Artikel ini sengaja ditampilkan untuk menjawab pertanyaan beberapa sahabat RetakanKata tentang menulis flash fiction. Tentu artikel sejenis dapat ditemukan di berbagai situs jika sahabat cukup rajin googling.
Persoalannya, seperti yang disampaikan beberapa kawan, semakin sering googling, semakin kabur pengertian yang didapat. Dan agaknya memang sedikit mengecewakan ketika pada kenyataannya, masih cukup sulit mendapat sebuah definisi mengenai flash fiction. Sebenarnya apa sih yang dimaksud dengan flash fiction? Artikel ini merupakan seri 1 untuk penulisan flash fiction.
Jess Gallo, dosen di Universitas Wiscosin Madison mencantumkan definisi flash fiction sebagai:
“Salah satu jenis genre penulisan popular dari proses creative writing yang mengandung unsur-unsur cerita pendek. flash fiction dapat disebut juga sudden fiction, microfiction dan ‘short-short story’ yang mengandung 300 – 1000 kata.”
Sebuah kelompok lain, di East Central University, menyebut flash fiction sebagai sebuah genre sastra yang sulit dimengerti. Ini semacam pertemuan antara prosa dengan puisi, tetapi bukan menghancurkan elemen-elemen mendasar dalam cerita, melainkan mengolahnya sedemikian rupa, menjadi semacam sirup manis kental yang enak untuk diminum secara perlahan. Untuk menjadi padat berisi namun tetap enak dicerna, elemen cerita pendek pada flash fiction dikonsentrasi dalam satu halaman, sehingga penggunaan kata, karakter atau gambar harus benar-benar mendukung cerita.
Apakah flash fiction ini genre baru? Menjawab pertanyaan itu, saya coba mencari naskah sumber. Beberapa penelitian menunjukkan itu bukan suatu yang baru, dengan kata lain substansi penceritaan dengan jumlah kata yang sedikit (kurang dari 1000 kata) sudah sejak zaman dulu ada. Budaya cerita seperti itu sudah lama berkembang di Cina, Jepang, Amerika Latin dan Eropa. (Kayaknya di Indonesia juga sudah banyak cerita rakyat dengan jumlah kurang dari 1000 kata ya 🙂 )
Holly Howitt menyebut misalnya di Jepang ada haibun (kombinasi prosa dengan haiku – salah satu bentuk puisi khas Jepang) yang sudah popular ditulis pada abad 17 (Shirane 2008: 99 dalam Holly Howitt 2011). Haibun tersebut kemudian berkembang menjadi fiksi ketai yang mana jumlah katanya kurang lebih sejumlah satu kapasitas SMS. Di Cina dikenal “kisah seukuran telapak tangan’, atau ‘kisah selama sepenghisapan rokok’ untuk menunjukkan pendeknya sebuah cerita. Istilah flash fiction berkembang seiring dengan kemajuan teknologi terutama internet.
Mungkin untuk istilah Indonesia lebih enak disebut ‘kisah sepintas lalu’ merujuk pada singkatnya waktu membaca. (RK) Masih banyak definisi-definisi lain yang bisa dikutip. Kebanyakan para peneliti sepakat bahwa ‘cerita pendek yang diperpendek (lagi)’ entah apapun sebutannya, ia tidak boleh menghilangkan elemen dasar pembentuk alur cerita yaitu, penokohan, konflik, klimaks dan resolusi. Ketidaksepakatan biasanya mengenai berapa jumlah kata dalam cerita dan apa sebutan yang tepat untuk genre penulisan itu.
Mengenai jumlah kata, sebagian besar peneliti menyebut angka 1000 kata sebagai jumlah kata maksimum dalam ‘cerita pendek yang diperpendek’ ini. Lalu jika mengutip tulisan Holly Howitt dari Universitas Portsmouth, para penulis bisa saja menyebut cerita pendek tidak lebih dari 1000 kata tersebut sebagai flash fiction atau microfiction sebagai payung utama penyebutan genre tulisan.
(tulisan selanjutnya Menulis Flash Fiction 2)
Contoh Flash Fiction:
Sepasang Burung Gereja
Kumpulan Fiksi Super Mini
Kenduri
Semestinya Aku Menciumnya
Sumber: RetakanKata.com
Belum ada tanggapan.