Portal Berita Buku – Pada hakikatnya, setiap penelitian menggunakan langkah membanding-bandingkan sebab hanya dengan langkah itu kita bisa sampai pada pemahaman suatu masalah. Membandingkan struktur batin sastra hanyalah salah satunya. Begitu pula dengan sastra bandingan. Sastra bandingan adalah pendekatan dalam ilmu sastra yang tidak menghasilkan teori tersendiri. Boleh dikatakan teori apa pun bisa dimanfaatkan dalam penelitian sastra bandingan, sesuai dengan obyek dan tujuan penelitiannya.
Pendapat di atas adalah pendapat Sapardi Djoko Damono, seperti dikutip dari bukunya yang berjudul Pegangan Penelitian Sastra Bandingan. Dalam kesempatan kali ini, saya akan memberi contoh sastra bandingan dengan membandingkan kedua puisi, yakni “Layange Rama Marang Shinta” dan “Melancholic Rahvana” menggunakan pendekatan sastra bandingan.
Tetapi sebelumnya, ada baiknya jika diuraikan beberapa prinsip dalam melakukan penelitian sastra perbandingan. Seperti yang diungkapkan oleh Clements (Damono, 2007: 111) setidaknya ada lima pendekatan yang bisa dilakukan untuk melakukan penelitian sastra bandingan, yakni (1) tema/mitos, (2) genre/bentuk, (3) gerakan/zaman, (4) hubungan-hubungan antara sastra dan bidang seni dan disiplin ilmu lain, dan (5) pelibatan sastra sebagai bahan bagi perkembangan teori yang terus menerus bergulir.
Selanjutnya, perlu diketahui juga bahwa ada beberapa hal yang bisa diperbandingkan dalam membandingkan suatu karya sastra. Misalnya, membicarakan perbedaan waktu dan tempat penciptaan karya, membicarakan unsur formal ( struktur ) karya, rangkaian peristiwa yang disusun, dan seberapa jauh kedua pengarang itu mengembangkan, mengubah, dan “mengkhianati” sumber karyanya agar amanat yang disampaikannya bisa tercapai (Damono, 2007:113).
Pendekatan yang Digunakan
Dalam membandingkan kedua puisi itu, pendekatan yang digunakan yakni tema/mitos. Kedua puisi itu sama-sama bertemakan cinta. Maka contoh sastra bandingan ini membandingankan struktur batin dari kedua karya sastra.
Hal yang Dibandingkan
Karya sastra yang digunakan sebagai obyek penelitian adalah puisi. Menurut Herman J. Waluyo dalam bukunya Teori dan Apresiasi Puisi (1995), struktur puisi terbagi menjadi dua, yakni struktur fisik dan struktur batin. Struktur fisik adalah unsur-unsur yang langsung tampak pada fisik puisi. Sedangkan struktur batin yakni unsur-unsur yang tidak langsung tampak pada fisik puisi; artinya harus digali dari fisik puisi tersebut.
Dalam penelitian ini, yang dibandingkan adalah struktur batin kedua puisi itu. Struktur batin itu meliputi:
- Tema, yaitu ide atau gagasan dasar atau pokok persoalan yang terdapat dalam sebuah puisi. Tema tersirat dalam keseluruhan isi puisi
- Amanat, yaitu pesan yang ingin disampaikan penyair melalui sebuah puisi. Pesan-pesan tersebut biasanya dihadirkan dalam ungkapan yang tersembunyi.
- Perasaan, yaitu hal yang diekspresikan penyair dalam puisi tersebut mengingat bahwa puisi merupakan karya sastra yang paling mewakili ekspresi perasaan penyair.
- Nada, yaitu sikap penyair terhadap pembaca melalui sebuah puisi. Nada ini bisa menyindir, menggurui, menasihati, atau hanya bercerita, dan sebagainya.
- Suasana, yaitu keadaan jiwa pembaca setelah membaca puisi atau akibat psikologis yang dialami oleh pembaca. Misalnya sedih, terharu, gembira, dsb.
Obyek Penelitian
- Layange Rama Marang Shinta
Objek ini berupa puisi Jawa, yang biasa dikenal sebagai geguritan. Geguritan ini merupakan karya dari Turiyo Ragilputra. Sumber objek yakni digital; didapat dari web www.lontar.ui.ac.id.
