jenis-dan-membuat-alur-cerita

Tujuh Alur Dasar: Perjalanan dan Pencarian yang Jauh

The quest adalah jenis alur dasar berikutnya setelah overcoming monster dan rags to rich. Arti quest dalam kamus Oxford adalah ‘a long search for something, especially for some quality such as happiness’, sedangkan dalam kamus Cambridge dimaknai ‘a long search for something that is difficult to find, or an attempt to achieve something difficult’. Beberapa kata bahasa Indonesia telah saya coba padankan dengan kata quest, tapi tampaknya kurang tepat jika hanya satu kata. Sebab itu, menurut saya, kelompok kata perjalanan dan pencarian yang jauh bisa mencakupi makna yang dikandung quest.

The quest adalah salah satu jenis alur yang memiliki ciri khas di mana sang tokoh utama (hero/heroin) melakukan perjalanan jauh untuk mencari sesuatu yang sangat berharga yang dapat berupa harta karun, tanah yang dijanjikan, atau apa saja yang tak ternilai harganya. Sang tokoh utama menjadikan pencarian jauh ini sebagai hal yang terpenting dalam hidupnya. Untuk itu, sang tokoh utama melakukan perjalanan yang panjang melelahkan yang dipenuhi dengan rintangan, godaan, dan marabahaya yang mengancam hidupnya. Untungnya, dalam proses pencarian itu biasanya sang hero tidak sendirian, tetapi ada yang menemaninya, yakni orang-orang yang setia kepadanya. Dalam tradisi wayang kulit, orang-orang yang menemani hero itu adalah para punakawan, seperti Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong.

Struktur alur ini terdiri atas lima tahapan[1]. Pertama, the call (panggilan). Pada tahap ini, pengarang mendeskripsikan sebuah tempat yang penuh penindasan dan ketidaktoleranan. Lalu, muncul kesadaran pada tokoh utama bahwa dirinya harus melakukan perjalanan jauh dan sulit. Sang hero diberikan arahan oleh sesuatu yang bersifat supernatarul atau visionary.

Kedua, the journey (perjalanan). Sang hero dan temannya melewati daerah yang tidak bersahabat dengan mereka dan mengalami serangkaian kesulitan, rintangan, dan gangguan yang mengancam jiwanya, termasuk di dalamnya terdapat mosters yang harus ditaklukkan dan perempuan-perempuan penggoda yang harus dihindari. Sampai akhirnya, masih pada tahapan ini, sang hero dan temannya itu bertemu dengan “orang tua bijaksana” atau “perempuan muda nan jelita” yang memberikan bantuan atau nasihat. Selama tahapan ini, bisa jadi sang hero harus melakukan perjalanan ke “dunia lain”, seperti perjalanan menuju kematian, dan menemui seseorang yang akan membantunya, seperti arwah dari masa lalu yang memberikan petunjuk bagaimana sang hero dapat meraih tujuannya.

Ketiga, arrival and frustation (kedatangan dan keputusasaan). Hero datang (kembali) dengan penglihatan akan tercapai tujuannya. Namun, ternyata dia masih dari akhir kisahnya sebab di pinggir tujuannya dia melihat rintangan baru dan mengerikan yang menghalangi dirinya dan tujuan yang hendak diraihnya itu. Hero harus menaklukannya.

Keempat, the final ordeal (cobaan berat terakhir). Hero telah menunjukkan bahwa dirinya orang yang tepat untuk memperoleh sesuatu yang tak ternilai itu. Tinggallah hero berhadapan dengan puncak cobaan beratnya, bertarung dengan sesuatu yang memiliki kekuatan melebihi rintangan-rintangan yang sudah dihadapinya sebelumnya.

Kelima, the goal (tujuan tercapai). Setelah “meloloskan diri dari kematian yang mendebarkan” yang terakhir kalinya, tujuan yang dicarinya (harta karun, tanah yang diharapkan, putri) yang dapat mentransformasikan kehidupannya itu pada akhirnya dapat diraihnya atau didapatinya dengan jaminan akan terus memberikan kebahagiaan di masa depannya.

Beberapa karya fiksi yang menggunakan alur jenis ini antara lain Odysses karya Homer, Divine Comedy karya Dante, The Lorf of the Rings karya Tolkien, dan Raiders of the Lost Ark karya Steven Spielberg. Dari negeri Tiongkok terdapat kisah Sun Go Khong, kera sakti, yang bersama gurunya dan adik seperguruannya melakukan perjalanan mencari kitab suci dapat dimasukkan ke dalam kisah yang menggunakan alur ini. Selain fiksi luar, kita bisa pula memasukkan cerita Joko Tingkir ke dalam jenis alur ini.

Wallahu a’lam

Tambun Selatan, 8 Agustus 2015

[1] Booker, Christopher. The Seven Basic Plots. London: Continuum, 2010.

, , , , , , , , , ,

Belum ada tanggapan.

Tinggalkan Balasan