stop-perdagangan-manusia

Mengurai Benang Kusut Perdagangan Manusia di NTT

Masyarakat Indonesia kembali dikejutkan dengan kasus perdagangan manusia (human trafficking). Masalah perdagangan manusia yang terjadi di Indonesia seakan tak henti-hentinya terjadi silih berganti. Semakin aparat kepolisian berusaha mengungkap perdagangan manusia di saat itu pula masalah sosial ini terus melebar dan tak pasti kapan akan terselesaikan.

Kali ini kasus perdagangan manusia tampil dengan modus operandi yang sama. Kasus yang baru saja diungkap ini tampil dengan modus perekrutan tenaga kerja ilegal yang pada akhirnya akan dijual kepada manusia-manusia jahat yang tak menghargai kemanusian.

Dalam waktu yang hampir bersamaan, terdapat dua kasus perdagangan manusia yang terjadi di daerah NTT. Pertama adalah adalah kasus perdagangan manusia yang terjadi di Kupang yang dikepalai oleh petugas outsourcing (tenaga lepas) PT Angkasa Pura di bandar udara El Tari Kupang. Ironisnya, perekrutan, pengiriman para tenaga kerja ilegal ini telah terjadi dari tahun 2015 dengan angka korban mencapai 1.667 orang. Para perekrut tenaga kerja ilegal ini bekerja dalam tujuh jaringan yang berbeda (PK 23/08/2016). Kedua, kasus pedagangan manusia dengan modus yang sama yaitu perekrutan TKI ilegal terjadi di Manggarai Timur dengan pelaku bernama Ferdinandus Agur (Tajuk Rencana FP 24/08/2016).

Kita perlu berterimakasih kepada aparat kepolisian yang telah bekerja dengan penuh dedikasi mengungkap kasus perdangan manusia yang memang dalam beberapa tahun terakhir ini marak terjadi. Namun patut kita sadari juga bahwa dua kasus yang baru terungkap itu hanyalah sebagian kecil dari kasus perdangan manusia. Masih banyak kasus perdagangan manusia yang belum terungkap. Tulisan ini difokuskan untuk membedah kasus perdangangan manusia dalam diri para korban TKI ilegal yang akan dijual dan solusi etis agar permasalahan peradangan manusia tidak terjadi lagi.

Masyarakat yang Rentan

Dari semua korban TKI ilegal yang akan dikirim ke luar daerah dan luar negeri adalah mayoritas anak-anak yang masih di bawah umur dan semuanya adalah kaum perempuan. Fakta ini dapat kita simpulkan bahwa dalam kebudayaan masyarakat Indonesia kaum perempuan selalu mendapat tempat sebagai hamba yang tugas utamanya bekerja memenuhi keperluan keluarga mulai dari dapur sampai pada pemenuhan kebutuhan finansial keluarga.

Para anak-anak remaja yang pada usia mereka seharusnya bersekolah dan menuntut ilmu di sekolah malah harus beralih profesi menjadi tenaga kerja untuk memenuhi kebutuhan dalam keluarga. Orang-orang yang mungkin patut kita persalahkan dalam dua kasus yang baru saja terjadi itu adalah orang tua para korban di mana mereka telah gagal memenuhi kebutuhan anak-anak mereka sehingga anak-anak mereka sendiri yang mengantikan posisi mereka sebagai pencari nafkah dalam keluarga.

Terlepas dari faktor-faktor lain yang menyebabkan anak-anak remaja itu harus bekerja sebagai TKI misalnya uang sekolah yang tidak ada atau faktor kemiskinan dalam keluarga atau karena anak-anak yang dengan kemauannya mau bekerja. Seharusnya orang tualah yang bertindak sebaga pencari nafkah bagi anak-anak bukan anak-anak yang mengantikan peran dan posisi orang tua sebagai pencari nafkah.

Indikasi lain yang dapat kita lihat dari kasus TKI ilegal yang melibatkan anak-anak remaja ini adalah bahwa terkesan orang tua membiarkan anak-anak meraka untuk bekerja. Orang tua para korban dalam kasus ini dengan sengaja membiarkan anak-anak mereka bekerja dalam usia yang masih belia di tambah lagi pekerjaan yang akan mereka kerjakan terlihat tidak jelas dan ilegal. Seharusnya sebagai orang tua, mereka harus memainkan peran mereka sebagai penjaga dan pelindung bagi anak-anak mereka dan tidak membiarkan mereka beralih profesi menjadi pencari nafkah bagi keluarga.

