Siapa bilang bangsa Indonesia adalah bangsa yang sudah selesai. Bangsa Indonesia bukanlah bangsa yang sudah selesai. Dalam buku berjudul Unfinished nation (2014), Max Lane menjelaskan ketidakselesaian bangsa indonesia.
Bangsa Indonesia tidak selesai membangun peradabannya sebab bangsa Indonesia selalu terjebak pada keterputusan sejarah. Keterputusan ini dapat terlihat dalam transisi orde lama ke orde baru. Bangunan sosialisme bangsa Indonesia pada masa orde lama pimpinan Soekarno, tidak pernah berlanjut pada masa orde baru pimpinan soeharto. Bangsa Indonesia pada masa orde baru lebih memilih mengembangkan prinsip-prinsip kapitalisme militeristik dan meninggalkan prinsip-prinsip sosialisme.
Hal itu yang kemudian menyebabkan tumbuhnya berbagai paradoks di Bangsa ini. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang paling paradoks. Di satu sisi, bangsa Indonesia memuja-muja spiritualitas, feodalisme dan anti rasional, di sisi lain bangsa Indonesia dididik secara materialis, demokratis, dan rasional. Dalam banyak hal, kita bisa menyebut Bangsa Indonesia adalah bangsa yang tumbuh dalam tradisi pertentangan, jika tidak bisa dikatakan hipokrit.
Dalam dimensi sejarah, pertentangan itu diperparah oleh masuknya penetrasi bangsa Belanda ke Indonesia. Ekonomi kapitalistik yang dibawa Verenigde Oostindische Compagnie (VOC), tidak dibarengi penghancuran sistem feodalisme. Alih-alih menghancurkan, Bangsa belanda justru memperkuat semangat feodalisme. Hal itu dilakukan untuk melanggengkan kekuasaan penjajahan. Dengan menggunakan para raja lokal, para penguasa belanda berharap bisa menjajah Indonesia selamanya.
Paradok Total
Paradoks bangsa Indonesia, menurut saya bersifat menyeluruh dan total. Kita bisa melihat setiap sudut kebangsaan dibumbui oleh sifat-sifat yang paradok. Dari sudut wilayah politik, ekonomi, hukum, sosial, sampai sudut budaya.
Dalam wilayah politik misalnya. Konsepsi Trisakti dan Nawacita yang pernah dilahirkan Soekarno tidak dijalankan secara konsisten oleh presiden Jokowi. Presiden Jokowi masih sangat ugal-ugalan dalam menjalankan konsepsi Trisakti dan Nawacita. Terbukti presiden Jokowi tidak benar-benar mandiri dalam politik dengan masih membeo pada kepentingan Megawati. Presiden jokowi masih takut pada otoritas Megawati dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Dalam wilayah ekonomi, kita dengan jelas menyaksikan akrobat para mafia ekonomi dan penyelenggara negara dalam memonopoli kebijakan ekonomi. Di satu sisi pasal 33 UUD 1945 merupakan dasar semua kebijakan ekonomi Negara yang berlandaskan asas kerakyatan. Di sisi lain, logika ekonomi yang berorientasi pasar selalu dijadikan acuan dalam setiap kebijakan. Maka, tidak heran jika saat ini nilai tukar rupiah bisa menyentuh angka Rp. 14.000,00/USD. Ini adalah akibat dari paradoks ekonomi, yang tidak berdasarkan nalar kerakyatan atau nalar ekonomi pasar.
Paradoks dalam sudut wilayah ekonomi dan politik, memaksa bangsa Indonesia terjerumus pada paradoks-paradoks lain yang lebih kompleks. Hal ini terjadi, sebab sudut wilayah ekonomi dan politik merupakan sudut yang paling strategis dalam mempengaruhi sudut-sudut wilayah kebangsaan lainnya. Sudut-sudut ekonomi dan politik merupakan basis struktur dan suprastruktur yang menunjang sudut-sudut yang lain dalam tata negara bangsa Indonesia. Krisis multidimensi adalah muara dari semua paradoks yang terjadi di negeri ini.
Misalnya saja, ketika kita berbicara mengenai perilaku korupsi. Perilaku korupsi yang terjadi disetiap periode sejarah Indonesia, merupakan salah satu perwujudan dari krisis multidimensi akibat paradoksnya bangsa ini. Korupsi yang sejak awal dianggap merugikan perekonomian bangsa, merupakan akibat dari filsafat yang bertentangan dalam teori dan prakteknya.
Nilai-nilai moral yang luhur dalam teori filsafat timur, sering berbenturan dalam praktek keseharian kita. Kita dipaksa oleh sistem untuk bersikap pragmatis dan memangkas filsafat moral yang kita percaya. Kita diajarkan bersifat realistis ketika terjadi pertentangan antara moral dan praktek keseharian.
Akhirnya kita dapat melihat dimensi politik, ekonomi, hukum, pendidikan hingga sosial dan budaya dipraktekkan berbanding terbalik dengan apa yang telah disusun oleh para pendiri bangsa. Kita tidak perlu terkejut dengan beragam paradoks yang terjadi di negeri ini. Sebab paradoks di negeri ini merupakan satu akibat yang dipengaruhi oleh sistem besar dan saling bertentangan yang telah terbentuk ratusan tahun yang lalu.
Selamat datang di Bangsa Paradoks
Kenyataan bahwa Indonesia adalah bangsa paradoks merupakan realitas yang harus kita terima. Kita tidak harus selalu meratapi paradok-paradoks yang terjadi di negeri ini dan bersikap frustasi. Kita harus menganggap setiap paradoks yang terjadi di negeri ini sebagai tantangan untuk kita hadapi. Namun, kita juga tidak boleh terjebak pada pola pikir pseudo-optimisme yang membabi buta. Kita harus tetap bersikap wajar agar tidak terjebak pada ektrimisme keyakinan.
Bangsa Indonesia memang bangsa paradoks. Bangsa yang telah merdeka selama lebih dari 70 tahun ini, kini telah siap melakukan lompatan ekonomi. Agenda Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) telah di depan mata. Kita sebagai tuan rumah yang baik, wajib menyambut setiap tamu yang masuk ke pintu rumah kita. Kita akan menyambut menyambut mereka dengan ucapan: “Selamat datang di Indonesia. Selamat datang di Bangsa yang Paradoks. Mari bekerjasama dengan bangsa yang penuh kontradiksi ini”.
Penulis adalah Aktiisf di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Cabang kota Surakarta
Belum ada tanggapan.