pada zaman edan. Wis wayahe orang Jawa bilang, Sujiwo Tejo memakai kata Titi Mangsa.

Dalam zaman yang serba tidak pasti itulah kita akan hidup di masa depan. Era sekarang adalah era yang serba cepat. Orang bisa begitu alim pagi hari lalu begitu brengsek di sore hari.   Era dimana fatamorgana dikejar sampai menghalalkan segala cara. Era dimana pijakan, pegangan hanya sebatas lipstik. Era dimana agama dijadikan tameng begitu mudah. Jaman saat baju lebih heboh dari isi.

Yasraf Amir Piliang [2020] menyebut era sekarang seperti dunia yang dilipat-lipat. Era dimana informasi penuh dengan disinformasi. Sebuah zaman besar tapi menemu manusia kerdil tulis Bung Hatta yang mengutip pujangga Jerman Johann CF von Schiller.

Kita hidup di saat peradaban sedemikian maju namun teramat rapuh. Sebuah jaman di saat uang, harta serta kekuasaan begitu mudah didapat. Namun di saat yang sama kita melihat orang memujanya.

Saya jadi teringat kisah sufistik Ibrahim Ibnu Adam. Seorang khalifah termahsyur di kala itu yang merenungi dan hendak menempuh jalan sufi. Kisah ini saya dapati di buku  _Secawan Anggur Cinta_ [2016] yang ditulis oleh Robert Frager Ph.D. Dikisahkan Ibrahim sang Khalifah mengikuti suara misterius yang menuntunya mengikuti jalan sufi. Ia melepas baju rajanya lalu menukarnya dengan baju pengemis dengan seorang pengemis. Ibrahim lalu menempuh jalan spiritualnya merenungi makna hidup.

Suatu hari Ibrahim bin Adham berkunjung ke Basrah. Penduduk kota itu bertanya kepadanya :” Tuhan berkata ‘Berdoalah kepada-Ku niscaya Aku jawab’, tapi doa doa kami tak kunjung terjawab. Ibrahim pun menjawab, ” Hati kalian telah mati karena sepuluh sifat buruk. Allah tidak menerima doa orang yang telah mati karena sepuluh sifat buruk.”

Pertama, kalian mengakui Allah tapi tidak memberikan hak-hak-Nya. Dengan memberi kepada yang miskin berarti kalian telah membayar utang kalian. Kedua, kalian membaca Al-Qur’an tapi tidak mampu melihat ajarannya. Ketiga, kalian berseru setan musuhmu tapi kalian patuhi ajakannya. Keempat Kalian menyebut diri umat Muhamad tàpi tidak berusaha mengikuti sunnahnya. Kelima, kalian ingin masuk surga tetapi kalian tidak beramal saleh. Keenam kalian berharap diselamatkan dari api neraka tapi terus-menerus berbuat keburukan yang menyebabkan terlempar ke dalamnya. Ketujuh, kalian tahu maut akan menjemput tapi tidak pernah menyiapkan diri untuknya. Kedelapan kalian melihat kesalahan banyak saudaramu tapi tidak melihat kesalahanmu sendiri. Kesembilan, kalian menghabiskan semua yang Allah berikan tanpa rasa syukur. Terakhir kalian menguburkan orang yang mati tanpa mengambil pelajaran besar bahwa akhir yang sama juga akan terjadi padamu.

Sufi adalah pengetahuan yang menghilangkan jarak antara Tuhan dengan hamba-Nya. Jarak itu masih terasa jauh karena adanya tabir. Tabir itu adalah kesalahan dan sifat buruk kita sebagai manusia yang tanpa sadar masih kita miliki.

Seorang hamba, nabi sekalipun akan merasa senang saat jarak, tabir atau hijab itu telah sirna. Tidak ada lagi penghalang seorang hamba dengan Tuhan-Nya.

Semua itu hanya mungkin ketika kita bisa menghindari dan tidak melakukan sepuluh sifat buruk yang dituturkan oleh sang Khalifah Ibrahim Ibnu Adham.

Dan tabir itu terletak teramat dekat dengan kita. Bila kita berusaha dan melatih untuk mendidik jiwa kita, maka kita akan dituntun sampai kepada jalan-Nya.

Di saat orang kehilangan pegangan dan tuntunan, kita perlu menghidupkan kembali hati kita. Hati kita perlu diajak kepada hidup yang tidak _kemrungsung_, _ngege mongso_ sekaligus diajak untuk hidup sedikit melambat tanpa harus hanyut.

Kesemrawutan zaman, rusaknya moral serta krisis bangsa kita bukanlah aib yang terus disesali. Namun ia adalah jalan bahwa selalu saja ada ruang dan cahaya optimisme bangsa kita ke depan.

Bila kita berkenan membuka tabir antara hamba dengan Tuhan-Nya. Sudah semestinya kita akan memperoleh jalan terang dan jalan selamat.

 

Sumber gambar : piqsels.com

, , ,

Belum ada tanggapan.

Tinggalkan Balasan