1
Perjalanan hidup ini tak kunjung usai. Perjalanan hidup yang teresensi merupakan perjalanan yang selalu membutuhkan ‘halte kecil’. Di situlah, para musafir sekaligus mufasir untuk berhenti, mengistirahatkan jiwa dan raga demi perjalanan hidup selanjutnya.
Perefleksian dari penulis di atas adalah perefleksian terhadap kitab-kitab pengetahuan alam. Kitab pengetahuan alam merupakan sebuah resensi kehidupan. Dimana, para mufasir (pembaca/penafsir) menjelajah untuk mencari pengetahuan, jati diri, sekaligus berusaha meneguk spiritualitas yang lebih tinggi.
Dalam penjelajahan terhadap jagat raya yang terpenuhi teks-teks tertulis, pembaca tak sekedar meneguk pesan terus-menerus. Ada sesuatu yang menimbulkan sebuah gejolak dalam diri pembaca. Gejolak ini yang menyebabkan pembaca untuk selalu mengganggu, merebut, bahkan berani berperang terhadap makna yang terkandung dalam teks-teks bacaannya.
Pergolakan antara pembaca dengan buku yang dibacanya selalu menguras tenaga. Pembaca menjadi terengah-engah, merasa kelelahan, ataupun merasa kewalahan hingga menyerah. Dalam kondisi itu, mungkin ‘bau kematian’ akan mendekati mereka.
Ini berbanding terbalik, apabila pembaca selalu ada spirit untuk memenangkan pertarungan wacana yang tertulis itu. Sebab, dengan adanya kemenangan, maka pembaca sekaligus petarung makna hidup akan mengalami kepuasan batin sekaligus pencerahan hidupnya.
Goenawan Mohamad (2002) mengatakan bahwa ‘tiap buku adalah halte kecil’. Ia merasa bahwa dengan buku, maka atmosfer kebebasan akan merasuk pada diri pembaca. Proses ini yang kemudian membuat manusia menjadi makhluk yang berkreasi. Artinya, manusia yang tercipta oleh-Nya tak sekedar menjadi makhluk yang pasif (mati). Keterciptaan manusia perlu dimaknai bahwa manusia harus mampu menciptakan kehidupan yang baru. Manusia mensubyektivikasi diri sebagai tuhan-tuhan bagi ciptaannya sendiri.
2
Leonardo da Vinci, sang bijak dan jenius agung Renaisans yang selalu melakukan perang sekaligus perebutan makna. Dalam sekian hidupnya, ia selalu membaca buku walaupun buku-buku yang dibaca adalah buku terjemahan. Ia tak sekedar membaca untuk mengetahui informasi saja. Dari bacaannya itu, Leonardo selalu bertungkus-lumus terhadap bacaannya. Aktivitas inilah yang menimbulkan sebuah ketegangan-ketegangan dalam mentalnya.
Ketertarikan membaca karya dari dua filsuf Yunani, yakni Plato dan Aristoteles menjadi bukti Leonardo mengalami masa-masa pergulatan jiwa. Hal itu lalu terepresentasi dalam karya-karya Leonardo sendiri. Sintesis sains dari Plato dan Aristoteles ikut andil membentuk sintesis Leonardo, yakni arte (ketrampilan), Scientia (pengetahuan), dan fantasia (imajinasi kreatif seniman).
Namun, perang mentalitas antara diri pembaca terhadap karya pengarang tentu belum usai begitu saja. Peperangan ini bisa merekah luas. Bisa jadi menimbulkan perang antara pembaca dengan pengarang. Bahkan, perang antara pembaca dengan pembaca lainnya. Perang ini akan menjadikan dialektika mencerahkan ataupun menyesatkan. Pada kondisi itu, ada persinggungan antara penegasian dan pengafirmasian.
Dalam persinggungannya, ada sebuah inti yang pertama dan utama, yakni penegasian. Penegasian selalu memberikan daya pikir seseorang atau pembaca menjadi kritis dan progresif.
Octavio Paz (1970) menyatakan bahwa penegasian lebih ‘menerang-jelaskan’ sebuah pengafirmasian. Tarikan reflektif dari penulis memberikan kesan bahwa pembaca ‘yang baik’ bukanlah pembaca yang selalu menelan mentah-mentah atas bacaannya.
3
Pergumulan pembaca dengan dunia buku yang luas, akan selalu terecoki antara dunia fakta dan fiksi. Pergumulan ini memberikan sebuah pertarungan wacana yang mencengangkan. ‘Keberakhirannya’ akan menentukan kehidupan si pembaca sendiri.
Pembacaan pada karya-karya yang berupa fakta dan fiksi akan mentransformasi mentalitas pembaca. Fakta dan fiksi akan memberikan sebuah pergumulan tesis dengan antitesis, yang akhirnya menjadi sebuah sintesis baru.
Mungkin, sekelumit biografi Jorge Luis Borges bisa menjadi sebuah representasi kecil bagi penjelasan tentang dunia bacaan yang luas itu. Borges merupakan seorang penyair, esais, dan cerpenis sekaligus pustakawan dari Argentina. Keprofesiannya ini membuktikan bahwa ia seorang pembaca yang luas. Dari bacaannya, Borges mengalami metamorfosis dalam dunia imajinasi dan keintelektualan sehingga memunculkan karya-karya yang bernas sekaligus mempengaruhi kehidupan mental-intelektualitas masyarakat pembaca.
Nalar imajinasi dunia realitas dan dunia fiksi yang menyetubuhi diri pembaca akan selalu membukakan pada kehidupan baru. Labirin-labirin yang telah terlewati akan membentuk labirin kehidupan yang selalu menuju puncak pencerahan dan kecerahan. Hanya saja, apakah pembaca menyempatkan diri berhenti pada sebuah ‘halte kecil’, lalu melanjutkan ke ‘halte kecil’ lainnya secara terus-menerus? Atau berhenti dan menyerah pada hasrat bermalas-malasan?
baca artikelmu yang ini bahasamu terlihat agak gimana gitu bud, aku merasa belum luwes. Bagaimana kamu menautkan antara “halte kecil” dengan pertaruhan menjadi pembaca