Keberagaman Indonesia merupakan karunia Tuhan yang patut kita syukuri. Keberagaman diciptakan bukan untuk mendorong terjadinya perpecahan melainkan persatuan. Tantangan menyatukan persepsi untuk mencapai tujuan berbangsa dan bernegara bukanlah semudah membalikkan telapak tangan. Terlebih adanya beberapa pihak yang salah memaknai arti persatuan bangsa untuk mendapatkan kekuasaan semata. Hal ini diperparah dengan kondisi geopolitik Indonesia yang kian tak terarah di tengah kompleksnya permasalahan global akibat tidak konsistennya elit politik. Tentu yang demikian dapat menimbulkan disintegrasi bangsa. Indonesia yang dahulu dikenal ramah dan penuh toleransi di mata dunia kini justru dihadapkan dengan permasalahan fundamental yang rentan mengakibatkan perpecahan bangsa.
Munculnya sikap radikalisme, intoleransi dan menghakimi sendiri bukti bahwa Indonesia belum dapat menerima sikap keberagaman sepenuhnya. Semua itu tidak lain dikarenakan adanya tekanan dari beberapa pihak yang ingin memanfaatkan keberagaman untuk mendapatkan keuntungan pribadi maupun golongannya. Perlu kita ketahui saat ini Indonesia memiliki 1340 suku, 742 bahasa daerah, dan 6 agama resmi yang diakui pemerintah serta lebih dari Rp 200 ribu triliun kekayaan sumber daya alam. Belum lagi banyaknya akulturasi budaya modern yang terus mengalami perkembangan oleh generasi muda saat ini. Jika keberagaman tersebut tidak dijaga dan dipertahankan maka tidak menutup kemungkinan indonesia menjadi sasaran perpecahan yang dimanfaatkan oleh negara lain untuk mendapatkan kekayaan negeri ini. Lalu, bagaimana sikap generasi muda memahami kemajemukan bangsa ini? Perlukah Bangsa Indonesia belajar toleransi dari negara lain?
Toleransi berasal dari bahasa latin “tolerantia” yang berarti kelonggaran, kelembutan hati dan keringanan. Sementara dalam bahasa inggris “tolerance” berarti sikap membiarkan, mengakui, dan menghormati keyakinan orang lain tanpa harus mendapatkan persetujuan. Michael walzer (1997) dalam esai provokatifnya, on toleration memandang bahwa toleransi merupakan keniscayaan dalam ruang individu dan ruang publik untuk membangun hidup damai (peaceful coexistence) diantara berbagai kelompok masyarakat dari berbagai perbedaan latar belakang sejarah, kebudayaan dan identitas. Dengan demikian konteks toleransi menekankan sikap memahami adanya kemajemukan dan meningkatkan eksistensi hak-hak orang lain untuk mencapai hidup yang tenteram dan damai.
Memperingati hari lahirnya Pancasila tahun 2017 ini, merupakan momentum yang tepat bagi seluruh elemen negara dan masyarakat, terutama para generasi muda untuk memahami pentingnya toleransi dalam menghadapi kemajemukan yang ada di negeri ini. Pasalnya kemajemukan yang ada di negeri ini rentan terjadinya gesekan sosial jika ada warga negara yang bersikap tidak toleran terhadap setiap perbedaan yang ditimbulkan. Indonesia yang dahulu pernah menjadi peradaban bagi negara lain dalam mempelajari toleransi bahkan pernah diminta menyelesaikan konflik sosial di beberapa negara kini justru dihadapkan sejumlah permasalahan kemajemukan bangsa. Tentu sebagai generasi muda saat ini pastinya malu akan predikat yang diberikan dunia internasional tersebut. Sistem pemerintahan yang menjunjung tinggi demokrasi harusnya mampu menjamin setiap perbedaan fundamental warga negaranya.
Pancasila sebagai ideologi terbuka Bangsa Indonesia mempunyai sifat luwes, dinamis dan fleksibel, tidak tertutup dan kaku. Itu artinya, Pancasila mampu menyesuaikan perkembangan jaman tanpa harus mengubah nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Sebagai generasi muda yang lahir di tengah keberagaman/kemajemukan, memahami toleransi menjadi hal yang sangat penting untuk menjaga persatuan bangsa.
