Siapa bilang penulis hanya bisa menulis? Seorang penulis tentu saja bisa menghasilkan karya lain selain tulisan. Misalnya, lagu, patung atau lukisan. Ada juga penulis yang sekaligus penyanyi. Bagaimana dengan kamu?
Salah satu penulis novel Indonesia yang terkenal, Fira Basuki, ternyata piawai dalam melukis. Beberapa hari lalu, tepatnya pada tanggal 18 Maret 2015, Fira Basuki membuka pameran tunggalnya yang bertajuk “Catching Star”.
Sebelumnya perempuan berumur 43 tahun ini dikenal sebagai penulis novel laris, di antaranya adalah Trilogi “Jendela-Jendela”, “Pintu”, dan “Atap”. Selain itu ada juga “Rojak”, “Brownies”, dan kumpulan cerpen “Alamak!”. Karyanya yang lain, yakni kisah cintanya dengan almarhum suaminya, “Fira dan Hafez” akan diangkat ke layar lebar dengan judul “Cinta Selamanya” pada April mendatang. Gaya penulisannya memang menarik dan kental dengan latar budaya, sehingga tak heran ada banyak orang yang jatuh cinta dengan karya-karyanya.
Selain sebagai penulis novel, Fira juga dikenal sebagai seorang wartawan. Saat ini dia menjabat sebagai editor-in-chief majalah Cosmopolitan Indonesia.
Bagi Fira, menulis memang passion-nya. Sejak SD, wanita bernama lengkap Dwifira Maharani Basuki ini sudah menulis fiksi. Hal itu berlanjut hingga SMP dan SMA. Selain mengirimkan cerpen ke majalah-majalah remaja, dia juga semakin sering mengikuti lomba menulis. Guru-gurunya juga mendorongnya untuk mengikuti berbagai lomba menulis. Lalu bagaimana Fira bisa melukis?
Rupanya, sejak kecil Fira sudah berbakat menggambar. Seiring berjalannya waktu, Fira berkenalan dengan pelukis senior yang terkenal dengan gaya figuratif, Jeihan Sukmantoro. Jeihan Sukmantoro dikenal dengan lukisan figur manusia, terutama wanita, dengan warna-warna gelap dan sederhana. Ciri khas lukisan Jeihan dapat dikenali dari obyek mata manusia yang dilukis dengan warna hitam pekat hingga terkesan misterius dan elegan.
Jika diamati lebih detil, lukisan Fira sedikit banyak terpengaruh gaya melukis Jeihan. Lukisan-lukisannya banyak didominasi dengan warna-warna sederhana, seperti merah, hitam, dan putih. Menurut guru lukisnya, Jeihan Sukmantoro, lukisan-lukisan itu merupakan refleksi diri dan kehidupan seorang Fira. Sedangkan menurut Fira sendiri, lukisan-lukisan itu merupakan simbol dari dirinya yang berdarah Jawa. Merah, hitam, dan putih adalah warna sambal. Merah adalah cabai, hitam adalah terasi, dan putih adalah garam. Yang jelas, bagi Fira, semua lukisan itu keluar dari hati dan pikiranya, termasuk dari imajinasinya.
Menurut sang kakak, Mas Don, ketiga warna dalam lukisan Fira itu menyimbolkan lambang-lambang nafsu manusia. Dalam filosofi Jawa, ada empat lambang nafsu manusia yang digambarkan dalam empat warna. Merah adalah simbol marah atau amarah. Putih, merupakan simbol kesucian atau mutmainah. Hitam merupakan simbol bumi atau makanan, dikenal juga dengan aluamah. Dan terakhir warna kuning, diartikan sebagai simbol kesenangan atau air yang disebut sebagai sufiyah.
Pameran tunggal Fira Basuki kali ini, seperti dilansir dari detik.com, merupakan eksibisi pertama baginya. Dalam kesempatan itu, Fira Basuki juga meluncurkan buku ke-29 yang berjudul sama dengan pameran tunggalnya, “Catching Star”. Buku Catching Star ini merupakan buku istimewa baginya karena baik cover depan maupun cover belakang menggunakan lukisan hasil karya Fira Basuki sendiri.
Ada 26 lukisan Fira yang dipamerkan. Selama setahun ini dia sudah melukis sebanyak 60 lukisan. 26 lukisan yang dipamerkan itu berasal dari 60 lukisan yang dihasilkannya. Pameran Fira Basuki ini digelar di Jakarta Pusat, tepatnya di Artotel Thamrin. Rencananya, pameran tunggalnya ini akan digelar hingga tanggal 16 April mendatang.
Bagaimana, tertarik mengunjungi pameran Fira Basuki?
Editor: BBNet.
Belum ada tanggapan.