Lagi-lagi ketika kita telah sampai pada aras ini maka faktor dominan yang menyebabkan orang tua membiarkan anak-anak mereka bekerja sebagai TKI dalam usia yang masih belia bersumber dari faktor kemiskinan. Kemiskinan memang merupakan akar dari permasalahan perdangan manusia. Orang-orang yang mesti bertanggung jawab terhadap kemiskinan yang masih mendera masyrakat adalah pemerintah yang belum bekerja maksimal untuk menuntaskan kemiskinan. Kita patut mempersalahkan pemerintah yang bekerja lamban menyelesaikan kemiskinan yang mendera masyarakat kita sehinnga karena memiliki ekonomi yang lemah masyarakat memilih untuk mencari uang bukan dengan cara yang halal lagi tetapi dengan cara ilegal memilih menjadi TKI ilegal padahal mereka sudah tahu akan mendapatkan perlakuan yang tidak menusiawi.

Memang tidak mudah menyelesaikan permasalahan perdagangan manusia yang terjadi di Indonesia. Perdagangan manusia bukan hanya menjadi musuh Indonesia tetapi hampir seluruh negera bekembang yang masyarakatnya banyak menderita kemiskinan. Untuk itu sekali lagi kita sebagai masyarakat patut mendorong pemerintah Indonesia dan pemerintah daerah untuk bekerja dengan cepat dan efektif menyelesaikan masalah kemiskinan agar masyarakat kecil tidak menjadi korban perdagangan manusia lagi.

Solusi Etis

Sepertinya segala cara telah ditempuh untuk menuntaskan kasus perdagangan manusia. Segala cara telah dilakukan misalnya dengan memperketat pengawasan jalur-jalur yang terindikasi menjadi jalur utama perdagangan manusia, namun di saat itu pula para pelaku kejahatan masih tetap mendapat ruang untuk mencari dan menjaring para korban baru, kemudian mengirim mereka kepada para pelaku lainnya.

Seperti yang telah saya sampaikan di atas bahwa faktor kemiskinan yang menjadi sumber utama masyarakat kecil memilih menjadi TKI ilegal. Maka pemerintah dituntut untuk menyediakan lapangan kerja yang memadai bagi masyrakat agar mereka dapat bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Dan lagi, pemerintah, LSM, relawan kemanusian, pers dan masyarakat pada umumnya harus turut meperingatkan masyarakat kita untuk memilih pekerjaan yang sesuai dengan jalur yang benar agar keselamatan mereka dalam bekerja dapat terjamin. Mungkin juga banyak orang memilih menjadi TKI ilegal karena kerumitan dalam mengurus izin bekerja sebagai TKI yang legal dengan segala tetek bengeknya yang sulit dipahami oleh masyrakat kecil. Untuk itu Dinas Ketenaga Kerjaan seharusnya memudahkan pengurusan izin bekerja bagi masyarakat kecil dan hal ini harus disosialisasikan secara terus menerus kepada masyarakat agar mereka tidak memilih jalur ilegal untuk bisa mencari uang.

Solusi yang terakhir yang sangat efektif menyelesaikan masalah perdagangan manusia adalah keberanian para korban untuk melapor polisi bila mereka mendapatkan kejanggalan dalam perekrutan TKI. Para korban harus berani melawan atau melapor bila mereka mendapatkan perlakuan yang tidak manusiawi seperti para korban TKI ilegal di Manggarai Timur yang dengan berani melarikan diri dan melapor ke polisi sehingga pelaku kejahatan dapat ditangkap. Sejatinya bila para korban tetap diam saja menerima perlakuan yang tidak manusiawi maka masalah ini tidak akan selesai. Tugas lainnya adalah kita sebagai masyarakat yang harus terus bersuara menginformasikan ini kepada masyarkat lain agar mereka dapat tahu. Sekiranya dengan menempuh cara-cara di atas kita tentu dengan pelan tapi pasti dapat menuntaskan masalah perdagangan manusia di Indonesia. Semoga!

Baca juga:

, ,

Belum ada tanggapan.

Tinggalkan Balasan