Beberapa waktu lalu kita sempat dihebohkan dengan munculnya perdebatan terkait salah satu makna kata dari Al Qur’an yaitu surat al Maidah ayat 51. Dalam ayat tersebut disebutkan sebuah kata “Aulia’” yang diartikan menjadi beberapa makna. Dari kalangan intelek, para kyai dan ulama, sampai masyarakat umum ikut berpendapat terkait makna dari aulia’ tersebut. Pada dasarnya, untuk memahami bahasa asing secara umum dan khususnya dalam memahami al Qur’an secara tepat maka kita tidak lepas dari ilmu tafsir dan terjemah. Lantas apa yang dimaksud dengan tafsir dan terjemah?
Pengertian Tafsir
Secara umum tafsir bermakna menjelaskan dan menerangkan makna yang tersingkap. Terkait tema yang diangkat di atas maka tafsir di sini lebih dicondongkan kepada tafsir al Qur’an. Sebagaimana yang dijelaskan oleh para Ulama bahwa yang dimaksud dengan tafsir adalah penjelasan tentang arti atau maksud dari firman-firman Allah sesuai dengan kemampuan manusianya. Sedangkan menurut Al Killby menerangkan bahwa tafsir adalah mensyarahkan (menguraikan) Al qur’an, menerangkan maknanya dan menjelaskan apa yang dikehendakinya dengan nash-nya, dengan isyarat, ataupun dengan tujuannya.
Dari pengertian tersebut hal yang perlu ditekankan adalah tidak setiap individu mempunyai wewenang untuk menjadi ahli tafsir (mufassir) Al Qur’an karena dalam menafsirkan perlu adanya ilmu yang harus dipelajari terlebih dahulu yaitu ilmu tafsir. Ilmu tafsir merupakan suatu cara atau metode yang bisa dipakai oleh seseorang untuk mengetahui segala sesuatu yang terkandung di dalam al Qur’an, mulai dari hidayah, arahan (petunjuk), hukum, serta adab.
Pengambilan sumber-sumber tafsir diambil dari riwayah serta dirayah yaitu ilmu lughah (lingusitik), nahwu, sharaf, ilmu balaghah, ushul fiqh, asbabanun nuzul, serta nasikh mansukh. Tujuan dari tafsir sendiri adalah untuk memahami makna-makna yang ada di dalam Al Qur’an, hukum-hukumnya, petunjuk-petunjuknya, hikmah-hikmahnya, dan lain sebagainya untuk dapat meraih kebahagiaan dunia dan akhirat.
Jenis-jenis Tafsir
Secara garis besar tafsir dibagi menjadi 2, yaitu tafsir bi-al ma’tsur dan bi ar-ra’yi. Yang dimaksud dengan tafsir bi al ma’tsur adalah tafsir yang bersumber dari Al-Qur’an, hadits, dan atsar shahabat. Sedangkan tafsir bi ar-ra’yi adalah tafsir yang berpegang pad ijtihad atau bersumber dari pendapat ulama salaf. Orang yang diperbolehkan menafsirkan al Qur’an dengan menggunakan nalar adalah orang-orang yang ahli dalam hal tersebut. Artinya, hanya mereka yang benar-benar mampu memahami al Qur’an, menguasai ilmu-ilmu hadits, serta ahli dalam bidang imu bahasa (nahwu, sharaf, balaghah), ilmu-ilmu syariat (fiqh dan tauhid), serta ilmu-ilmu lain yang memang dibutuhkan oleh seorang mufassir.
Jika terjadi suatu ketika ada seseorang yang menganggap dirinya adalah mufassir, sedangkan dirinya tidak menguasai ilmu-ilmu yang harus dimiliki sebagai seorang mufassir, maka orang tersebut tidak lain adalah orang yang melenceng dari kebenaran dan penafsirannya tidak bisa digunakan.
Pengertian Terjemah
Terjemah jika diartikan secara bahasa adalah salinan dari suatu bahasa kepada bahasa yang lain. Sedangkan jika diartikan secara lebih spesifik maka terjemah merupakan kegiatan mengganti, menyalin, dan mengubah bahasa asalnya kepada bahasa yang lain tanpa mengubah kandungan dan tujuan asal dari kalimat tersebut. Kaitannya dengan terjemah Al Qur’an, maka Ali ash Shabuniy mengatakan, “memindahkan al Qur’an kepada bahasa yang lain (selain bahasa Arab) lalu naskah tersebut dicetak menjadi beberapa untuk dibaca oleh orang-orang yang tidak mengerti bahasa Arab sehingga ora-orang tersebut mampu memahami perintah-perintah dan larangan Allah yang disampaikan dalam al Qur’an.”