Layange Rama Marang Shinta
dakjaluk kangenmu
Shinta
karana sabubare brubuh Alengka
para emban gupuh nambut silaning akrama
sauntara siramu tansah lelewa ing antarane mega-mega
wis dakpecaki dawane pasisir
Shinta
lan terus angon menyang endi prau ngumbara
awit layar panggah kumibar kasentor angin wengi
kumembenge eluh ngekesake langgam gupitasari
dakjaluk kangenmu
Shinta
ayo kita langen ing taman ayodya
- Melancholic Rahvana
Obyek ini berupa puisi baru, karya Paulus Catur Wibawa. Sumber obyek yakni digital; didapat dari RetakanKata
Melancholic Rahvana
Rahwana menundukkan kepala,
telah dicukurnya rambut dan bulu-bulu lembut pada dada perkasa
dipangkasnya pula semacam cinta
yang menjalar dan menjulur di dinding hatinya yang luka
“kesepian dan kesedihan adalah milik manusia,
bahkan jika ia adalah penjahat yang tampak terasing dari air mata”
Maka digapainya pena dan ditulisnya untuk Rama,
Telah kucium harum rambut Shinta
tapi wanginya justru membakar Alengka—negeri
yang selama bertahun-tahun kubangun dalam mendung dan hujan tak reda-reda—
kini kukembalikan ia seutuhnya
dengan rambut panjang, leher jenjang
dan cintanya yang perawan
Kau telah menang
bahkan sebelum perang
Tapi aku pun punya kemenangan Yang kamu tak perlu paham, Selamat berjuang
Aku tiba-tiba rindu pada kematian
sesuatu yang pernah dengan keras kau perjuangkan
tapi tak pernah mampu kau dapatkan
Sampai aku mencair menjadi darah dan menyelusup di kaki pegunungan
tempat Hanuman bertapa, membaca dan menulis sajak cinta
Membandingkan Struktur Batin “Layange Rama Marang Shinta” dengan “Melancholic Rahvana”
- Tema
Seperti yang sudah disebutkan di atas, kedua puisi itu bertema cinta. Meski begitu, tentunya ada beberapa perbedaan yang mendasar mengenai cinta dalam kedua puisi itu.
- Amanat
Kedua puisi itu mempunyai amanat yang berbeda. Dalam puisi pertama, yakni “Layange Rama Marang Shinta”, amanat yang tersirat yakni menggapai kerinduan itu merupakan suatu perjuangan. Sedangkan dalam puisi kedua, “Melancholic Rahvana”, amanat yang tersirat yakni seorang yang angkara murka juga dapat merasakan sesuatu yang membuat batinnya terluka.
- Perasaan
Kedua puisi itu mempunyai perasaan berbeda. Perasaan dari “Layange Rama Marang Shinta” yakni perasaan rindu, sedangkan perasaan dari “Melancholic Rahvana” adalah patah hati, atau hati yang terluka.
- Nada
Kedua puisi itu mempunyai nada yang sama, yakni nada bercerita. Kepada pembacanya, kedua pengarang itu bercerita tentang rasa cinta dari dua orang yang berbeda dan bagaimana cara memperjuangkannya.
- Suasana
Kedua puisi itu mempunyai suasana berbeda. Suasana dalam “Layange Rama Marang Shinta” adalah suasana haru, sedangkan suasana dalam “Melancholic Rahvana” adalah suasana sedih.
Hasil Perbandingan Struktur Batin
Kedua puisi itu mempunyai persamaan dan perbedaan. Persamaannya, yakni terletak pada tema dan nada. Sedangkan perbedaannya terletak pada amanat, perasaan, dan suasana.
Di samping itu, saya berpendapat bahwa kedua puisi tersebut diciptakan berdasarkan puisi jawa tradisional periode Jawa Kuno, yaitu Ramayana Kakawin yang ditulis pada tahun 820-832 Saka atau sekitar tahun 870 M. Hal ini jelas terlihat dari nama-nama yang disebutkan dalam puisi tersebut: Rama, Shinta, Rahwana, Ayodya, Alengka, Hanuman. Tetapi tidak semua bagian Ramayana Kakawin dijadikan dasar untuk menulis puisi. Hanya bagian kisah cintanya saja, yaitu kisah cinta Rama-Shinta yang diganggu oleh Rahwana.
Belum ada tanggapan.