Pendidikan Karakter dapat dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan sikap untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam membentuk pribadi yang baik dan berakhlak mulia sehingga akan tercipta kedamaian dan ketentraman dalam kehidupan sehari-hari.
Pendidikan merupakan salah satu sektor yang paling penting dalam pembangunan nasional, dijadikan andalan utama untuk berfungsi semaksimal mungkin dalam upaya meningkatkan kualitas hidup manusia, di mana iman dan takwa kepada TuhanYang Maha Esa menjadi sumber motivasi kehidupan segala bidang.
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara (pasal 1 Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional).
Indonesia sebagai salah satu negara yang berkembang dituntut untuk selalu meningkatkan kualitas pendidikan agar Sumber Daya Manusia (SDM) bisa memiliki daya saing dalam semua aspek sehingga mampu bersaing di dunia Internasional. Untuk mencapai hal tersebut, Indonesia selalu mengembangkan kurikulum secara nasional dengan harapan kualitas pendidikan di Indonesia bisa lebih baik.
Indonesia telah mengembangkan banyak kurikulum mulai dari Kurikulum 1994, Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), dan yang saat ini digunakan adalah Kurikulum 2013 atau disebut pula sebagai Kurikulum Nasional.
Sejak diterapkannya KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan pendidikan) pemerintah sebagai pelaku utama dalam membuat kebijakan kurikulum di Indonesia dalam hal ini adalah Kementerian Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (sekarang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) serta para pakar pendidikan telah mengembangkan konsep pendidikan tidak hanya dalam aspek pengetahuan (kognitif) saja, akan tetapi dilengkapi dengan aspek keterampilan (psikomotorik), dan sikap (afektif).
Pendidikan Karakter sudah mulai ditekankan dalam KTSP yang dimuat pada aspek sikap (kognitif). Pendidikan Karakter dapat dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan sikap untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam membentuk pribadi yang baik dan berakhlak mulia sehingga akan tercipta kedamaian dan ketentraman dalam kehidupan sehari-hari.
Indonesia sebagai negara yang terkenal dengan keramahtamahannya seharusnya dalam menerapkan pendidikan karakter tidaklah sulit. Akan tetapi, pada kenyataannya meskipun pendidikan karakter telah dimasukkan dalam kurikulum ternyata tidak cukup efektif dirasakan hasilnya oleh peserta didik. Dalam KTSP, aspek kognitif harus mencantumkan karakter yang diharapkan muncul bagi peseta didik dalam setiap proses pembelajaran. Namun yang terjadi karakter-karakter yang diharapkan muncul hanyalah sekedar tulisan belaka. Hal ini terjadi karena tidak adanya konsep penilaian yang jelas dalam memantau karakter yang dicapai peserta didik dalam proses pembelajaran. Seakan-akan nilai karakter yang akan dicapai hanyalah sekedar syarat administrasi saja dalam bentuk tulisan tanpa adanya perhatian khusus dari para pendidik.
Sebagai pendidik yang baik, hendaknya selain memperhatikan pengetahuan para peserta didik juga harus mampu menanamkan karakter yang positif bagi seluruh peserta didik. Kurangnya penekanan pendidikan karakter dalam KTSP menyebabkan kurang efektifnya pembentukan pribadi peserta didik yang lebih baik. Dampak besar dari tidak efektifnya pendidikan karakter adalah munculnya fenomena kenakalan remaja yang semakin marak saat ini yang kebanyakan pelakunya adalah para siswa maupun mahasiswa dari berbagai macam sekolah dan perguruan tinggi.
Kurikulum yang digunakan saat ini, yaitu Kurikulum 2013 sebenarnya adalah salah satu senjata pemerintah dalam menanggulangi kenakalan remaja melalui dunia pendidikan. Kurikulum 2013 merupakan pengembangan dari KTSP khususnya juga merupakan perbaikan konsep pendidikan karakter yang ditanamkan kepada peserta didik.