Jenis-jenis Penerjemahan
Secara umum, penerjemahan dibagi menjadi 3:
- Terjemah harfiyah bi duni al mitsli, artinya menyalin dan mengganti kata-kata dari bahasa aslinya kepada bahasa lain dengan memperhatikan urutan maknanya dan segi maknanya sesuai dengan kemampuan bahasa baru itu dan juga berdasarkan kemampuan dari penerjemahnya.
- Terjemah harfiyah bi al Mitsli, artinya menyalin atau mengganti kata-kata bahsa asli dengan sinonimnya ke dalam bahasa baru serta terikat oleh bahasa aslinya.
- Terjemah ma’nawiyah tafsiriyah, artinya yaitu menerangkan makna atau kalimat dan mensyarahkannya (menjabarkan). Artinya tidak hanya dipahami secara tekstual saja, akan tetapi lebih kepada makna dan tujuan dari kalimat aslinya. Jenis terjemah ini yang sering disebut dengan istilah tafsir.
Syarat-syarat Menerjemahkan al Qur’an
Dalam menerjemahkan al Qur’an tidak bisa sembarang orang menerjemahkan dengan sendirinya. Sebagaimana dengan tafsir, dalam menerjemahkan al Qur’an juga harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Hal pertama yang harus dimiliki seorang penerjemah adalah dia hendaknya memiliki kemampuan berbahasa al Qur’an (Arab) serta bahasa terjemahnya, lalu mampu mendalami dan menguasai uslub-uslub dan keistimewaan-keistimewaan bahasa yang diterjemahkan, bentuk terjemahannya benar serta jika dituangkan ke dalam bahasa aslinya tidak terdapat kekeliruan, dan syarat yang terakhir adalah terjemah tersebut harus mampu mewakili semua arti dan maksud bahasa aslinya secara lengkap dan sempurna.
Keterkaitan dan Perbedaan Antara Tafsir dan Terjemah
Pada dasarnya, antara tafsir dan terjemah memiliki tujuan yang sama dalam memberi pemahaman dan penjelasan terhadap al Qur’an. Tafsir mencakup penjelasan makna dengan menguraikan lafazhnya, merinci maknanya, mengarahkan berbagai masalah yang dikandungnya serta hal-hal yang dibutuhkan dalam memahami al Qur’an, maka terjemah juga mencakup hal-hal tersebut. Meskipun ada kemirikan antara tafsir dan terjemah, namun secara garis besar ada dua perbedaan yang siginfikan antara tafsir dan terjemah:
- Dalam tafsir, bahasa yang digunakan adalah bahasa aslinya. Artinya tafsir itu menggunakan bahasa yang sama, baik teks maupun hasil penafsirannya. Adapun terjemah menggunakan bahasa lain. Artinya dalam penerjemahan terdapat bahasa sumber dan bahasa sasaran. Sehingga, dalam penerjemahan menggunakan minimal dua bahasa asing atau lebih.
- Pembaca tafsir dapat mencermati susunan al Qur’an dan dalalah makna yang ditunjukkannya. Jika is menemukan kesalahan, maka ia dapat melakukan koreksi terhadap tafsir tersebut. Lain halnya jika menelaah terjemah, ia tidak dapat melakukan koreksi karena tidak mengetahui susunan al Qur’an dan dalalahnya. Bhakan dimungkinkan ia meyakini bahwa terjemahan yang dibacanya merupakan makna yang benar terhadap al Qur’an.
Setelah kita sedikit memahami tentang tafsir dan terjemah, maka alangkah baiknya kita menyikapi dengan bijak terhadap pemahaman surat al Maidah ayat 51 tersebut. Tentang makna yang hakiki dari ayat tersebut tentu tidak akan pernah lepas dari yang disebut dengan perdebatan. Jangan sampai kita sebagai warga negara yang baik dengan beragam suku dan lintas agama menjadi terpecah belah dengan adanya fenomena ini. Yang paling pokok adalah jika kita ingin mengetahui sesuatu hal namun kita belum memiliki ilmunya maka jangan sampai memaksakan kehendak untuk ikut angkat bicara semau diri kita, akan tetapi hendaklah bertanya langsung kepada ahlinya. Dengan demikian maka perbedaan pendapat akan menjadi sebuah anugerah dan memperkaya pengetahuan kita.
Referensi:
Ali Ash-Shabuni, Mohammad. 1390. At-Tibyan Fi’ulum Al-Qur’an. Maktabah Al-Ghazali: Damaskus.
Khalil al-Qattan, Manna’. 2012. Studi Ilmu-Ilmu Al-Quran. Bogor: PT. Pustaka Litera Antar Nusa.
Shiddieqy , Teungku Muhammad hasbi. 2012. Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Quran dan Tafsir. Pustaka Indah: Semarang.
Zahabi, Husein. 2009. Al-Tafsir wa al-Mafassirun terj. Nabbani Idris. Jakarta: Kalam Mulia.
Belum ada tanggapan.