Berita Buku – Salah satu penghargaan bergengsi, The Pulitzer tahun 2015 akhirnya diumumkan oleh pihak penyelenggara pada hari senin 20 April. Untuk karya fiksi, satu nama baru muncul di antara 1.400 buku yang disertakan. Dia adalah Antony Doerr dengan novelnya All The Light We Cannot See.
Lahir di Cleveland pada 1973, Anthony Doerr sudah tertarik menjadi penulis sejak dia remaja. Dia menyelesaikan gelar B.A Sejarahnya di Bowdoin College tahun 1995, kemudian di usia pertengahan dua puluh dia mulai menerbitkan tulisannya di majalah. Pada tahun 1999, Doerr menerima penghargaan MFA (Master Of Fine Arts) dari Bowling Green State University. Karya-karya cerita pendeknya kemudian tampil di Paris Review, The Atlantic Monthly serta terbit dalam beberapa antologi seperti Shell The Collector (2002) yang merupakan kumpulan cerpen pertamanya, Memory Wall (2010).
Nama Anthony Doerr, di Indonesia baru mulai terdengar beberapa hari terakhir usai menerima penghargaan Pulitzer. Tetapi karir dan namanya sebenarnya sudah cukup di kenal baik di kesusastraan Eropa maupun di Amerika. Karya fiksinya pernah mendapat penghargaan dari Guggeheim Fellowship dan dari majalah National Award. Pada tahun 2008 salah satu cerita pendek dalam kumcer Memory Wall yang berjudul Village 113 memenangi penghargaan O’Henry.
Dari berbagai cerita pendeknya, diyakini bahwa Anthony Doerr sering menunjukan kecintaannya terhadap ilmu pengetahuan dengan cara mengeksploitasi hubungan manusia dengan alam. All The Light We Cannot See menjadi novel terbaru dan keduanya yang dirilis pada 2014 lalu, sementara novel pertama Doerr ditulis pada 2004 dengan judul About Grace. Selain dua buah novel dan dua kumpulan cerpennya, sejauh ini Doerr juga telah menerbitka sebuah memoar berjudul Four Season In Rome. Dengan total baru lima buah buku yang diterbitkan, terpilihnya Anthony Doerr oleh universitas Kolombia sebagai pemenang hadiah Pulitzer untuk kategori fiksi menunjukan bahwa apa yang dia tulis di novel terakhirnya itu merupakan sesuatu yang dahsyat dan layak dibaca.
All The Light We Cannot See merupakan sebuah novel tentang sebuah kehidupan di tengah kecamuk Perang Dunia II, di Perancis yang sedang diekspansi pasukan Nazi Jerman. Semua dimulai pada 7 agustus 1944 ketika Saint-Malo dibom oleh sekutu. Cerita kemudian dikilasbalikan ke tahun 1934 yang mempertemukan pembaca dengan gadis enam tahun yang buta bernama Marie-Laure, yang hidup bersama ayahnya di Paris. Dia adalah gadis kecil buta yang dengan bimbingan sang ayah dapat menjalani hidup dengan baik, yang mampu mengetahui lingkungannya dengan baik, sebelum pada usianya yang kedua belas Nazi menduduki Perancis sehingga mereka harus melarikan diri ke Saint-Malo. Bersama mereka, dibawa sertalah harta yang mungkin paling berharga dari museum tempat mereka bekerja, sebuah permata yang sangat berbahaya.
Sementara itu, jauh di Jerman di sebuah daerah pertambangan hidup seorang remaja bernama Werner. Bersama adik perempuannya, mereka telah yatim piatu. Kehidupan di masa perang bergulir sebagaimana biasa dan Werner tumbuh dengan keahlian membuat dan memperbaiki radio. Di masa itu pengetahuan tentang radio adalah sebuah anugerah sehingga Werner masuk dalam pasukan Nazi karena keahliannya itu.
Takdir mungkin terjalin di antara mereka. Ketika Warner ikut Nazi ke Perancis, maka ke Saint-Malo pulalah pada akhirnya dia pergi. Dan suatu hari dia betemu seorang gadis buta. Di tengah peperangan itu, drama dan intrik pun berkecamuk. Maka, benarlah beberapa sumber yang mengatakan bahwa kisah ini mengguncang kesadaran manusia tentang perang dan kemanusiaan, tentang kehidupan sebuah individu dengan teknologi. Sebagai sebuah fiksi, novel ini meresap, menegangkan sekaligus berbicara tentang cinta di tengah sia-sianya peperangan.
Novel ini pun menemui pembacanya. Setelah pada desember 2014 buku ini terpilih oleh New York Time sebagai buku fiksi terbaik tahun itu tanggal 20 April 2015 kemarin ketika dunia semakin mengenalnya dengan memenangi Pulitzer. Ingin tahu bagaimana Anthony Doerr menghasilkan novelnya? Simak video yang tersedia di atas artikel ini, jika Anda membuka dengan versi dekstop.
Belum ada tanggapan.