Bagi sebagian orang mungkin menganggap toleransi merupakan hal yang sepele untuk dilakukan. Namun, dewasa ini justru banyak dijumpai permasalahan publik yang menyangkut toleransi. Perbedaan pandangan, keyakinan, pilihan politik, dan perbedaan pendapat tidak menjamin seseorang untuk hidup damai di negeri ini. Bahkan sering kali kita temui tindakan main hakim sendiri yang dilakukan terhadap pihak yang punya pemikiran berbeda meskipun pada akhirnya tujuannya sama.
Maka dari itu, sebagai generasi muda harusnya kita berpikir secara konstruktif dan kritis sebelum melakukan tindakan yang mengakibatkan hilangnya hak-hak orang lain. Diskriminasi yang menentang adanya keberagaman justru dapat melemahkan sikap nasionalisme warga negara terhadap bangsanya sendiri. Hal ini dapat mengakibatkan timbulnya perasaan takut untuk berbicara di depan umum, berpikir kritis dan menolak berkomunikasi terhadap mereka yang berbeda pandangan tentu dapat menghambat jalannya pembangunan nasional. Bagaimana mungkin mereka menyampaikan aspirasi jika setiap perbedaan pandangan ditentang dan justru dikenai sanksi sosial atau bahkan sanksi hukum? Hal semacam itu tentu dapat menimbulkan ketidakpercayaan warga negara terhadap pemerintah.
Di sisi lain, sebagai generasi muda ada baiknya tidak gampang menyalahkan pemerintah begitu saja. Kita perlu mengajak masyarakat untuk bepikir lebih kritis dan toleran terhadap setiap perbedaan pandangan yang punya tujuan sama. Selain itu, mengajak masyarakat untuk tidak mudah terprovokasi terhadap setiap isu yang mengatasnamkan setiap perbedaan dan menyaring setiap informasi yang didapatkan dari berbagai sumber untuk menghindari konflik sosial yang berakibat terjadinya perpecahan. Menentang setiap tindakan diskriminatif yang dapat membunuh karakter bangsa serta tindakan main hakim sendiri dengan memperkuat sistem hukum di Indonesia yang diikuti dengan sanksi yang tegas.
Tak kalah pentingnya, mengajak sesama generasi muda untuk terus menjaga kesatuan negara tanpa mengesampingkan perbedaan fundamental setiap warga negara dan menunjukkan eksistensi identitas bangsa di manapun berada dengan segenap prestasi yang dimiliki membawa nama baik Indonesia di mata internasional. Membantu pemerintah dalam rangka mencapai tujuan negara untuk mewujudkan kesejahteraan umum dengan cara melakukan pengawasan terhadap tindakan korupsi yang kian marak terjadi di berbagai level baik pemerintah sendiri maupun pihak swasta yang mengakibatkan kerugian negara. Ikut dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dengan cara memberikan pengabdian pendidikan, mengajarkan pentingnya toleransi terhadap generasi penerus bangsa.
Berdasarkan peringkat sistem pendidikan “Social Progress Index” yang dikeluarkan oleh lembaga The Social Progress Imperative tahun 2016, Indonesia menduduki peringkat paling buncit yaitu 40 dari 40 negara yang di survey. Hal itu merupakan kabar buruk bagi bangsa Indonesia. Keterbatasan sumber daya yang dimiliki pemerintah dibidang pendidikan terutama jumlah tenaga pengajar tentu tidak dapat menjangkau seluruh wilayah Indonesia. Perlu adanya gerakan mengajar dari generasi muda yang peduli terhadap pendidikan di pelosok negeri ini. Sehingga mereka yang tinggal di pelosok nusantara dapat merasakan hak yang sama dalam pendidikan dan juga meningkatkan wawasan mereka untuk mencapai kemajuan bangsa. Sehingga mereka yang tinggal di pelosok nusantara ini tidak mudah terprovokasi terhadap pihak yang ingin memanfaatkan momentum ini untuk mencari keuntungan dengan mengadudomba mereka terhadap pemerintah yang berkuasa saat ini dengan keterbatasan pelayanan publik yang disediakan. Selain itu, sesama generasi muda juga berperan memberikan motivasi untuk terus berkarya dan berinovasi demi kemajuan bangsa. Mengedepankan kebebasan berpikir kritis dan berpendapat tanpa melanggar etika sosial yang berlaku di masyarakat serta tidak menyinggung pihak lain yang dapat mengakibatkan timbulnya perpecahan kerukunan dan persaudaraan. Semoga Indonesia semakin damai. Salam berkelimpahan bahagia.
Belum ada tanggapan.