Portal – Jangan heran jika suatu saat nanti anak-anak Austalia lebih tahu soal sejarah Indonesia. Jika anak-anak Indonesia mulai lesu membaca buku, anak-anak Australia mulai gemar membaca dongeng. Itu juga tidak lepas dari penerbit di Australia yang mencoba berbagai cara untuk menumbuhkan minat baca anak. Salah satu contoh yang dilakukan penerbit Walker Books Australia. Penerbit ini telah mulai menerbitkan buku-buku cerita untuk anak dengan latar belakang budaya negara lain, termasuk budaya Indonesia.
Sebelumnya mereka menerbitkan buku cerita yang kental dengan nuansa Australia seperti Aussie Nutcracker dan The Dog on the Tuckerbox. Dalam wawancara dengan Australia Plus Indonesia, Ballantyne,- salah satu editor di Walker Books Australia menyampaikan,“ Selama ini dalam bidang penerbitan kita sangatlah berpusat pada Eropa. Mata kita terpaku pada Inggris dan Amerika Serikat. Padahal kita bagian dari Asia, dan kita belum cukup mengakses budaya bercerita yang begitu kaya.” Kemudian mereka menerbitkan Dragonkeeper yang sukses di berbagai negara.
Dragonkeeper merupakan cerita berseri karya Carole Wilkinson. Sejauh ini, buku yang berkisah tentang petualangan seorang budak perempuan dan naga pada zaman Dinasti Han di China ini sudah terjual ratusan ribu eksemplar di berbagai negara. Wilkinson menyampaikan bahwa Dragonkeeper juga sudah diterbitkan di Indonesia. Kini menyusul Dragonkeeper, Walker Books Australia menerbitkan buku cerita anak karya Deryn Mansell: Tiger Stone.
Tiger Stone merupakan buku dongeng anak yang bercerita tentang seorang gadis yang hidup di zaman Majapahit. Sepintas buku cerita ini terasa sangat Indonesia. Pembaca akan mudah menemukan karakter-karekter Indonesia seperti nama Kancil, Bu Sumirah, Agus, Mbok Jamu dan Pak Tani.
Selain dari nama tokoh, nuansa Indonesia semakin terasa kental dengan nama-nama tempat kejadian seperti Candi Prambanan, kerajaan Majapahit, Mataram, Mbah Merapi, Nusantara dan Perang Bubat. Sang Penulis, Deryn Mansell, tidak begitu saja mencantumkan nama dan latar Indonesia dalam novel pertamanya tersebut. Sebelumnya ia telah melakukan penelitian dan tinggal di Yogyakarta dalam waktu yang cukup lama. Dalam situsnya ia menyatakan bahwa nama Kancil terinspirasi dari cerita teman satu kamarnya sewaktu menjadi mahasiswa di Yogyakarta. Ia mengakui tidak mudah untuk membuat nama-nama tokoh Nusantara pada abad 14 Masehi. Ia melakukan berbagai kunjungan dan mempelajari penggunaan bahasa Jawa dan bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari. Ia juga membandingkan budaya Indonesia dengan Malaysia sebelum membuat suatu karakter. Maka jadilah Tiger Stone, buku dongeng yang juga padat dengan pengetahuan budaya Nusantara.
Antusias akan buku ini terlihat pada saat peluncuran di Perpustakaan Castlemaine bulan Agustus lalu. Dan penerbit buku mengabarkan bahwa buku ini juga akan ikut meramaikan Ubud Writers and Readers Festival di Bali bulan depan. Melihat antusias penerbit dan pembaca di Australia, jangan heran jika anak-anak Australia suatu saat nanti lebih tahu tentang budaya Nusantara.
Belum ada tanggapan.