Berita Buku – Ada orang menulis karena merasa dia punya bakat menjadi penulis. Maka yang diperlukan adalah memperbanyak bacaan, latihan menulis, belajar metodologi penulisan, mengikuti seminar tentang penulisan dan punya niat tinggi karyanya harus naik cetak. Di lain pihak, orang-orang tertentu justru menulis hanya karena kebiasaan. Sering kelompok penulis macam ini mulai masuk dunia penulisan dari kepingan-kepingan buku harian, lama kelamaan mereka mulai mencoba menulis sesuatu yang lebih besar -yang di luar kebiasaan mereka sendiri, hingga pada titik tertentu mereka merasa telah sampai di dunia para penulis berkecimpung. Namun, kedua hal itu bukanlah awal dari mana Alice Munro mulai menulis.
Di Ontario, Kanada, ada hal unik yang tak bisa ditemukan di belahan dunia lain di mana secara umum wanita di sana tidak pergi bekerja di luar rumah selain seumur hidup menjadi seorang istri dan seorang ibu. Para wanita di Ontario menghabiskan hari-hari mereka dengan mengurusi tetek-bengek rumah tangga, mengantar dan menjemput anak-anak, mengunjungi tetangga untuk sekedar tukar gosip atau mengeluhkan sikap suami mereka yang mulai mendingin. Dan luar biasanya adalah di sela-sela kesibukan, mereka membaca dan menulis hampir sepanjang waktu.
Alice Munro sendiri mengakui bahwa di samping kesibukan mengurusi suami dan anak, dia selalu menyempatkan waktu untuk menulis dengan dalih bahwa tidak ada hal lain lagi yang bisa mereka lakukan untuk membunuh kebosanan. Dari sinilah Munro berangkat menuju dunia penulisan profesionalnya.
Munro menulis dengan sangat sederhana, dengan mengangkat tema seputar masalah rumah tangga, suami yang posesif, istri yang jatuh cinta pada pria lain, kematian seorang kekasih di usia senja serta berbagai hal lain yang sangat intens menghadirkan karakter-karakter kaum perempuan dengan sangat kuat di dalamnya. Ketika Munro memenangi penganugerahan Nobel Sastra 2013 lalu (dengan menyisihkan Haruki Murakami) orang-orang telah banyak mengulas tentang bagaimana dia telah menulis banyak kasus-kasus kompleks yang menyeret para wanita sehingga dia disebut sebagai pejuang kaumnya.
Kapasitas Munro dalam penulisannya adalah bagaimana dia mengenal sosok wanita dari dekat, bahkan mikroskopis, menyoroti detil-detil yang tidak pernah digapai penulis lain (khususnya penulis pria) tentang perempuan sampai-sampai jika Munro menuliskan soal perselingkuhan maka dia tidak pernah kehabisan cara untuk membuat cerita selingkuh yang satu menjadi sangat berbeda dengan yang lain.
Menulis tentang wanita memang perkara gampang, tetapi mengupas mereka hingga ke balik kulit mereka hanya pernah dilakukan oleh Alice Munro. Dia tahu dengan pasti bagaimana perasaan seorang perempuan ketika suatu pagi dia pulang ke rumah dan mendapati ketiga anaknya telah mati dicekik oleh suaminya sendiri yang sakit jiwa. Dia juga tahu apa sesungguhnya rasa jatuh cinta lagi kepada pria lain di lain tempat ketika seorang istri harus tinggal di kota lain, jauh dari suaminya. Munro telah mengeksplorasi dunia para wanita, seolah-olah ingin menunjukan kepada dunia kaum pria bahwa hal-hal semacam inilah yang ada dalam kegiatan gosip para wanita.
Adalah sudah lumrah bila fiksi para penulis kelas dunia dari gaya bertuturnya tidak kompleks, tidak sibuk bermain dengan bunga-bunga kata, tidak terlalu mementingkan plot dan bagaimana menghadirkan ketegangan. Demikian juga dengan sosok penulis Alice Munro. Orang Amerika mengklaim dia adalah “Chekov” mereka. Ketika Chekov dalam karir penulisannya telah banyak menuliskan cerpen-cerpen dengan gaya realis, maka Munro telah melakukan hal serupa untuk dirinya sendiri.