Dalam Kurikulum 2013 memilki empat Kompetensi Inti (KI) yang setiap KI tersebut kemudian diturunkan menjadi beberapa Kompetensi Dasar (KD). KI-1 merupakan aspek religi, KI-2 merupakan aspek sikap/sosial, KI-3 merupakan aspek pengetahuan, dan KI-4 merupakan aspek keterampilan. Kaitannya dengan pendidikan karakter, KI-1 dan KI-2 adalah aspek yang digunakan dalam menanam pendidikan karakter bagi peserta didik.
Mengapa bisa demikian? Karena dalam Kurikulum 2013 menggunakan sistem penilaian autentik yang mana setiap proses pembelajaran pendidik harus selalu melakukan penilaian terhadap peserta didik. Dalam penilaian sikap, pendidik selalu mengawasi dan mengobservasi segala sikap dari peserta didik sehingga pendidik bisa melakukan evaluasi dan mengarahkan serta memasukkan nilai-nilai moral yang baik kepada peserta didik. Dengan demikian, pendidikan karakter bisa lebih efektif dan bisa lebih dirasakan hasilnya.
Meskipun Kurikulum 2013 memiliki perhatian yang sangat khusus dalam pendidikan karakter, masih saja harapan untuk mencetak generasi bangsa yang bermoral dan berakhlak mulia sulit untuk dicapai. Mengapa bisa demikian? Problem apa yang sebenarnya terjadi sehingga pendidikan karakter belum bisa dilaksanakan secara maksimal? Lalu bagaimana solusi yang tepat untuk mengatasi hal tersebut?
Berdasarkan pengalaman penulis sebagai tenaga pendidik, pendidikan karakter masih kurang begitu terlihat efektif meskipun kurikulum sudah dibuat oleh pemerintah sedemikian rupa agar pendidikan karakter bisa tercapai sesuai harapan. Hal ini terjadi karena ada beberapa faktor, baik faktor internal sekolah maupun faktor eksternal sekolah. Faktor internal yang menyebabkan tidak efektifnya pembangunan pendidikan karakter bagi peserta didik adalah dari kurikulum itu sendiri, baik KTSP maupun kurikulum 2013.
KTSP dan Kurikulum 2013 yang telah menekankan pendidikan karakter ternyata belum berhasil secara maksimal, khususnya Kurikulum 2013 karena kurangnya sosialisasi. Sebelum semua guru mendapatkan bimbingan teknis terkait kurikulum 2013 pemerintah sudah terburu-buru memberikan perintah untuk pengimplementasian kurikulum tersebut di sekolah-sekolah. Jelas hal ini menyebabkan para guru/ tenaga pendidik menjadi kurang maksimal dalam melaksanakan kurikulum 2013 khususnya terkait tentang pendidikan karakter.
Faktor internal selanjutnya adalah dari tenaga pendidik itu sendiri, kurangnya rasa kepedulian guru untuk memperhatikan pendidikan karakter dalam proses pembelajaran menyebabkan pendidikan karakter hanya tertulis di lembar RPP saja tanpa adanya implementasi yang nyata dalam kegiatan belajar mengajar.
Faktor yang selanjutnya adalah faktor eksternal, yaitu faktor yang berasal dari luar lingkup sekolah. Pertama adalah faktor keluarga, sebaik apapun pembinaan pendidikan karakter di sekolah namun jika dalam keluarganya tidak menanamkan moral yang baik terhadap anak tersebut maka upaya sekolah dalam melakukan pendidikan karakter hanya akan sia-sia, karena pada dasarnya pendidikan yang paling utama bagi seorang anak adalah dari keluarga itu sendiri.
Faktor eksternal yang kedua adalah lingkungan masyarakat, lingkungan adalah hal yang paling berpengaruh dalam pendidikan seseorang. Kebiasaan hidup masyarakat yang baik akan membentuk perilaku yang baik pula, sebaliknya jika dalam lingkungan masyarakat tersebut terbiasa dengan hal-hal yang buruk maka juga akan membentuk karakter diri yang buruk juga.
