Penulis dalam Cerita
“Nama?” suara kisik metalik mobil polisi itu. Dia tidak dapat melihat adakah orang di dalamnya akibat cahaya yang menyilaukan mata.
“Leonard Mead,” jawabnya.
“Bicara yang keras!”
“Leonard Mead!”
“Usaha atau pekerjaan?”
“Sebut saja penulis.”
“Tidak punya pekerjaan,” mobil polisi itu seolah berkata pada dirinya sendiri.
Pertama menemukan percakapan ini dalam cerita pendek yang ditulis Ray Bradbury (terjemahannya bisa dibaca disini: si pejalan kaki) saya jadi berpikir; jenis humor macam apa yang sedang dibuat Bradbury. Tetapi, salahkah jika kita berdiri di samping mobil polisi yang sedang mencegat Leonard Mead pada suatu malam ketika sedang jalan-jalan sendirian, dan melihat bahwa tidak ada pekerjaan di dalam diri seseorang yang menyebut dirinya penulis? Bradbury mungkin tengah menertawai dirinya sendiri sebagai seorang penulis atau mungkin sebaliknya sedang mengkritik sikap lumrah orang kebanyakan yang menyepelekan profesi sebagai penulis, apa pun itu, percakapan antara mobil polisi dan Leonard Mead dalam cerita pendeknya yang diterjemahkan dengan judul ‘si pejalan kaki’ di atas sangat menggelitik apalagi bila kau termasuk seorang penulis.
Bukan cuma Bradbury yang menulis mengenai seorang tokoh dengan profesi sebagai penulis. Ananta Toer mengisahkan Minke yang menulis dalam bayang-bayang kolonial, Orhan Pamuk memiliki tokoh novel Ka yang adalah seorang penyair melankolis, Murakami menulis mengenai seorang muda yang hidupnya hanya ingin menulis bahkan lebih dari itu Murakami sering bincang-bincang soal dunia penulisan melalui tokoh-tokohnya.
Kenyataan bahwa penulis sering menulis mengenai kehidupan seorang di dalam karya fiksi mereka merupakan hal lumrah. Kehidupan sebagai penulis hanya dapat dimengerti oleh para penulis sehingga akan sangat menantang ketika diangkat ke dalam fiksi. Kedekatan personal dengan kehidupan penulis membuat upaya pembentukan karakter dalam fiksi (tokohnya seorang penulis) lebih mudah dan pengkarakteran menjadi lebih kuat. Seiring dengan itu, membuat sebuah karakter seorang penulis di dalam karya fiksi memungkinkan penulis untuk menulis mengenai dirinya sendiri. Kecenderungan seorang penulis untuk menulis mengenai dirinya sendiri, ditegaskan oleh salah satu judul tulisan di blog Eka Kurniawan; “Kita Ingin Menceritakan Kisah Orang Lain, Pada Akhirnya Kita Menceritakan Diri Sendiri.”
Maka, dari Bradbury kita bisa merembes kepada penulis lain untuk sekadar mengetahui bahwa mereka juga sering mengeluh, mengkritik, pesimis dan sedikit bangga terhadap profesi mereka sebagai penulis.
‘Gurauan’ Sejumlah Penulis Mengenai Menulis
Mari, menengok lebih jauh untuk menemukan sejumlah penulis besar lain telah mewanti-wanti mengenai dunia seorang penulis. Novelis asal Jerman, Thomas Mann, telah menjadi seorang novelis, penulis cerita pendek, esais, dan kritikus sepanjang hidupnya. Pada 1929 dia menerima hadiah nobel untuk karir kepenulisannya, dan satu hal yang penting dia bicarakan adalah seorang penulis ternyata orang yang paling bermasalah dalam hal menulis. Maksudnya yang sama diungkapkan oleh Richard Bausch, seorang penulis novel, cerpen dan puisi asal Amerika. Selain sebagai penulis, dia mengajar Program Penulisan dan Penulisan Kreatif di Universitas. Kepada publik dia berkata bahwa dia tidak melatih orang untuk menulis, tetapi melatih kesabaran, ketebalan kulit, kekeraskepalaan serta kemauan untuk gagal. Dengan cara itu, dia melatih orang supaya siap menghadapi hidup sebagai seorang penulis. Menebalkan kulit, kita berpaling pada Harper Lee. Penulis yang satu ini tidak pernah menulis banyak, tetapi novelnya To Kill a Mockingbird merupakan sebuah mahakarya yang sampai hari ini masih terus dibaca dunia. Menurut Harper Lee, sebelum mengembangkan bakat menulisnya, seseorang mesti terlebih dahulu menebalkan kulitnya.
Kritik terhadap profesi penulis dikemukakan oleh dua penulis berikut ini; pertama Robert Frost, yang melihat kenyataan bertolak belakang antara orang-orang hebat yang seharusnya punya banyak cerita tetapi tidak bisa mengungkapkannya dan orang-orang pandai bicara yang sebenarnya tidak punya cerita. Frost, saya kira, sedang mengingatkan kepada penulis untuk tidak berkoar-koar dan berkotbah dalam setiap tulisan (kita pasti tahu apa itu tulisan menggurui dan mengkotbah). Kedua Maya Angelou, yang mengatakan kalau dia tidak percaya ketika orang yang tidak mencintai dirinya sendiri menyatakan cintanya kepada orang lain. Karena hal itu ibaratanya peribahasa Afrika yang berbunyi: Hati-hatilah kepada orang telanjang yang menawarkanmu pakaian. Pernyataan ini semacam sindiran kepada para penulis yang menulis seolah-olah tahu segala hal, menuliskan hal-hal yang sebenarnya mereka tidak paham dan tidak mampu lakukan.
Virginia Woolf dan Stephen King adalah dua orang yang melihat profesi penulis secara realistis. Woolf berkata; Menulis ibaratnya bercinta: pertama dilakukan atas dasar cinta, kemudian atas dasar persahabatan, lalu dilakukan untuk uang. Pada kenyataan, tepat seperti yang dikatakan Woolf. Penulis menulis untuk dibayar sebab kalau tidak maka menulis bukanlah sebuah profesi. Untuk memperhalus maksud dari pernyataan bahwa menulis ujung-ujungnya untuk dibayar, Stephen King menyatakan pada dasarnya apa yang ditulis adalah untuk memperkaya pembaca (pengetahuan & wawasan) dan untuk memperkaya penulisnya (skill menulis & materi). King menegaskan, menulis itu berupa upaya untuk selalu bangkit lagi, bekerja lagi, dan mulai baru lagi. Dan karena penulis juga manusia, maka tidak ada salahnya bila mereka menginginkan kebahagiaan, bukan? Siapa pun penulis, mereka ingin bahagia.
Roald Dahl, melihat penulis sebagai alasan untuk membebaskan jiwa. Baginya, kompensasi untuk menjadi penulis adalah sebuah kebebasan mutlak; tidak ada yang membelenggumu sebab yang menjadi tuanmu adalah jiwamu sendiri. Mungkin Dahl terlalu idealis. Tetapi apa yang salah untuk tetap idealis? Di tengah gerombolan penulis seperti yang disebut Virginia Woolf, kehadiran satu orang saja yang idealis yang menulis untuk menebus jiwanya supaya bebas adalah sebuah berkah.
Catatan kecil:
Penulis sebagai profesi yang diremehkan memang betul, dan barangsiapa yang tidak mau diremehkan silahkan cari profesi lain. Sebab seperti kata Harper Lee, tebalkan kulitmu dulu sebelum coba-coba jadi penulis.
Belum ada tanggapan.