Munro dan Chekov merupakan dua penulis yang menampilkan cerita seperti susunan potret kehidupan nyata, yang seakan-akan ketika dalam perjalanan mengunjungi tetangga mereka menemukan sesuatu yang bagus menurut mereka untuk difoto. Karena itu, karya yang mereka hasilkan lebih berupa pemaparan yang dibalut dengan seni bercerita tingkat tinggi yang hanya bisa dimiliki oleh mereka yang telah mahir, terbiasa, tajam dan kritis. Konon, Munro sering mengumpulkan data dengan mendengarkan gosip yang beredar di antara kaum perempuan, dari hasil ngrumpi di rumah tetangga serta sejumlah informasi terkait hal-hal remeh berhubungan dengan wanita di kota kecilnya Ontario.
Apa yang lebih dari Munro dalam menghadirkan tokoh perempuannya adalah keutuhan tokoh tersebut. Dia memberi mereka bentuk, napas, nama, membiarkan mereka hidup lalu masuk ke dalam suasana mental dan psikologi. Beberapa cerita pendeknya, bisa dengan mudah diketahui orang bahwa Munro menulis dari apa yang dia tahu tentang manusia. Dia tidak tahu tentang pria namun tahu sangat banyak mengenai wanita. Dari situlah dia cenderung membentuk karakter pria sebagaimana pria pada umumnya (karena dia tahu soal pria); ada yang kasar kepada istri mereka karena hal-hal yang tidak bisa mereka dapatkan di dunia ini, ada yang baru datang dari kota besar pamer kharisma di desa yang membuat gadis lugu jatuh cinta dan mau saja ditiduri, ada yang cemburuan dan posesif, ada gentleman meskipun pernah berselingkuh dan ada yang merupakan pecinta sejati yang hidup hanya untuk satu wanita dan mati dalam keberkahan cinta. Perbedaan pembentukan karakter dua gender ini, membuktikan bahwa Munro tidak mengada-ada. Dia tahu apa yang dia tahu dan apa yang dia tidak tahu.
Pengetahuan besarnya akan kaum perempuan membuat Munro dapat leluasa menampilkan mereka dalam setiap ceritanya. Kadang seorang wanita tua yang kesepian usai ditinggal mati sang suami. Kadang tentang seorang istri muda yang mengunjungi suaminya di penjara, atau seorang gadis desa pemalu, seorang bocah perempuan tomboi yang sering disalah lihat sebagai bocah pria. Munro menyuarakan kaum perempuan dalam mendapatkan tempat mereka di dalam kehidupan pernikahan, indenpendensi mereka dalam bekerja di luar rumah, dan kalau tidak salah dia juga meminta keadilan bahwa jika pria bisa seenaknya berselingkuh maka wanita pun juga bisa karena seringkali wanita terkungkung oleh pernikahan mereka sendiri.
Dengan melihat latar belakang dan budayanya di Ontario, maka Munro barang pasti menulis sebagai media pembebasan kaumnya. Dia ingin menggerakkan setiap pihak untuk menyadari kalau wanita itu ada, hidup dan bernapas.
Begitulah Alice Munro, dia telah berusia senja (80-an) dan konon telah pensiun menulis. Tetapi, sosoknya telah mewakili Kanada untuk bersuara. Dia memang tidak pernah berhasil menulis satu novel pun, namun setiap cerita pendeknya sering memperlihat keutuhan layaknya sebuah novel, dengan pribadi para tokoh yang patut dipelajari dan ditelaah keberadaan mereka. Munro telah menjadi suara perempuan secara universal, dan setelah namanya melejit di 2013 kemarin karya-karyanya telah sangat banyak dipublikasi.
Belum ada tanggapan.