Dari fenomema-fenomena tersebut perlu adanya penanganan yang serius karena pendidikan karakter menjadi salah satu proses yang penting dalam mencapai tujuan pendidikan nasional, yang seharusnya bukan sekedar program ataupun syarat administrasi saja tanpa adanya tindakan yang nyata. Untuk menjadikan pendidikan karakter sebagai terobosan dalam memajukan generasi bangsa, hal yang harus diperhatikan sejak awal adalah bagaimana proses dan tahapan jelas yang harus kita lakukan.
Proses implementasi pendidikan karakter dalam pembelajaran harus memilki indikator yang jelas dan sesuai seperti halnya indikator dalam penilaian aspek kognitif dan psikomotorik. Dengan adanya indikator tersebut pendidik bisa lebih detail dalam melakukan observasi di dalam kelas untuk mengetahui sejauh mana ketercapaian karakter atau sikap para siswa apakah sudah sesuai dengan indikator-indikator yang ada atau belum.
Pengimplementasian nilai-nilai pendidikan karakter dapat ditempuh dengan langkah-langkah sebagai berikut:
- Mengkaji Standar Kompetensi (SK)/ Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) untuk menentukan apakah nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang tercantum sudah tercakup di dalamnya atau belum.
- Menggunakan nilai-nilai budaya dan karakter yang memperlihatkan keterkaitan antara SK/ KI dan KD dengan nilai dan indikator untuk menentukan nilai yang akan dikembangkan.
- Mencantumkan nilai-nilai budaya dan karakter tersebut ke dalam silabus dan kemudian diturunkan ke dalam RPP.
- Mengembangkan proses pembelajaran peserta didik secara aktif yang memungkinkan peserta didik memiliki kesempatan melakukan internalisasi nilai dan menunjukkannya dalam perilaku yang sesuai.
- Memberikan bantuan kepada peserta didik, bagi yang mengalami kesulitan untuk menginternalisasi nilai maupun untuk menunjukkannya dalam perilaku.
Langkah-langkah tersebut akan sangat membantu pendidik dalam membangun karakter siswa yang lebih baik. Namun, tidak hanya cukup sampai di situ. Sebaik apapun konsep dan strategi yang digunakan untuk memaksimalkan pendidikan karakter semuanya hanya akan percuma jika tidak ada keseriusan seorang pendidik dalam mencapai tujuan pendidikan. Guru selain menjadi mediator dalam mentransfer ilmu kepada peserta didiknya, juga harus bisa menjadi teladan yang baik bagi siswa siswinya. Dengan begitu para siswa bisa lebih mudah diarahkan karena mereka telah memiliki sosok yang memang bisa ditiru dan juga memberikan contoh yang baik.
Pendidikan karakter juga tidak cukup dilaksanakan di sekolah saja, akan tetapi di mana saja dan kapan saja pendidikan karakter harus ditanamkan kepada setiap jiwa peserta didik. Maka dari itu, hendaknya perlu adanya kerjasama antara sekolah, keluarga, dan masyarakat sehingga peserta didik selalu bisa terkontrol dan terarah dengan baik. Jika kita bisa menerapkan itu semua, akhirnya pendidikan karakter bukan hanya sebagai wacana saja akan tetapi bisa menjadi terobosan yang tepat untuk mencapai tujuan pendidikan nasional sehingga kita akan memiliki generasi penerus bangsa yang bertakwa, cerdas, dan berakhlak mulia.
Referensi:
- Agung, Iskandar. 2010. Meningkatkan Kreativitas Pembelajaran bagi Guru. Jakarta: Bestari Buana Murni.
- Akhmadi, Agus. 2015. Model Pembelajaran Saintifik. Yogyakarta: Araska.
- Aunurrahman. 2010. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Belum ada tanggapan.